f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
literasi digital pemilu

Literasi Digital dalam Menyongsong Kontestasi Pemilu 2024

Era teknologi dewasa ini telah mempengaruhi cara orang berinteraksi, hingga menyampaikan informasi dari cetak menuju informasi digital. Tak terkecuali dalam kontestasi pemilihan umum tahun 2024 mendatang. Pesatnya teknologi komunikasi mendorong pergeseran ruang publik konvensional menuju ruang publik digital untuk mempengaruhi preferensi publik. Berbagai konten diproduksi untuk memengaruhi masyarakat dalam memilih calon seperti kampanye, iklan politik, dan lain sebagainya. Yang ujungnya mendulang suara terbanyak dalam pelaksanaan pemilu. Ruang digital menjelma sebagai arena kampanye pasangan calon, sekaligus alat menarik perhatian dan menggiring opini publik.  

Media sosial ibarat pisau berwajah ganda. Di mana satu sisi dapat menjadi informasi menyejukkan, sisi yang lain memberikan informasi menyesatkan, tergantung siapa memproduksi pesan. Imbasnya adalah gesekan informasi sewaktu-waktu terjadi seperti hoaks, disinformasi, misinformasi, ujaran kebencian, politik identitas, black campaign (kampanye hitam), hingga berujung polarisasi. Implikasi lain pergeseran ruang publik menuju ruang digital adalah munculnya fenomena banjir informasi. Objeknya adalah masyarakat dengan berbagai dimensi sosial latar belakang usia, etnis, bahasa, dan antar golongan berbeda menikmati sajian informasi tanpa filter yang kuat. Dalam praktiknya, acapkali media sosial menjadi senjata ampuh dalam menebar ancaman atau teror oleh oknum tidak bertanggung jawab. Hal ini membuka peluang selebar-lebarnya terjadinya heterogenitas opini publik.

Misalnya kampanye negatif yang rawan terjadi dalam kontestasi Pemilu. Perlu kita ketahui, kampanye negatif memiliki dua makna. Pertama, menyerang lawan main, peserta politik ataupun kandidat dengan hal-hal negatif. Hal-hal negatif dapat berbentuk fakta boleh jadi berwujud pelanggaran dalam pemilu atau justru menjelma alat untuk menjatuhkan. Hal ini dilarang karena cenderung ke arah fitnah dan menyebarkan berita bohong terkait kandidat tertentu. Kasus kampanye hitam menyelimuti Azwar Anas sebagai calon wakil Gubernur Jawa Timur berpasangan dengan Saifullah Yusuf pada pemilihan gubernur Jawa Timur tahun 2018 yang lalu. Metode kampanye hitam melalui penyebaran foto-foto syur dan viral, yang mana ini bertentangan dengan etika politik dan mengorbankan integritas seorang pemimpin.

Baca Juga  Apakah Salah Membaca Buku Self Improvement?

Praktik politik identitas tidak luput dari fenomena politik dalam kontestasi Pemilu yang selama ini menjelma sebagai momok menakutkan. Keberadaannya amat masif dan sangat berpotensi memiliki efek negatif terhadap kelembagaan demokrasi di Indonesia. Karena ini dampaknya bukan hanya kompetisi antar peserta tetapi berimplikasi terhadap pemilih sosial masyarakat. Politik identitas pernah terjadi dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2017. Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok diduga melakukan penistaan agama terkait pernyataannya mengutip surat Al-Maidah ayat 51.

Kenapa politik identitas dan kampanye negatif ketika bertemu dengan media sosial sangat masif? Saat ini memasuki post truth society atau suatu era di mana kebohongan dapat menyamar menjadi kebenaran, masyarakat semakin sulit untuk memberikan batasan antara informasi yang benar dan salah. Pada buku The Participatory Culture in a Networked Era (2016), Profesor Henry Jenkins dan Danah Byod menjelaskan bahwa praktik komunikasi melalui teknologi yang terhubung dalam suatu jaringan memunculkan berbagai interaksi yang terjadi. Kemampuan literasi digital menjadi instrumen penting untuk mengedukasi masyarakat secara berkelanjutan. Seiring pesatnya informasi yang hilir mudik di sosial media menuntut khalayak lebih bijak dalam menangkap segala bentuk informasi yang bergulir. Ini adalah bagian dari adaptasi masing-masing individu dalam menyikapi berkembangnya era digital semakin masif.

Budaya share to share atau bagi membagikan postingan yang belum tentu sumber informasinya sebaiknya kita hindari sebagai bentuk antisipasi terjadinya informasi palsu atau hoax yang bisa saja dieksploitasi kelompok tertentu. Upaya berpikir kritis sebagai pijakan dalam menerima ragam bentuk informasi yang bergulir di sosial media dalam hitungan detik penting untuk menjadi perhatian, agar masyarakat tidak terseret dalam pusaran berita palsu atau ujaran kebencian.

Baca Juga  Pentingnya Konstitusi bagi Suatu Negara

Oleh karenanya keterlibatan masyarakat dalam ruang digital membuka peluang terjadinya komunikasi dua arah yang difasilitasi kolom komentar. Partisipasi publik dalam kontestasi pemilu 2024 dalam kaitannya dengan penggunaan media sosial mendorong interaksi dua arah tanpa mengenal batas geografis. Hal ini membuka potensi penggiringan opini publik yang bisa saja terjadi baik melalui konten teks, gambar, ataupun video. Hal ini perlu kita sikapi dengan baik sebagai masyarakat melek media dalam menerima ragam informasi yang bergulir.

Oleh karenanya, literasi digital amat penting dalam penggunaan sosial media. Utamanya menyikapi berbagai isu-isu politik dan upaya menyongsong pesta demokrasi tahun 2024 mendatang. Setidaknya terdapat delapan elemen penting dalam memahami literasi media.

Pertama, keterampilan berpikir kritis terhadap sejumlah konten media yang bergulir melalui platform digital. Termasuk mengapa mengakses konten media tertentu, upaya membaca ataupun mencerna informasi tertentu di sosial media.

Kedua, pemahaman proses komunikasi massa. Termasuk bagaimana industri media beroperasi menghasilkan beragam konten yang diproduksi dan bagaimana cara media memproduksi pesan. Terlebih saat ini, khalayak turut terlibat dalam proses produksi pesan.

Ketiga, sadar terhadap dampak media baik secara personal atau kelompok masyarakat yang menerima informasi. Media massa berpotensi menggeser pola interaksi manusia secara langsung. Jika mengabaikan dampak media akan berisiko terjebak, alih-alih mengendalikan konsumsi terhadap media.

Keempat, strategi untuk menganalisis dan mendiskusikan pesan media amat penting dilakukan sebelum itu dikonsumsi langsung dan membutuhkan landasan pemikiran dan refleksi serius. Misalnya memahami maksud konten video dilihat dari angel (sudut) dan pencahayaan kamera, atau strategi di balik penempatan foto.

Kelima, pemahaman konten media sebagai teks yang memberikan wawasan budaya pesan media semakin mendominasi komunikasi, membentuk pemahaman dan wawasan tentang budaya.

Baca Juga  Pergerakan Anak Muda dan Perempuan Jelang Pemilu 2024

Keenam, kemampuan untuk menikmati, memahami dan menghargai konten media literasi untuk meningkatkan pemahaman dan apresiasi terhadap teks media dan menggunakan cara berpikir logis serta berpikir analitis sebagai audien melek media.

Ketujuh, pengembangan keterampilan produksi, di mana posisi audien melek media meramu konten yang bermanfaat untuk masyarakat.

Kedelapan, pemahaman tentang etika bermedia sosial, tentu seyogianya memahami aturan operasional media baik yang resmi ataupun yang tidak resmi.

Delapan aspek literasi media di atas menjadi pemahaman dasar yang harus masyarakat miliki dalam mengakses media dengan berbagai varian konten di dalamnya. Terlebih dalam manyambut pesta demokrasi tahun 2024. Memahami struktur produksi konten di media sosial, dampak yang akan timbul dan etika mengakses media sosial menjadi tiga hal penting yang harus menjadi perhatian sebagai insan melek media. Demokratisasi media diwujudkan dengan adanya kebebasan berpendapat dan kebebasan berekspresi. Bebas bukan berarti tidak memiliki etika dalam menyampaikan aspirasi. Bebas dalam demokrasi harus kita wujudkan dengan pemahaman bahwa setiap orang memiliki hak atas pilihan masing-masing.

Bagikan
Post a Comment