f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
pernikahan dini

Pernikahan Dini, Kehamilan dan Abainya Negara

Pernikahan dini akibat kehamilan di lura nikah mengalami peningkatan di Indonesia. Berdasarkan data permohonan dispensasi nikah (Diska), pada tahun 2022, ada permohonan sebanyak 15.212 kasus di Jawa Timur. Menurut Ketua Lembaga Perlindungan Anak di Jawa Timur, Anwar Solikin, dari sekian banyak pengajuan dispensasi nikah bagi anak-anak, sekitar 70 persennya disebabkan karena mereka telah hamil terlebih. Fenomena ini juga terjadi di daerah lainnya.

Kondisi demikian menunjukkan bahwa terjadi persoalan krusial dalam penanganan pernikahan ideal. Banyaknya pernikahan dini dapat menjadi ancaman bagi pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan untuk masyarakat. Bahkan, di sisi lain pernikahan dini dapat merampas hak seorang anak.

Bahwa antara dispensasi nikah dengan kehamilan di luar nikah harus dipisahkan duduk persoalannya. Jangan sampai fenomena tingginya permintaan dispensasi nikah akibat kehamilan di luar nikah yang terjadi di beberapa daerah menjadikan publik menjustifikasi  moral generasi muda bobrok.

Dispensasi nikah sebagai produk hukum perdata di Indonesia merupakan upaya untuk menangani pernikahan di bawah umur yang kerap terjadi di masyarakat dengan berbagai alasan. Tidak sekadar akibat kehamilan di luar nikah, bisa juga akibat perjodohan dan lain sebagainya. Sebagai sebuah produk hukum, dispensasi nikah dapat diuji dan dievaluasi dalam penerapannya selama ini.

Sedangkan fenomena kehamilan di luar nikah saat ini masih dianggap sebagai persoalan budaya masyarakat. Budaya masyarakat menganggap bahwa kehamilan di luar nikah adalah pelanggaran syariat, dan menjadi aib di masyarakat. Sehingga banyak kasus penyelesaian kasus kehamilan di luar nikah dengan cara dinikahkan melalui dispensasi nikah.

Langkah Preventif

Padahal pernikahan dini dengan dispensasi nikah, terkhusus akibat kehamilan di luar nikah akan menimbulkan permasalahan di kemudian hari, baik persoalan pada kesehatan, kekerasan dalam rumah tangga hingga menyebabkan perceraian dini. Karena suami maupun istri yang masih anak-anak akan gegabah menyelesaikan masalah, sehingga rentan sekali timbulnya perpecahan berujung perceraian.

Baca Juga  Refleksi 91 Tahun Sumpah Pemuda di Era Digital

Kehamilan di luar nikah memerlukan pendekatan hukum dari pemerintah sebagai langkah preventif. Pendekatan hukum di sini bukan di maknai sebagai penerapan pidana. Melainkan upaya regulatif untuk menekan munculnya kehamilan di luar nikah pada anak usia di bawah umur.

Bukan sekadar sosialisasi bahayanya pergaulan bebas atau seks di luar nikah. Tetapi ada intervensi dari pemerintah agar semua elemen harus menjaga supaya anak-anak tidak mengalami kehamilan di luar nikah. Baik di sekolah, keluarga maupun lingkungan masyarakat perlu digalakkan edukasi tentang kesehatan seksual (selama ini dianggap tabu) bagi anak-anak. Dan pemerintah memiliki peran signifikan untuk mengakomodir kepentingan ini dengan pendekatan regulasi.

Begitu pun ketika terjadi kehamilan di luar nikah bagi anak-anak, perlu ada regulasi yang tepat untuk menanganinya. Bukan sekadar diizinkan menikah melalui dispensasi nikah, karena itu tidak menyelesaikan persoalan. Harus ada upaya-upaya lain, seperti pendampingan baik secara psikologis maupun sosial, pelatihan dan pembekalan menjadi orang tua dan hal lain yang diperlukan dalam rangka meningkatkan kemampuan mereka yang akan menjadi orangtua dini. Karena jika tidak demikian, anak-anak yang lahir akan terlantar, orang-orang tua yang melahirkan akan lari dari tanggungjawab dan siklus kehamilan di luar nikah akan selalu terulang.

Negara Harus Hadir

Pernikahan adalah ikatan suci antar dua insan yang saling mencintai untuk sehidup semati. Bukan hanya untuk tujuan seksualitas saja, menikah berarti siap untuk melangkah bersama mengarungi kerasnya kehidupan. Maka tidak heran bila dalam Undang-Undang Perkawinan, tujuan pernikahan adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, pada pasal selanjutnya diatur pula tentang batas usia pernikahan bagi laki-laki dan perempuan, yaitu minimal berusia 19 tahun. Tentu ini menjadi langkah preventif Negara dalam mengelola kesejahteraan rakyatnya. Tidak bisa dipungkiri bahwa salah satu faktor persoalan kesejahteraan sosial dipengaruhi oleh pasangan yang terlalu dini, sehingga tidak memiliki kesiapan, baik mental maupun finansial. Sehingga pernikahan dini akibat kehamilan yang tidak diinginkan merupakan sebuah persoalan krusial dalam memajukan bangsa. Ada banyak hal yang perlu dilakukan agar fenomena ini dapat diakhiri. Mulai dari pembangunan paradigma pernikahan ideal sesuai undang-undang, pendampingan terhadap anak-anak yang menikah dini karena kehamilan serta edukasi tentang seks dan gender bagi anak-anak. Dan untuk mewujudan itu Negara harus hadir.

Bagikan
Post a Comment