f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
penunda haid

Mengkonsumi Obat Penunda Haid Menurut Perspektif Fikih

Insyaallah bulan Ramadaan akan tiba tidak kurang dari 80 hari lagi. Di bulan yang sangat mulia itu, Allah mewajibkan kepada setiap muslim untuk melaksanakan puasa Ramadhan. Baik laki maupun perempuan yang sudah baligh, Allah Swt mewajibkannya untuk melaksanakan puasa tersebut. Kadang, akan menjadi sebuah problem ketika seorang perempuan mengalami haid di bulan Ramadan, padahal ia sangat ingin sekali untuk melaksanakan puasa di bulan mulia itu. Salah satu jalan yang sering ditempuh supaya tetap bisa melaksanakan puasa di bulan itu ialah dengan mengkonsumsi obat penunda haid. Lantas, bagaimana para ulama memandang hukum mengkonsumi obat penunda haid demi terlaksananya ibadah tersebut dengan lancar?

Pendapat Ulama

Dalam hal ini, kebanyakan ulama mengatakan bahwa mengkonsumsi obat pencegah haid dengan tujuan supaya bisa melakukan puasa Ramadan atau ibadah lain dengan sempurna itu boleh. Dengan syarat, ketika perempuan itu mengkonsumsi obat tersebut, tidak menyebabkan suatu penyakit atau madharat lain yang lebih besar. Hal ini sebagaimana pendapat Prof. Dr. Abdullah bin Muhammad Ath Thayyar, Prof. Dr. Abdullah bin Muhammad Al Muthlak dan Dr. Muhammad bin Ibrahim Al Musa dalam kitabnya Al Fiqhul Muyassar sebagai berikut :

اِسْتِعْمَالُ الْمَرْأَةِ حُبُوْبَ ‌مَنْعِ ‌الْحَيْضِ إِذَا لَمْ يَكُنْ عَلَيْهَا ضَرَرٌ مِنَ النَّاحِيَةِ الصِّحِّيَّةِ، فَإِنَّهُ لَا بَأْسَ بِهِ، بِشَرْطِ أَنْ يَأْذَنَ الزَّوْجُ بِذَلِكَ

“Ketika ada  seorang perempuan yang mengkonsumsi obat pencegah haid, apabila tidak ada madharat dari segi kesehatan maka hukumnya ialah boleh. Dengan syarat, suaminya memberikan izin atas hal itu.”

Namun, dalam kitabnya tersebut, beliau memberikan sebuah catatan bahwa menurut sepengetahuan beliau, mengkonsumsi obat pencegah haid itu sebenarnya memadharati tubuh. Hal itu karena haid itu ialah fithrah dan kebiasaan bulanan seorang perempuan. Apabila fitrah dan kebiasaan bulanan itu dicegah, maka tentu akan menyebabkan suatu hal yang tidak baik. Selain itu, dengan menkonsumsi obat pencegah haid maka kebiasaan bulanan itu bisa kacau. Kadang, terasa sudah aman dengan tidak keluar haid, ternyata secara tiba-tiba, darah haid itu keluar. Hal itu akan berimbas kepada salat, puasa bahkan hubungan antara istri dengan suaminya.

Baca Juga  Begini Cara Membayar Fidyah Puasa

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, beliau menyampaikan bahwa mengkonsumsi obat penunda haid itu boleh apabila memang ada keperluan untuk hal itu. Seperti mencegah haid supaya haji atau umrohnya lancar dan bisa puasa Ramadan selama satu bulan penuh. Beliau kembali menandaskan, bahwa bolehnya memakai obat ini apabila memang diperlukan. Apabila hanya karena takut haid atau tidak rela dengan haid yang ia alami, maka mengkonsumi obat pencegah haid itu tidak boleh. (Al Fiqhul Muyassar, 9/20).

Pendapat ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Drs. Sudjari Dahlan, ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur 1995-2000. Beliau mengatakan bahwa mengkonsumsi obat penunda haid dengan tujuan untuk melaksanakan rukun haji itu hukumnya boleh. Tentu, apabila dalam haji boleh, begitu halnya dalam hal puasa. KH. Muammal Hamidy juga berpendapat bahwa mengkonsumsi obat tersebut tidak mengapa karena tidak ada dalil spesifik yang menyatakan hukum hal itu. Dalam kaedah ushul fiqh disebutkan, asl ashlu fil asy’yai al ibahah, hukum asal segala sesuatu adalah boleh. Dengan demikian, mengkonsumi obat pencegah haid menurut Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jatim itu boleh.

Pendapat Nahdlatul Ulama (NU) dalam hal ini pun tidak jauh berbeda dengan ulama-ulama lain. Mereka mengatakan bahwa mengkonsumi obat penunda haid dengan tujuan supaya sempurna dalam melakukan suatu ibadah itu boleh. Mereka menukil apa yang disampaikan oleh Prof. Dr. Muhammad Ibrahim Al Hafnawi, seorang Guru Besar Ushul Fiqh di Fakultas Syariah dan Hukum di kota Thantha sebagai berikut :

وَتَنَاوُلُ هَذِهِ الْحُبُوْبِ لِأَجْلِ الصَّوْمِ لَيْسَ مَمْنُوْعًا شَرْعًا لِأَنَّهُ لَا يُوْجَدُ دَلِيْلٌ عَلَى الْمَنْعِ إِلَّا إِذَا ثَبَتَ أَنَّهُ يَلْحَقُ الضَّرَرُ بِالْمَرْآةِ لِقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ . فَفِى هَذِهِ الْحَالَةِ يَحْرُمُ تَنَاوُلُهاَ لِذَلِكَ . فَمِنَ الْأَفْضَلِ عِنْدَ إِرَادَةِ تَنَاوُلِهَا مُشَاوَرَةِ طَبِيْبٍ مُخْتَصٍّ إِلَّا إِذَ كَانَتْ مُعْتَادَّةً عَلَيْهَا وَلَا يَلْحَقُهَا ضَرَرٌ بِسَبَبِهَا . وَاللهُ أَعْلَمُ

Baca Juga  Perempuan, Negara, dan Belenggu Patriarki

“Mengkonsumi obat-obatan ini karena ingi melaksanakan puasa itu tidak dilarang menurut syariat. Hal iatu karena tidak ada dalil yang menunjukkan larangan atas hal itu. Kecuali apabila ada madharat bagi perempuan tersebut (maka tidak boleh), sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, laa dharara wa laa dhirara (tidak boleh ada madharat dan tidak boleh memadharati). Maka apabila keadaan seperti ini, tidak boleh megkonsumsi obat tersebut. Maka yang paling baik ketika ingin mengkonsumi obat ini ialah bertanya kepada dokter spesialis kecuali apabila ia sudah terbiasa mengkonsumi obat itu dan tidak ada madharat sama sekali. Wallahu a’lam.”

Dari semua pemaparan ini dapat disimpulkan bahwa mengkonsumi obat pencegah haid itu boleh dengan syarat apabila tidak ada madharat dalam hal itu. Madharat itu pun bermacam-macam. Madharat untuk diri sendiri atau kepada orang lain. Selama itu semua bisa dihindari, maka tidak mengapa mengkonsumi obat ini. Wallahu a’lam.

Bagikan
Post a Comment