Site icon Inspirasi Muslimah

Antara Kaf dan Nun

bakat

Mata Mirna berkaca-kaca saat berdiri di depan sebuah cermin di sudut ruangan kamar. Sambil menggendong gadis kecil manis dipangkuannya. Kali ini dia ingin menangis untuk menumpahkan sesak. Karena apa yang dulu Dokter katakan tentang gadis kecilnya sekarang sudah tidak terlihat lagi.

Masih kuat ingatan Mirna 2 tahun lalu, Dokter mendiagnosa gadis kecilnya pengidap down syndrom atau memiliki kelainan genetik yang mengakibatkan keterlambatan dalam perkembangan dan intelektual.

***

Cerita berawal ketika Mirna pergi ke Dokter Spesialis Anak untuk memberikan Imunisasi Dasar lanjutan setelah bayinya berusia 3 bulan. Sesampai di rumah sakit, Mirna mengambil antrian kemudian menunggu sesaat karena Dokter masih memeriksa pasien lain. Sesekali Mirna memandang gadis kecilnya yang tertidur lelap.

Terdengar panggilan kalau saatnya giliran Mirna. Dengan penuh kasih sayang dan pelan Mirna menaruh bayinya. Hanya terdengar sedikit rengekan ketika jarum suntik menembus lapisan kulit paha gadis kecil Mirna. Kemudian kembali tertidur.

Down syndrom ya, Dok?” Kata salah satu perawat sambil mengambil dan menaruh bayi itu kepangkuan Mirna.

“Iya, kasian adek kecil, padahal sebelumnya saya ragu, karena dari ciri-ciri yang tampak tidak begitu jelas bahwa dia mengidap down syndrom.” Jawab Dokter pada Perawat.

Meskipun Mirna tidak tau artinya karena asing di telinga, tapi entah kenapa darah Mirna berdesir kencang, Mirna cemas, Mirna takut. Akhirnya Mirna memberanikan diri bertanya apa itu down syndrom.

“Anak seribu wajah apa ibu tau?” Kata Dokter ke arah Mirna.

Mirna mengangguk karena dia pernah mendengar julukan itu diberikan kepada anak tetangganya. Anak yang ada kelainan, mempunyai dunianya sendiri, tidak respon dengan sekitar dan wajahnya khas dan istimewa. Dan perkembangannya intelektualnya lambat. Cirinya lagi mereka mempunyai wajah yang hampir sama meski di manapun daerahnya.

Gemetaran tubuh Mirna mendengar perkataan Dokter. Kenapa dia tidak menyadarinya. Kenapa dia tidak tahu kalau anaknya seperti ciri-ciri yang telah Dokter katakan.

Kaki Mirna serasa tidak menginjak lantai, Badannya seakan melayang. Kata-kata Dokter membuat goncangan hebat di hatinya. Dia coba menepi mencari tempat duduk di sebuah lorong tunggu Rumah Sakit yang sepi. Menumpah air mata yang dari tadi memaksa keluar. Menatap putri kecil semata wayang yang ada di pangkuannya.

***

Sepanjang perjalanan pulang Mirna menangis, tak kuasa menahan lagi air mata yang memaksa keluar. Sampai di rumah, Mirna bergegas ke kamar, menatap cermin sambil menggendong gadis kecilnya. Mirna pun merasa ada yang beda dari raut wajah anaknya. Seperti ada sesuatu yang aneh dan tidak wajar. Didekaplah gadis kecil itu sambil belinang air mata, tak terkira sedihnya Mirna.

Siang dan malam Mirna terus berdoa. Tidak dia biarkan setetes airmatanya pun mengalir kecuali membawa setiap doa yang khusus untuk gadis kecilnya. Semoga diagnosa Dokter itu salah, keliru dan anaknya bukanlah seperti yang dikatakan Dokter.

Sepertiga malam Mirna pun selalu diisi dengan bertahajjud, bermunajat di antara nyanyian jengkrik yang bersahutan. Memohon kepada Allah kalau apa yang di katakan Dokter itu keliru adanya. Berharap penuh hanya kepada Allah, karena Allah yang berkuasa atas segala sesuatu. Tidak ada yang tidak mungkin kalau kita memohon hanya kepada Allah. Itu yang selalu menjadi motto hidup Mirna.

***

Bulan berikutnya Mirna berkunjung lagi karena jadwalnya memberikan Imunisasi lanjutan untuk gadis kecilnya. Kali ini langkah kakinya gontai karena dia masih ingat diagnosa Dokter bulan lalu. Dari dalam ruangan Dokter menyambut hangat Mirna dan anaknya. Apa yang di katakan Dokter kali ini membuat Mirna menganga, airmatanya menetes. Setelah memberikan suntikkan Dokter menatap Mirna dengan rasa bersalah.

“Bu, maafkan saya. saya salah. Anak ibu lincah dan anak ibu aktif kok, dia merespon juga berusaha berinteraksi dengan kita walaupun cuma dari lirikan mata dan senyum kecil di wajahnya. Kaki dan tangannya pun aktif”. Dokter menjelaskan.

Dan Dokter berkata kalau anaknya tidak mempunyai kelainan seperti yang disebutkan bulan yang lalu.

Mirna menangis, kali ini tangis bahagia. Allah telah mengabulkan semua doanya. Tidak ada yang tidak mungkin kalau Allah sudah berkehendak meskipun Dokter sudah memvonis kelainan pada anaknya. Seperti kejadian yang dialami Mirna.

Sebelumnya pun Mirna percaya karena Dokter itu sudah berpengalaman. 20 tahun menjadi Dokter Anak tentu dia sudah hapal dengan segala kelainan-kelainan yang tampak. Berdasarkan ciri-ciri yang nampak nyata, tapi semua rahasia Allah.

Kita boleh menerka dan mengira-ngira. Tapi tidak ada yang tidak mungkin kalau Dia sudah berkehendak. Antara Kaf dan Nun “Kun Fayakuun“. Kalau Allah sudah berkehendak, tidak ada yang tidak mungkin. Mudah bagi Allah untuk mengabulkan doa apa yang kita panjatkan.

“Sesungguhnya urusan_Nya, apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya. Jadilah maka jadilah iya”

(Surah Yasin ayat 82).

Wallahua’alam

Bagikan
Exit mobile version