Site icon Inspirasi Muslimah

HAM Perempuan Menurut Tariq Ramadan

perempuan

Dawwir Rif'ah

Berbicara mengenai perempuan memang tidak dapat terpungkiri bahwa mereka seringkali lekat dengan stigma keterbatasan dalam melakukan berbagai pekerjaan bahkan pada masa pra Islam. Seseorang yang melahirkan anak perempuan juga merupakan aib bagi mereka. Hal ini tentu tidaklah asing untuk kita dengar mengenai sejarah Islam terhadap perempuan. Namun meskipun demikian, banyak sekali para tokoh perempuan yang menyuarakan terkait hak dan kebebasan untuk perempuan dalam segala hal tanpa ada batasan sebagaimana laki-laki.

Begitupun dengan adanya Islam yang menegaskan bahwa kedudukan di antara laki-laki dan perempuan adalah sama. Hanya saja masih banyak sekali kasus-kasus yang merugikan bahkan merusak martabat seorang perempuan. Mulai dari pemerkosaan, pencabulan anak, kekerasan, dan lain sebagainya. Indonesia sendiri sebagai negara yang memberikan jaminan keamanan bagi setiap rakyatnya terutama pada perempuan memberikan fasilitas. Berupa berdirinya Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (KOMNAS PEREMPUAN) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KEMENPPPA).

Lalu bagaimana dengan hak asasi bagi perempuan yang tidak berani menyuarakan atas kerugian yang menimpanya karena keadaan mental yang terganggu? Juga seperti apa penjelasan Tariq Ramadhan mengenai makna syariah dalam ranah hak asasi manusia?

HAM Perempuan di Indonesia

Secara tidak langsung hak asasi manusia memang sudah ada dan melekat dalam diri kita semua bahkan ia ada sejak kita lahir ke dunia. Hal ini senada dengan bunyi Pasal 3 Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Terjadinya kekerasan, pelecehan, dan segala perbuatan yang merugikan pada perempuan. Kerap kali menyebabkan terganggunya kesehatan mental perempuan yang membuat mereka tidak berani melaporkan kepada pihak yang berwajib. Mulai dari rasa malu untuk berbicara, takut, trauma, bahkan ancaman dari oknum kejahatan.

Kita sadari bahwa semua teori yang kita pelajari di bangku sekolah bahkan kuliah tidak semudah dengan apa yang kita bayangkan ketika menghadapi kasus pelecehan dan kekerasan pada perempuan di dunia nyata. Apalagi bagi mereka yang masih awam dan tidak memahami berlakunya hukum di Indonesia. Selain karena faktor psikologi terdapat beberapa faktor lain yang dapat kita pahami yakni keadaan ekonomi dan kurangnya alat bukti. Di mana dalam pelaporan kekerasan pada Komnas Perempuan dapat terbukti dengan keadaan badan akibat kekerasan tersebut seperti luka, lebam, dan lain sebagainya.

Namun jika keadaan perempuan tersebut adalah pelecehan seksual atas dirinya tentu hanya keberanian untuk berbicara dan kekuatan mental yang ia punya agar mendapatkan haknya kembali juga jaminan perlindungan atas dirinya.

Dalam lingkup yang lebih umum dan mudah kita temui pelaporan akan pelecehan terhadap perempuan dapat kita suarakan melalui Lembaga Bantuan Hukum yang ada di sekitar kita. Namun berdasarkan pengalaman yang ada, tentu tidak semua pelaporan yang kita sampaikan akan ditindaklanjuti oleh pihak yang berwajib dengan alasan satu dan lain hal.

***

Secara rasional kita dapat mengamati bahwa pelaporan pelecehan seksual bagi mereka yang berani menyuarakan saja tidak mendapatkan gubris dan tindak lanjut oleh pihak yang berwenang. Apalagi bagi mereka (perempuan) yang tidak berani menyuarakan atas hak asasinya. Sehingga secara tidak langsung hal ini memberikan rasa kekhawatiran dan ketakutan yang menyebabkan rasa tidak percaya diri dan berujung korban emban sendiri.

Pada permasalahan ekonomi Indonesia juga memberikan fasilitas yang berupa pelaporan secara cuma-cuma bagi mereka yang tidak mampu. Sebagaimana termaktub dalam Pasal 22 undang-undang nomor 18 tahun 2003 dan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia no. 1 tahun 2014. Maka kewaspadaan yang amat penting bagi perempuan untuk menangani kasus pelecehan seksual adalah kuatnya alat bukti dan keberanian untuk mengungkapkan kebenaran.

Sekalipun terbatas di dunia pendidikan dan pengetahuan. Yang terpenting adalah niat untuk belajar dan usaha untuk menyuarakan hal demikian melalui pemanfaatan teknologi yang beragam. Sebagai bentuk inspirasi bagi perempuan lainnya tanpa menge-judge keadaan mereka. Hal ini sebagai bentuk kepedulian terhadap kesehatan mental perempuan untuk mendapatkan haknya kembali.

Syariah dan HAM Menurut Tariq Ramadan

Tariq Ramadan sebagai salah satu tokoh yang berperan penting di dunia Islam kontemporer. Ia memberikan beberapa statement penting sebagai kata kunci untuk memahami makna syariah dalam Islam. Pertama, adalah bagaimana cara kita memahami identitas Islam yang terbentuk melalui dua cara yakni memiliki dasar yang berbeda dengan yang lain dan usaha untuk mendapatkan kesamaan. Perbedaan dasar yang tertuju kepada Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pedoman umat muslim. Yang berarti Islam adalah agama yang berada pada prinsip fundamental dan bukan berasal dari sifat kultural. Akan tetapi Islam juga terbuka terhadap hal-hal yang sifatnya kultural.

Kedua, loyalitas spiritual sebagai bentuk nilai kemanusiaan dengan contoh budaya seks bebas di Eropa. Dalam artian loyalitas seharusnya menekankan pada pemahaman umat muslim terhadap apa yang kita lakukan. Mampu mengikuti ajaran Tuhan dan menghindari segala tradisi yang tidak relevan dengan tradisi Islam. 

Secara lebih luas Tariq Ramadan membagi empat asas identitas Islam sebagai penekanan bagi umat muslim tanpa terikat dengan budaya manapun. Hal ini dapat kita pahami sebagai bentuk ketauhidan dan kekuatan aqidah terhadap umat muslim yang meliputi: keimanan sebagai pusat segala amalan yang terikat dengan agama, Al-Qur’an dan Sunnah selaku dasar atas setiap perintah dan larangan, adanya upaya untuk menyebarkan luaskan pendidikan Islam, dan menerapkan ajaran Islam dengan cara membentuk kepribadian Islami yang terbukti dalam bermuamalah.

***

Pemikiran Tariq Ramadan selalu berasaskan pada sumber tekstual yang seimbang dengan evolusi sejarah dan konteks geografi. Sehingga menghasilkan pendapat yang lebih modern dengan tetap mengikuti segala hal yang pernah Rasulullah Saw. praktikkan. Mengenai hak asasi, kesetaraan, dan prinsip keadilan dalam Islam seharusnya menjadi hukum yang mutlak dan tidak dapat berubah. Kecuali waktu dan pelaksanaannya yang dianggap relatif dan berubah-rubah seperti halnya perkembangan zaman. Hal ini terungkap dalam bukuya radical reform tentang gagasan pembaharuan agama (tajdid ad-din).

Penjelasan Tariq Ramadan mengenai hak asasi manusia, kesetaraan dan keadilan menurut syariah Islam tentu berdasarkan pada hukum yang berlaku (Al-Qur’an dan Sunnah). Sebagaimana tuntunan Rasulullah dalam menjaga keamanan dan perlindungan bagi setiap umat muslim. Juga sesuai dengan keperluan zaman dan bukan untuk mengikuti hawa nafsu belaka atau budaya yang tidak berhubungan dengan ajaran Islam. Seperti yang Allah firmankan dalam Q.S Al-Hujurat ayat 13. Maka jelaslah bahwa segala bentuk ketetapan atas hukum Islam adalah bersifat kekal. Apalagi perihal ibadah (hubungan dengan Tuhan) kecuali segala sesuatu yang berkaitan dengan muamalah sifatnya bisa berubah seiring perkembangan zaman.

Bagikan
Exit mobile version