f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
pekerja rumah tangga

Pekerja Rumah Tangga: Asa di Tengah Kerentanan dan Perbaikan Undang-Undang

Ada yang belum tertuntaskan bila kita berbicara mengenai nasib Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Indonesia. Sekian tahun mereka mengalami posisi yang rentan sebagai pekerja informal. Keberadaan mereka masih terancam sebagai korban diskriminasi, kekerasan, dan kurangnya jaminan kesejahteraan serta payung hukum yang kuat. Tak jarang, pemberitaan di media mewartakan kasus pekerja rumah tangga yang menjadi korban kekerasan, tidak dipenuhinya hak-hak mereka, sampai menjadi korban pembunuhan.

Seperti yang dihimpun oleh Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT); sepanjang tahun 2012-2021 terdapat 400-an kasus pekerja rumah tangga yang mengalami kekerasan dalam lingkup ruang kerja mereka. Mirisnya lagi, 84% pekerja rumah tangga yang disurvei lembaga ini pada bulan Agustus 2021, tidak mendapat jaminan kesehatan nasional. Hal ini, membuat kita bertanya, mengapa minim sekali kepedulian terhadap pekerja rumah tangga? Apa peran pemerintah untuk menanggulangi permasalahan ini? Bagaimana meningkatkan jaminan sosial dan pemenuhan hak-hak mereka?

Sebenanya, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah menerbitkan regulasi yang melindungi para pekerja rumah tangga di Indonesia. Regulasi itu berbentuk Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT); yang mengatur perjanjian kerja, pemenuhan hak-hak pekerja, jaminan sosial dan kesehatan, serta terciptanya lingkungan kerja yang layak. Kendati demikian, peraturan ini tidak bersifat mengikat; sehingga dalam beberapa kasus penyelewengan hak-hak atau kasus kekerasan yang dialami oleh PRT, mereka memiliki posisi yang lemah.

Payung hukum yang melindungi mereka tidak bisa secara maksimal menanggulangi permasalahan yang ada. Padahal kekerasan yang terjadi kerap berada dalam ruang lingkup yang tertutup; sementara para PRT menempati posisi yang lemah dalam relasi dengan majikan mereka. Dalam beberapa kasus mereka tidak memiliki suara, keberanian, dan kekuasaan yang seimbang; sehingga membuat mereka tidak memiliki daya walau sebatas untuk melaporkannya.

Pentingnya Jaminan dan Perlindungan Sosial bagi PRT

Para pekerja rumah tangga seharusnya memiliki Jaminan dan perlindungan sosial . Setidaknya, perlu beberapa strategi yang berorientasi jangka panjang untuk mengatasi permasalahan ini. Aktor yang bertindak di dalamnnya pun mesti datang dari seluruh pihak.

Baca Juga  Peran Orang Tua Bagi Masa Depan Anak

Pertama, pemerintah sebaiknya segera mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PRT) yang sejak tahun 2004 diperjuangkan lembaga yang peduli dengan isu pekerja rumah tangga ini. Kendati saat ini undang-undang ini telah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional 2022, tetapi pemerintah masih belum juga mengesahkannya sebagai undang-undang.

Masih ada fraksi DPR yang menentang undang-undang ini. Padahal keberadaan undang-undang ini akan memberi jaminan yang lebih kuat terhadap nasib PRT di Indonesia. Ketimbang regulasi Permenaker Nomor 2 Tahun 2015, undang-undang ini dirasa lebih mengikat; sebab para PRT memiliki perlindungan sosial dan hukum yang nyata.

Selain itu pengesahan undang-undang ini sejalan dengan diratifikasinya konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor 189 tentang Pekerja Rumah Tangga yang melindungi PRT dan menetapkan hak-hak yang berkaitan dengan jam kerja, hak libur, dan hak-hak normatif mereka sebagai pekerja (Komnas Perempuan, 2021).

Selanjutnya, pemerintah juga mesti menimbang lagi untuk meratifikasi konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor 190 tentang Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja. Ratifikasi ini diperlukan sebab akan tercipta undang-undang yang peduli terhadap kasus kekerasan di ranah pekerja, khususnya bagi pekerja rumah tangga. Apalagi, sebagai pekerja informal, PRT sangat rentan menjadi korban kekerasan baik itu secara fisik atau psikis.

Posisi mereka yang terjebak dalam relasi kuasa yang tak seimbang, juga ketidakberadaan undang-undang kuat yang menjamin merekal; membuat mereka rentan terhadap segala bentuk kekerasan tersebut. Namun, dengan ratifikasi ini, PRT akan memiliki payung hukum yang kuat dan mendapat perlindungan dari otoritas pemerintah yang terjamin. Dengan kombinasi ratifikasi ini, maka RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PRT) akan memiliki kedudukan yang kuat, sehingga jaminan sosial yang menahun tidak dimiliki oleh PRT bisa dicapai secara maksimal.

Penguatan Lembaga-Lembaga Advokasi

Kedua, peran pemerintah tidak cukup. Kita perlu menggaungkan isu ketidakadilan dan ketimpangan yang dialami para pekerja ini. Kita bisa menguatkan lembaga-lembaga advokasi yang peduli dan berorientasi pada nasib mereka. Lembaga ini bisa mengikuti apa yang telah dilakukan oleh Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT); sebab mereka memiliki pengalaman yang panjang terkait memperjuangkan nasib pekerja rumah tangga di Indonesia.

Baca Juga  Politik Perempuan Desa Madura

Lembaga ini bisa mengawal pemerintah dalam mengawasi nasib para pekerja rumah tangga; misalnya dengan mengawasi lembaga-lembaga penyalur ketenagakerjaan lokal maupun internasional supaya mereka tidak semata meraup keuntungan . Bersama-sama mereka bisa menanggulangi permasalahan eksploitasi, penjualan orang, dan tidak terpenuhinya hak-hak para PRT sebagai pekerja. Di samping itu, lembaga semacam ini juga bisa bekerja sama dengan para akademisi lintas keilmuan demi menyebarluaskan isu terkait kepada masyarakat.

Para akademisi ini bisa memberikan pelatihan atau seminar kepada masyarakat supaya timbul kepedulian yang merata. Kesadaran ini perlu ditanamkan lantaran dalam beberapa kasus, ada kesan “kedekatan” di tengah-tengah masyarakat terhadap para PRT yang bekerja bersama mereka. Sekilas, kesan dekat yang menganggap pekerja rumah tangga sebagai saudara, atau bahkan anggota keluarga tampak menguntungkan para PRT. Padahal, seringkali kesan ini membuat para PRT tidak mendapatkan hak-hak mereka sebagai pekerja.

Masyarakat, dalam hal ini para majikan, membuat pekerja rumah tangga memiliki waktu kerja yang tak terukur, bisa melebihi delapan belas jam bahkan bekerja secara penuh selama dua puluh empat jam. Mereka juga tidak memiliki waktu libur yang cukup, juga waktu cuti yang tidak sepadan dengan jam kerja mereka.

Mereka bahkan dikesankan sebagai penjaga rumah manakala keluarga tempat mereka  bekerja sedang bepergian. Sehingga membuat mereka tidak memiliki keleluasaan untuk bersosialisasi atau mengunjungi sanak keluarga mereka. Oleh sebab itu, penguatan kesadaran atas kedudukan para PRT sebagai pekerja, perlu dicapai oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama mereka yang memperkerjakan para pekerja rumah tangga.

Memberi Pembekalan Pengetahuan kepada PRT

Pemerataan kesadaran ini juga ditopang oleh pihak lainnya, yaitu media massa. Peran mereka menjadi aktor lainnya yang membuat isu terkait para PRT ini terangkat ke ranah publik. Dengan pemberitaan yang berpihak pada nasib mereka; isu-isu terkait bisa terus menjadi perhatian dan membuat seluruh pihak mengarahkan perhatian mereka.

Baca Juga  Puasa Media Sosial: Sebuah Kontemplasi Manusia Modern dalam Upaya Transformasi Sosial

Penyebaran berita ini juga bisa menggunakan kanal media lainnya, seperti media sosial, sehingga informasi yang sampai ke masyarakat bisa datang secara masif. Dengan informasi masif ini, maka kasadaran di tengah masyarakat pun bisa tumbuh dan kepedulian terhadap nasib PRT bisa terus meningkat.    

Terakhir, subjek yang perlu diperhatikan adalah para pekerja rumah tangga sendiri. Kendati dalam banyak kasus para PRT ini datang dari orang-orang dengan latar belakang pendidikan yang minim; tetapi kita perlu menanamkan banyak pengetahuan dan keterampilan kepada mereka. Setidaknya, mereka mesti berikan pembekalan terkait kedudukan dan hak-hak mereka. Kesan polos yang membuat mereka kerap diakali oleh pihak lain harus tertangani.

Dari situ, pembekalan itu dimaksudkan supaya mereka menyadari hak-hak apa saja yang semestinya mereka peroleh, dan manakala hak-hak mereka tidak terpenuhi, mereka tahu harus melaporkannya kepada siapa. Pembekalan ini juga bisa membuat mereka memiliki kepercayaan dan keberanian untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Walaupun posisi mereka kerap kali berada dalam relasi tidak seimbang dengan majikan mereka, tetapi dengan keberanian dan kesadaran atas hak-hak mereka, para PRT bisa secara yakin memperjuangkan hal itu.

Kita tahu, apa yang diperjuangkan memang bukan perkara yang instan dan mudah. Namun, kini sadar kalau kerja memperjuangkan hak-hak PRT, termasuk jaminan sosial untuk mereka tidak dapat dilakukan oleh satu pihak saja. Kita perlu bergerak bersama, dari tingkat pemerintah sampai masyarakat secara umum. Dengan begitu, para pekerja rumah tangga bisa mencapai kehidupan yang layak tanpa mengalami ketidakadilan terkait minimnya jaminan sosial dan pemenuhan hak-hak mereka.

Bagikan
Post a Comment