Site icon Inspirasi Muslimah

Ibu (Tidak) Membunuh Anaknya

ibu

Setelah beberapa bulan lalu kasus ibu bunuh anak sempat merajai media sosial, hingga detik hari ini, berita itu masih ada saja terdengar, meski dengan pelaku berbeda dan daerah berbeda, serta motif yang berbeda-beda pula.

Zahirnya, memang ia adalah seorang ibu. Yang telah mengandung anaknya, melahirkannya, membesarkannya. Tapi saat ia membunuh anaknya sendiri, maka hakikatnya, bukan ibu yang melakukannya, ia telah kehilangan nalurinya sendiri, dan dipastikan ia bukan lagi sebagai ibu, melainkan orang lain.

Sebagai seorang ibu, penulis sangat meyakini bahwa sangat besar perasaan sayang seorang ibu pada anaknya. Dan membunuh adalah pekerjaan yang mustahil bagi seorang ibu, kecuali naluri dan fitrah ibu telah terlepas dari diri seorang wanita.

Anak Tak Beribu

Menyoroti kasus ibu bunuh anak yang marak terjadi, sepertinya anak tak beribu itu tidak hanya dirasakan oleh seorang anak yang ditinggal mati ibunya, tapi juga dirasakan seorang anak yang ibunya masih hidup.

Setiap kali kasus ini mencuat ke publik, para ahli selalu mengingatkan masyarakat untuk tidak memberikan judgment kepada pelaku. Mereka berdalih bahwa ada kemungkinan pelaku terganggu dari segi kesehatan mental dan jiwanya.

Itu artinya, ada anak yang dalam situasi tersebut, sesungguhnya tidak lagi aman di pangkuan ibunya.

Karena bagaimanapun, ibunya dalam kondisi yang tidak sehat, ia bukan lagi ibu seutuhnya (karena ada sisi dirinya yang terganggu), bila sampai ciri itu tidak dapat dikenali, maka sama dengan keluarga membiarkan seorang anak dalam bahaya.

Rupanya, anak tak beribu itu nyata. Ia diasuh oleh ibunya, tapi sang ibu sudah tak lagi dalam kewarasan.

Mari kita tengok beberapa insiden yang tengah terjadi. Dalam keadaan tidak sehat, pikiran wanita yang tengah depresi dapat menghilangkan sisi keibuan yang normal dan fitrah.

Bayangkanlah, ada diantara mereka yang menganggap bahwa membunuh itu dirasanya benar, bahkan ada yang sampai pada definisi, itulah cara membahagiakan anak.

Inilah yang dimaksud bukan lagi figur ibu dalam dirinya. Mereka tengah sakit, dan kita tidak bisa menyalahkan orang yang tidak lagi sehat, apalagi tak bisa berpikir waras.

Sampai di sini, mungkin kita bisa lebih mengerti bahwa sebenarnya, tidak mungkin seorang ibu membunuh anaknya. Adapun kasus yang terjadi, bukan lagi seorang ibu yang sebenar-benarnya ibu yang utuh. Anak itu bukan dibunuh di tangan seorang ibu, karena seorang ibu tidak akan pernah melalukannya.

Inilah cara pandang yang harus diluruskan. Kasih sayang ibu sepanjang masa, itulah hakikat ibu. Namun sayangnya, saat seorang ibu kesehatannya rusak, maka peran ibu pun hilang dalam dirinya. Dan dia sudah menjadi sisi lain, ia perlu diobati. Sebab, siapapun sudah tak bisa lagi aman bersamanya, pun anak kandungnya sendiri.

Banyak keluarga yang tidak paham gejala depresi, terutama suami. Hingga merasa semuanya baik-baik saja. Andaikata sang suami memahami ini, tentu ia tidak akan membiarkan anaknya di tangan sang istri, dan sang istri pun harus diobatinya.

Oleh karena itulah, pentingnya mensosialisasikan gejala depresi terhadap masyarakat luas. Karena bila dibiarkan, depresi yang berat dapat mempertaruhkan nyawa orang terdekat.

Pencegahan Depresi

Sebagai seorang wanita, penulis merasakan betul sifat sensitif dan kecendrungan emosi dalam diri seorang wanita. Sesungguhnya, beban berat seberat apapun, setiap wanita memiliki sisi masalahnya masing-masing.

Namun, yang bernilai adalah cara setiap wanita menyikapinya. Setelah menjadi ibu, mau tidak mau ia harus siap dengan mental seorang ibu yang tidak mudah.

Mengasuh anak butuh kekuatan ekstra, dan yang amat sangat penting adalah kesabaran. Sabar itu tertanam dilatari spiritualitas. Sisi spiritual perlu untuk selalu dibasuh dan disentuh. Pegangan yang kuat terhadap agama yang diyakini dapat menjadi obat yang mendamaikan hati dan jiwanya.

Pendidikan moral dan agama sedari dini akan mempertaruhkan sosok wanita di masa depan, termasuk saat ia harus berperan menjadi ibu.

Itulah bekal yang akan sangat berguna, namun tidak semua wanita beruntung mendapat hak pendidikan tersebut.

Kondisi setiap orang tidaklah sama. Apalagi ada yang memiliki trauma masa kecil yang mempengaruhi sisi psikis nya di masa dewasa.

Rumit memang. Tapi ujung semua ini hanya satu, bekal pendidikan. Teruntuk para orang tua, masihkah kita tidak merasa berkewajiban memberikan pendidikan terbaik untuk anak-anak kita? Jadi apa mereka kelak, ada di tangan kita.

Pentingnya Bekal Pernikahan

Menikah bukan melulu soal bahagia bersama, tapi juga terluka bersama. Melewati masalah bersama, dan menyelesaikannya bersama. Keterbukaan penting, jangan pernah merasa memiliki masalah sendirian.

Menikah adalah perjalanan panjang yang harus kita lewati dengan bekal ilmu yang mumpuni. Bahkan terkadang, kedewasaan semakin tumbuh dan bertambah seiring perjalanan menikah.

Depresi adalah sebagai imbas dari tidak ada nya perhatian dari bekal penting pernikahan, baik suami maupun istri, keduanya harus mempunyai pegangan yang baik dan mengamalkan prinsip sakinah mawaddah warrahmah sebagaimana tujuan pernikahan.

Dan sekali lagi, tanpa kerjasama yang baik, akan sangat sulit sekali merealisasikannya.

Kita perlu bekal dalam berkeluarga. Mental yang kuat juga menjadi bagian yang tak kalah penting.

Berkeluarga tidaklah mudah. Dengan adanya bekal pendidikan, setidaknya kita tahu cara yang baik, dan bukan sesuatu yang tanpa dasar hingga menjadikan seseorang jatuh pada keadaan depresi.

Depresi adalah sebagai tamparan bagi suami sebagai pemimpin keluarga, bahwa jangan sampai perhatian dan tanggung jawabnya lalai, pun pada istri agar bijak menyikapi setiap masalah.

Sekali lagi, bila sudah depresi, perlu banyak waktu untuk menyembuhkannya.

Ilmu parenting juga sangat penting. Seberat apapun masalah, anak-anak kita yang tak berdosa bukan berarti menjadi bagian dari masalah kita.

Akhir kata, mengenali depresi sejak dini perlu, untuk meminimalisir kasus tersebut. Pendidikan moral dan agama selalu menjadi solusi terbaik sebagai upaya pencegahan. Tak hanya itu, mempunyai bekal pernikahan juga penting. Bukan hanya bekal materi, tapi semua sisi, ilmu, mental, dan aspek lain demi terwujudnya pernikahan yang sakinah. Sakinah, tidak hanya di masa-masa suka, tapi juga di masa-masa duka.

Tidak ada ibu yang membunuh anaknya. Tapi anak itu sudah tak beribu, ada yang hilang serta rusak dalam jiwa hingga yang membunuhnya bukanlah sesosok ibu.

Bagikan
Exit mobile version