f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
konsep kafa'ah

Pentingnya Konsep Kafa’ah dalam Memilih Pasangan

Memilih dan memilih pasangan bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan, terutama bagi pasangan yang akan kita jadikan sebagai pasangan hidup (menikah). Hal ini tentu saja berlaku untuk laki-laki maupun perempuan. Untuk itu, Islam menganjurkan ketika akan memilih pasangan agar menjadikan konsep kafa’ah sebagai salah satu bahan pertimbangan.

Kafa’ah sendiri memiliki arti kesamaan atau keserasian (Siti Fatimah, 2014). Ketika kafa’ah kita kaitkan dengan menikah, memiliki arti dimensi keseimbangan antara calon suami dan istri. Keseimbangan antara suami dan istri akan sangat membantu dalam proses menuju tercapainya dari tujuan pernikahan, yakni sakinah (ketenangan), mawaddah (cinta kasih) dan warahmah (kasih sayang).

Kafa’ah sendiri berlaku sebelum pelaksanaan akad nikah, bersifat sebagai syarat lazim bukan legal administratif seperti prosedur pranikah pada umumnya yang memuat berbagai persyaratan hak-hak keduanya dan kafa’ah bukan termasuk sebagai syarat sah dalam pernikahan. Artinya Jika baik laki-laki maupun perempuan melakukan pernikahan dengan tanpa mempertimbangkan kafa’ah, maka pernikahan tersebut tetap dianggap sah.

Meskipun demikian, konsep ini menjadi penting karena apabila hubungan pernikahan dijalani dengan dengan dasar dan pemahaman yang sama di antara keduanya, maka pernikahan tersebut akan berakhir dengan harmonis dan bahagia. Salah satu yang sudah menjadi pemahaman umum masyarakat adalah keturunan, agama, kekayaan dan parasnya.    

Pendapat Fuqaha’ mengenai Kafa’ah

Para Fuqaha’ berselisih pendapat mengenai kafa’ah, mazhab Maliki berdasarkan penjelasan Wahbah Az-Zuhayli dalam buku fiqh Islam yang dikutip oleh Otong Husni Taufik (2017) menjelaskan kafa’ah terdiri dari dua, yakni agama dan kondisi. Kondisi yang dimaksud adalah selamat dari aib yang memiliki potensi timbulnya pilihan.  

Berbeda dengan mazhab Maliki, mazhab Hanafi menjelaskan kafa’ah terdiri dari enam, yakni agama, Islam, kemerdekaan, nazab, harta, dan profesi. Menurutnya Kafa’ah tidak terletak pada keselamatan dari aib yang dapat membatalkan pernikahan seperti gila, kusta, dan bau mulut.

Baca Juga  Pendidikan Pranikah : Perwujudan Masyarakat Beradab

Seperti mazhab Hanafi, mazhab Syafi’i menjelaskan kafa’ah juga terdiri dari enam, yakni agama, kesucian, kemerdekaan, nasab, terbebas dari aib yang dapat menimbulkan pilihan, dan profesi. Sedangkan mazhab Hambali menjelaskan kafa’ah terdiri dari empat, yakni agama, profesi, nazab, dan kemakmuran.

Urgensi Kafa’ah

Melalui salah satu hadis disebutkan bahwa “Pilihlah pasangan yang memiliki agama, maka kalian akan beruntung”. Hadis tersebut tidak menyebutkan orang yang beragama, tetapi orang yang memiliki agama (dzatiddin). Kata dzatiddin memiliki arti yang substansial, baik perempuan ataupun laki-laki yang dzatiddin adalah orang yang beragama secara substansial; terlihat dari sikap dan sifatnya dalam mematuhi aturan agama yang telah ditetapkan.

Substansi agama secara vertikal yakni mengimani dan meyakini sepenuhnya adanya Allah yang maha besar. Sedangkan secara horizontal yakni menjadikan dirinya sebagai seseorang yang bermanfaat kepada manusia dan mahluk lain; karena manusia sejatinya adalah pengejewantahan kasih sayang tuhan.           

Selain agama, kekayaan atau harta bisa dijadikan sebagai indikator dalam menghantarkan keluarga menjadi makmur. Keluarga yang terpenuhi kebutuhan finansialnya akan lebih mudah untuk mencapai kemakmuran. Namun, harta bukan satu-satunya jaminan bahwa keluarga tersebut akan menemukan kebahagiaan hakiki. Harta di sisi lain memberikan manfaat kepada pemiliknya, tetapi seringkali juga harta menjadikan keluarga tersebut celaka. Untuk itu, harta memang diperlukan, tetapi tidak dijadikan sebagai bahan pertimbangan utama dalam menentukan calon pasangan. Pendapat lain mengatakan, harta dan kemakmuran yang dimaksud dalam kafa’ah bukanlah harta, kaya dan kekayaan; tetapi kemampuan memberikan mahar dan nafkah untuk calon istri setelah menikah.

Di samping itu, nasab menjadi faktor yang penting, mengingat melalui nasab lah kita dapat mengetahui calon pasangan kita, mulai dari asal, orang tua, serta keturunan siapa. Istilah ungkapan yang populer dikalangan masyarakat, terutama masyarakat jawa terkait nasab yakni, bibit, bebet, dan bobot. Kata bibit dimaknai sebagai latar belakang keturunan calon pasangan, yakni orang tua atau keluarga. Kata bebet dimaknai dengan tingkatan ekonomi calon pasangan, sedangkan kata bobot dimaknai sebagai kualitas diri dari calon pasangan.

Baca Juga  Walimatul Ursy Tetap Perlu Diadakan Meski Pandemi, Ini Alasannya!

Kemudian belakangan ini terdapat istilah good looking yang menjadi bahasa kalangan milenial. Good looking ini menjadi salah satu faktor penting seseorang dalam menentukan pilihan terhadap pasangan, karena dari sinilah biasanya ketertarikan itu dimulai. Kemudian faktor ini juga yang menjadi penting karena pada dasarnya good looking menjadi ukuran umum masyarakat kita.

Oleh karena itu, di sinilah kafa’ah menjadi penting sebagai bahan pertimbangan karena kita bisa mengukur kualitas diri kita masing-masing dan calon pasangan yang akan kita pilih nanti. Dan sejatinya pasangan kita itu adalah gambaran dari dari kita sendiri. 

Wallahualam bissawab.

Bagikan
Comments
  • Nanaa

    Bagus

    Juli 23, 2022
  • Ikha

    Sangat bermanfaat, ijin bertanya
    Bagaimana jika ketika kita sdh menentukan pasnagan kita, namun seiring berjalannya waktu ada keraguan2 yg muncul..

    Sdh melakukan sholat istikarah namun selalu wajahnya yg muncul.. Apakah keraguan tersebut memiliki arti yg lain…?

    Juli 24, 2022
Post a Comment