Site icon Inspirasi Muslimah

Interpretasi Kepemimpinan Laki-laki dan Perempuan dalam Perspektif Islam

kepemimpinan laki-laki dan perempuan

Pada dasarnya kedudukan manusia sama dan tidak ada yang lebih baik antara satu dengan yang lainnya. Hal ini karena agama menjunjung tinggi konsep kesetaraan dengan prinsip keadilan. Lantas keadilan apa yang dimaksud? Apakah laki-laki dan perempuan dipersamakan dalam segala hal? Atau yang seperti apa? Keadilan adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Oleh karena itu bukanlah sebuah keadilan mempersamakan dua hal yang berbeda.

Anda memiliki dua anak, remaja dan balita, lalu Anda membelikan pakaian dengan ukuran yang sama. Hal itu tentu akan menimbulkan ketidakadilan bagi salah satu pihak anak. Demikian pun dalam hal ini, Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan dengan potensi yang berbeda, sehingga dalam pengimplementasiannya pun berbeda dan mengikuti kecenderungan potensi masing-masing. Potensi inilah yang membuat ada aspek tertentu yang lebih baik jika dikerjakan oleh laki-laki atau perempuan.

Katakanlah misalnya masalah kepemimpinan dalam rumah tangga. Memang setiap kelompok bahkan unit terkecil sekalipun pasti membutuhkan seorang pemimpin untuk menjalankan proses organisasi. Keluarga sebagai sebuah organisasi kecil tentunya membutuhkan penanggung jawab atau dalam hal ini pemimpin keluarga yang keberadaannya diharapkan mampu membawa ke arah yang harmonis dan langgeng. Lalu siapa yang berhak memimpin keluarga? Menurut Quraish Shihab yang ditetapkan oleh Al-Qur’an adalah suami dengan dua sebab.

Pertama, karena suami berkewajiban membayar mahar/mas kawin saat pernikahannya. Ia juga berkewajiban menyiapkan kebutuhan hidup istri dan anak-anaknya berupa sandang, papan, dan pangan.

Kedua, suami memiliki potensi kepemimpinan secara teratur dan bersinambung. Sementara ilmuwan menyatakan dan kenyataan pun tidak jarang menunjukkan bahwa lelaki lebih stabil emosinya dan dapat lebih sabar menghadapi lawan jenisnya dibanding perempuan. Hal ini karna antara lain perempuan mengalami menstruasi setiap bulan yang memiliki dampak terhadap kestabilan emosi. Oleh karena itu, jika kepemimpinan diserahkan kepada istri maka sangat rentan terjadi gangguan emosi yang pada saat yang sama kematangan emosinya dibutuhkan. Hal inilah juga menjadikan Islam melarang menceraikan istri pada saat menstruasi.

Namun, perlu diperhatikan bahwa tugas kepemimpinan suami bukan berarti dapat melakukan hal yang semena-mena terhadap istri atau memaksa istri melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Islam. Pada sisi yang lain Islam juga menuntun agar suami-istri selalu bermusyawarah dalam kehidupan rumah tangga.

Di dalam Al-Qur’an memang terdapat ayat yang menyatakan bahwa suami memiliki derajat lebih atas istrinya, sebagaimana dalam Q.S Al-Baqarah ayat 228 : “..suami memiliki kelebihan (derajat) atas mereka (istri)..”, Quraish Shihab menafsirkan derajat yang dimaksud dalam ayat ini bukan karena suami adalah pria dan istri adalah wanita, tetapi derajat yang dimaksud adalah peluang yang dapat diraih suami dengan sikapnya terhadap istrinya. Dalam konteks ini, Imam Ibnu Jarir At-Thabari (w. 924 M) menegaskan bahwa maksud ayat ini adalah perintah kepada suami untuk memperlakukan istrinya dengan sifat terpuji, agar suami memperoleh derajat yang dimaksud.

Lebih lanjut Imam Al-Ghazali menambahkan bahwa yang dimaksud perlakuan baik terhadap istri bukanlah tidak mengganggunya. Tetapi bersabar dalam gangguan atau kesalahan dan memaafkannya saat ia menumpahkan emosi dan kemarahannya. Dengan demikian, tugas dan tanggung jawab yang diserahkan kepada suami bukanlah atas dasar sterotipe jenis kelamin. Melainkan atas dasar pertimbangan yang matang dan logis.

Pada aspek yang lain, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal keterlibatan dalam masyarakat dan pemenuhan hak-hak politik. Dalam panggung sejarah, ada banyak negeri yang berhasil dipimpin oleh perempuan dan membawa negerinya menuju kesejahteraan. Sebagai salah satu contoh dalam Al-Qur’an adalah kepemimpinan Ratu Bilqis di Yaman pada masa lampau. Di masa sekarang banyak pula dibuktikan dengan kepemimpinan wanita yang tampil dengan baik di berbagai wilayah negara.

Jikalau ada batasan yang perlu ditetapkan terhadap kepemimpinan wanita. Maka menurut Quraish Shihab batasan itu adalah terlaksananya kewajiban dan tugas pokok wanita dengan baik, yakni mendidik anak-anaknya. Tugas pokok tersebut jangan sampai terbengkalai akibat aktivitas apapun yang ia lakukan sehingga anak kehilangan kasih sayang ibu mereka. Hal ini juga menunjukkan bahwa kepemimpinan bukanlah sesuatu yang diukur dari jenis kelamin. Melainkan dari kemampuan yang dimiliki oleh seseorang, baik itu laki-laki ataupun perempuan. Oleh karena itu, kepemimpinan suami dalam rumah tangga pun dapat bergeser jikalau oleh satu dan lain hal istri lebih memiliki kemampuan memimpin daripada suami. Maka demi kemaslahatan keluarga kepemimpinan tersebut dapat beralih.

Penjelasan lebih lanjut terkait hal ini, Qurasih Shihab dalam bukunya Islam yang disalah pahami mengutip tulisan mantan Mufti Mesir Syekh Ali Jumah dalam bukunya al-Musawat al-Insaniyah fi al-Islam,  “Bahwa seandainya seorang perempuan menikah dengan seorang lelaki karna satu dan lain sebab, sedang wanita itu sebagai istri lebih mampu dari segi ilmu, akal, agama, dan kedudukan di tengah masyarakat, sementara lelaki itu (suami) berbeda dengannya dari segi kemampuan, maka menjadi kewajiban syariat agama dan akal baginya menjadikan hak kepemimpinan keluarga kepada istrinya walau suami yang membelanjai kehidupan keluarga, karena Allah menjadikan sebab kepemimpinan suami itu oleh dua alasan: kemampuan dan harta, sedang kemampuan lebih utama daripada harta”.

Sebagai kesimpulan, penulis ingin menguatkan dua hal.

Pertama, Allah menciptakan pria dan wanita disertai dengan potensi yang berbeda sehingga keefektifan pekerjaan yang dilakukan pun akan berbeda sesuai dengan potensi yang dianugerahkan.

Kedua, Tujuan harus menjadi prioritas utama dalam organisasi sehinggatanggung jawab yang diamanahkan kepada seseorang dapat bergeser jikalau ada yang lebih baik secara kemampuan meskipun itu perempuan.

Demikian. Wallahu A’lam

Bagikan
Exit mobile version