f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
kekerasan pada anak

Upaya Mereduksi Kekerasan Seksual pada Anak Lewat Pola Komunikasi Islam

Beberapa waktu terakhir marak terjadi kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak sebagai korban serta kasus serupa yang tak pernah usai di ruang sosial maupun hukum. Mengapa demikian?

Baiklah, mari kita ingat-ingat kembali beberapa kasus kekerasan seksual yang terjadi baru-baru ini.

Pertama, kasus pencabulan 30 siswi yang dilakukan oleh oknum guru agama SMPN 1 Gringsing Batang, Senin, 29 Agustus 2022. Pelaku diduga melakukan pencabulan melalui modus sebagai aktivis OSIS di sekolah tersebut.

Kedua, kasus pelecahan seksual dengan sodomi 21 anak laki-laki dengan rentang usia 8-11 tahun, dan berlangsung 3 tahun. Pelakunya merupakan warga Kota Batang sebagai guru les rebana. Hal tersebut dilakukan akibat pelaku pernah menjadi korban dan patah hati kepada kekasihnya yang memilih menikah dengan orang lain.

Ketiga, kasus pemerkosaan yang dilakukan empat kakek-kakek terhadap seorang anak berumur 12 tahun di Kabupaten Banyumas, hingga korban hamil.

Keempat, kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh guru TPQ di Desa Keputon, Blado, Batang kepada muridnya yang berusia 5 tahun.

Terakhir, kasus pemerkosaan oleh enam remaja di Brebes, korbannya adalah anak usia 15 tahun, namun misrisnya berakhir damai. 

Berbagai peristiwa tersebut menunjukkan anak-anak adalah kelompok yang sangat rentan terhadap kekerasan seksual. Hal ini terjadi karena anak-anak selalu menjadi “lemah” atau karakter yang lemah tidak berdaya. Mereka biasanya bergantung pada orang dewasa di sekitarnya.

Dari banyak kasus kekerasan seksual, hampir seluruh pelaku merupakan orang yang dekat dengan korban. Bahkan tidak sedikit pelakunya adalah yang memiliki dominasi atas korban, sebagai orang tua dan guru misalnya. Tidak ada fitur khusus atau tipe kepribadian yang dapat diidentifikasi pelaku kekerasan seksual seorang anak. Artinya dengan kata lain, siapa pun bisa menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

Baca Juga  Catatan Awal Tahun: Menolak Lupa Indonesia Darurat Kekerasan Seksual
Kekerasan Seksual pada Anak

Ricard J. Gelles memaparkan bahwa kekerasan terhadap anak adalah perbuatan kerusakan yang disengaja atau bahaya bagi anak-anak (fisik, atau emosional). Terhadap bentuk-bentuk kekerasan anak-anak dapat diklasifikasikan sebagai kekerasan-kekerasan fisik, mental, pelecehan seksual dan kekerasan sosial, serta kekerasan seksual terhadap anak. Menurut End Prostitusi Anak di Pariwisata Asia (ECPAT) Internasional, kekerasan seksual terhadap anak adalah sebuah hubungan atau interaksi antara anak dan (orang yang) lebih tua atau dewasa seperti orang asing, saudara kandung, dll. Orang tua di mana anak digunakan sebagai subjek kepuasan kebutuhan seksual. Fungsi ini dilaksanakan atas dasar pemaksaan, ancaman, suap, penipuan bahkan bahaya serius. Terhadap kekerasan seksual anak belum tentu bagian dari kontak masalah antara penjahat dan anak korban bentuk kekerasan seksual itu sendiri bisa pemerkosaan ataupun pencabulan.

Pelecehan seksual terhadap anak adalah ketika seseorang menggunakan seorang anak untuk kesenangan atau kepuasan seksual. Namun, tidak terbatas pada aktivitas seksual, tetapi juga mencakup perilaku yang mengarah pada aktivitas seksual dengan seorang anak. Seperti menyentuh tubuh anak secara seksual, baik anak tersebut berpakaian atau tidak; semua bentuk aktivitas seksual penetrasi, termasuk seks oral pada seorang anak dengan objek atau bagian tubuh; mendapatkan atau memaksa seorang anak untuk berpartisipasi dalam aktivitas seksual; dengan sengaja terlibat dalam aktivitas seksual di hadapan seorang anak, atau gagal melindungi dan mencegah seorang anak untuk menyaksikan aktivitas seksual orang lain; gambar atau film tentang adegan; gambar, foto atau film yang memperlihatkan aktivitas seksual anak.

Dampak Mengerikan terhadap Anak

Kekerasan seksual terhadap anak berdampak pada emosi dan fisik korban. Secara emosional, korban kekerasan seksual mengalami stres, depresi, syok psikologis, perasaan bersalah dan menyalahkan diri sendiri, serta takut menjalin hubungan dengan orang lain. Gambaran kejadian di mana anak terpapar kekerasan seksual, di antaranya : mimpi buruk, susah tidur, ketakutan terhadap benda terkait dengan penyalahgunaan, objek, bau, tempat, dokter, masalah harga diri, disfungsi seksual, nyeri kronis, kecanduan, pikiran untuk bunuh diri, penyakit fisik, dan kehamilan yang tidak diinginkan.

Baca Juga  Peran Orang Tua dalam Antisipasi Kekerasan Seksual pada Anak

Selain itu, korban juga bisa terkena gangguan mental. Seperti gangguan stres pascatrauma, kecemasan, gangguan mental lainnya termasuk gangguan kepribadian dan gangguan identitas disosiatif, viktimisasi orang dewasa, bulimia nervosa, bahkan cacat fisik pada anak-anak.

Secara fisik, korban mengalami kehilangan nafsu makan, gangguan tidur, sakit kepala, rasa tidak nyaman pada vagina atau alat kelamin, berisiko terkena penyakit menular seksual, luka akibat kekerasan pemerkosaan, kehamilan yang tidak diinginkan, dan lain-lain. Sementara itu, kekerasan seksual yang dilakukan anggota keluarga merupakan salah satu bentuk inses dan dapat menimbulkan trauma psikologis yang lebih serius dan berkepanjangan. Terutama dalam kasus inses orang tua.

Lantas Bagaimana Mereduksinya?

Komunikasi Islam telah mempunyai titik fokus dalam teori-teori komunikasi yang dikembangkan oleh cendikiawan muslim. Posisi utamanya adalah sebagai ujung tombak solusi alternatif perihal komunikasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang sesuai dengan fitrah manusia. Seperti dalam perkataan Kyai Mustofa Bisri, “Tetaplah menjadi manusia, mengertilah manusia, dan manusiakanlah manusia.” Sehingga, komunikasi Islam merupakan proses penyampian informasi yang berlandaskan prinsip dan kaidah komunikasi dalam rujukan yang menyangkut Al-Qur’an yang telah diyakini secara menyeluruh untuk merubah perilaku dan pola pikir manusia.

Begitu pula dengan proses komunikasi Islam sebagai bentuk penawaran sebuah solusi untuk mereduksi kekerasan seksual dalam lingkungan. Harus memiliki keterkaitan dari unsur-unsur komunikasi islam itu sendiri. Yakni bagian dari komponen unsur komunikasi dakwah yang terdiri dari unsur seperti da’i, mad’u, pesan ataupun risalah, media sarana, metode, dan umpan balik. Semua unsur-unsur senantiasa saling berkaitan satu sama lain. Karena apa pun yang dicapai oleh seseorang tanpa menggunakan unsur-unsur di atas akan sulit dikatakan sebagai proses komunikasi Islam.

Baca Juga  Tiga Anak Saya Diperkosa, Saya Lapor ke Polisi. Polisi Menghentikan Penyelidikan.

Sebagaimana diperjelas oleh Syekh Ali Mahfudz yang berkata, “Dakwah ialah mendorong manusia agar memperoleh kebaikan dan sesuai dengan petunjuk. Yakni menyeru mereka berbuat kebaikan dan melarang mereka dari perbuatan munkar agar mereka mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.”

Jika diringkas, dakwah merupakan sebagai bentuk usaha menyampaiakan, mengajak, atau mempengaruhi orang lain. Juga bertujuan untuk mewujudkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat melalui penerapan ajaran-ajaran Islam. Namun adanya misi dakwah, jika tidak dicapai melalui tindakan komunikasi Islam, jelas tidak akan memberikan perubahan bahkan semakin bertambahnya perbuatan yang munkar.

Komunikasi Islam menjadi instrumen penting dalam merefleksikan proses dakwah. Mengajak kepada perilaku dan pola komunikasi yang baik berlandaskan sumber dari Al-Qur’an dan hadis. Hal ini dianjurkan bagi setiap muslim untuk melakukan dakwah perorangan maupun kelompok, dengan mengajak kepada perilaku dan perbuatan baik yang diawali dari cara-cara komunikasi baik.

Bagikan
Post a Comment