f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
keluarga

Fatimah Suri Teladan bagi Keluarga dan Perempuan

Dewasa ini di dunia yang serba cepat, manusia banyak dikejar daftar kebutuhan, memahami cinta secara mendalam begitu sulit ditemukan. Akhirnya, cinta hari ini begitu kering dan layu. Tak heran, tingkat perceraian di Indonesia saat ini semakin meningkat setiap tahunnya. Katadata melaporkan pada tahun 2018, angka perceraian Indonesia mencapai 408.202 kasus, meningkat 9 % dari tahun sebelumnya. Sebagian besar penyebab perceraian di tahun 2018 adalah perselisihan dan pertengkaran dengan jumlah 183.085, adapun faktor ekonomi 110.909 kasus. Selain itu, suami/istri pergi (17.55 %), kekerasan dalam rumah tangga/keluarga (2, 15 %) dan mabuk (0,85 %). Hal yang mengejutkan, sebagian manusia hari ini justru menganggapnya biasa saja dan bahkan merasa bangga jika pernah bercerai. Ada istilah yang akrab di telinga kita “Janda Lebih Menggoda” atau “Duda Keren”. Ini merupakan simbol dari kemunduran bangsa kita.

Melihat realita di atas, saya hendak mengajak pembaca menelusuri kisah cinta yang agung, kisah keluarga sederhana yang telah berhasil menuntun istri, suami dan anak-anaknya menetap di surga. Kisah Fatimah Az-Zahra dan keluarga sebagai lambang keberhasilan mata air keteladan umat manusia. Meski ditimpa kekurangan keduanya mampu melewati fase pernikahan yang amat sukar. Mahar menikah pernikahan mereka tak lebih dari sepasang baju perang namun tak membuat mereka gentar mengarungi bahtera rumah tangga.

***

Selanjutnya, saya akan memulai bagaimana Fatimah Az-Zahra berperan di dalam kehidupan sehingga mampu menjadi keluarga sakinah, mawadah, warahmah. Setidaknya ada 3 peran Fatimah yang bisa kita teladani di dalam kehidupan. Peran sebagai anak, istri dan ibu. Pertama, peran sebagai anak, Fatimah kecil hidup dan tumbuh dalam rumah yang penuh dengan kalimat-kalimat kudus Allah Swt. Setiap melihat Fatimah, Rasul Saw. menyambut berdiri, mencium kepala dan tangannya. Demikian Rasul lakukan di tengah hegemoni budaya Arab jahiliah yang memandang anak perempuan bencana dan kehinaan.

Baca Juga  Emma Goldman: Pernikahan dan Cinta

Meski besar tanpa belaian sang ibu Khadijah, Fatimah di usia enam tahun senantiasa berusaha untuk menggantikan peran ibundanya membantu sang ayah. Dia begitu berbakti, menemani serta mendukung penuh risalah dakwah Rasul Saw. Kecintaan dan kekaguman kepada Fatimah, Rasul curahkan sebagaimana ketika Aisyah bertanya mengapa Rasul begitu mencintai Fatimah Az-Zahra?

Rasul menjawab “Wahai Aisyah, jika engkau tahu apa yang aku ketahui tentang Fatimah, niscaya engkau mencintainya sebagaimana aku mencintainya. Fatimah adalah darah dagingku, ia tumpah darahku. Barang siapa yang membencinya maka ia telah membenciku, dan barang siapa membahagiakanya ia telah membahagiakanku.” Bahkan sosok Fatimah menurut Ummu Salamah istri Rasul adalah orang yang paling mirip dengan Nabi Muhammad, baik pikiran maupun ucapan.

***

Di penghujung hayat, Rasul membisikan dua berita kepada Fatimah. Pertama, raut wajah Fatimah sangat sedih dan menangis karena ayahnya akan segera meninggalkan dunia untuk selamanya. Kedua, Fatimah tersenyum mendengar bahwa dia merupakan orang yang pertama dan segera menyusulnya. Dalam lembaran sejarah dikisahkan hanya berselang 70 hari setelah Rasul wafat, Fatimah menyusul ayahnya. Suatu hadis menyebutkan, Jibril pernah mendatangi Nabi Muhammad Saw. dan berkata “Sesungguhnya  Fatimah adalah penghulu seluruh wanita surga.” (HR. Al Hakim)

Kedua, Fatimah sebagai istri. Di dalam buku Filsafat Perempuan Dalam Islam karya Syahid Murthadha Muthahari, di awal akan berkeluarga, Nabi memberikan kesempatan penuh untuk memilih suami kepada putri beliau Fatimah Az-Zahra, pada saat Ali Bin Abi Thalib menghadap Nabi Muhammad untuk melamar Fatimah Az-Zahra, Nabi SAW berkata “Beberapa orang sudah datang kepadaku hendak melamar Az-Zahra, namun karena nampak rasa tidak suka di wajah Zahra, ia menolak mereka. Sekarang aku akan beritahu dia perihal permohonanmu ini,” Nabi menemui putrinya, kemudian menyampaikan masalah ini kepadanya. Mendengar hal itu, kali ini raut wajah Fatimah tidak memperlihatkan penolakan dia mengungkapkan persetujuanya kemudian Nabi meninggalkan Fatimah seraya mengucap takbir Allahuakbar (Allah Maha Besar).

Baca Juga  Salma Salsabil; Tidak Ada Kata Menyerah untuk Prestasi
***

Seperti kita tahu, Fatimah dan Ali hidup di dalam kesederhanaan. Ibrahim Amini di dalam buku Fatimah Az-Zahra Wanita Teladan Sepanjang Zaman menyebutkan bahwa Fatimah di dalam rumah hanya memiliki 19 item, diantaranya, gamis; kerudung; sutera hitam dari khaibar; ranjang yang berpita; dua buah kasur dari tenunan mesir, satu berisi ijuk, satu berisi bulu kambing, bantal dari kulit; tirai dari bulu; tikar; gilingan tangan, tempat air dari kulit; bejana; gelas besar; wadah kecil untuk air; tempayan cangkir; mantel dan yang lainya. S Mahdi Ayatullahi bahkan mengatakan ketika berumah tangga, Fatimah hanya memiliki 1 kamar di samping masjid Nabi Saw. Kisah ini tertera nyata di buku Siti Fatimah Az Zahra Penghulu Kaum Wanita.

Sekalipun rumah tangganya ditimpa kepedihan dan kekurangan, khususnya di sektor ekonomi, Fatimah tetap setia menemani perjuangan Ali bin Abi Thalib. Dari mereka kita belajar bahwa sejatinya ijab kabul pernikahan bukan sekedar ucapan singkat antara suami dan ayah/wali melainkan keduanya telah bersumpah dan mengikat janji di hadapan Allah Swt. untuk melepaskan keegoisan kedua pasangan (berhala diri). Keegoisan mereka lebur untuk tetap berpegang teguh di jalan Allah, taat pada aturannya dan membela kebenaran.

Fatimah senantiasa mendukung perjuangan Ali, pembelaanya terhadap Islam sebagai risalah ayahnya ia lanjutkan. Rumahnya ia jadikan benteng perlindungan bagi suami dari letihnya kehidupan dan mengembalikan kekuatan. Di akhir kehidupan, Fatimah Az-Zahra bertanya kepada suaminya Ali, “ahai Suamiku, pernahkah selama pernikahan denganmu dan mengarungi bahtera rumah tangga ini, engkau dapati aku ini berbohong, khianat, dan tidak taat atas perintahmu?”

Ali menjawab dengan haru “Wahai Fatimah, engkau adalah orang yang paling takut dan bertaqwa kepada Allah, bagaimana mungkin engkau melakukan hal itu.” Ini pertanyaan mendalam sebagai ibrah, Fatimah menanyakan hal sederhana tentang nafkah yang Ali beri. Takut tidak amanah dan khianat tidak difungsikan dengan benar, tentang keluar tanpa izin, tentang hal-hal dasar etika istri berumah tangga.

Baca Juga  Hellen Keller: Aktivis Pendobrak Keterbatasan
***

Ketiga, Fatimah sebagai Ibu. Dari rahim Fatimah lahirlah putra putri bernama Hasan, Husein, Zainab dan Kulsum. Kedua putra Fatimah disebutkan dalam sabda Nabi “Hassan dan Husain adalah pemimpin pemuda penghuni surga.” (HR. Ahmad). Fatimah juga mengajarkan kedua putrinya Zainab dan Ummu Kulsum tentang pelajaran berkorban, penebusan diri dan keteguhan menghadapi penguasa zalim.

Dalam suatu riwayat diceritakan Fatimah dipenghujung ajal tiba, dalam kondisi sakit tertatih-tatih memandikan dan menjamu ketiga anaknya, hal itu ia lakukan supaya anak-anaknya mengingat bahwa sang bunda mencintai mereka. Fatimah tak tega kelak anak-anaknya menjadi piatu tanpa kasih sayang sang ibu.

Syahdan, Keluarga Fatimah Az-Zahra telah mengajarkan banyak hikmah kepada kita tentang berumah tangga. Semoga keluarga kita senantiasa Allah bimbing menuju surganya, dirawat hingga akhir hayat. Amin.

Bagikan
Comments
  • Hafsah

    Mantap. Semangat

    Juni 21, 2021
Post a Comment