f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
moderasi

Moderasi Beragama Berbasis Pendidikan Keluarga

Di zaman yang semakin maju ini, peran agama sebagai guide (petunjuk) hidup mengalami banyak tantangan. Misalnya, muncul kelompok yang  mana mereka mengatasnamakan agama untuk suatu tindakan kekerasan. Hal ini biasa disebut dengan fenomena ekstremisme dalam beragama. Mereka hanya memahami agama secara konservatif dan eksklusif.

Selain ekstremisme, ada juga ada kalangan yang mereka beragama secara intoleran. Mereka tidak mau menjunjung sikap toleransi kepada agama lain. Akibatnya, muncullah tindakan penistaan agama dan diskriminasi.

Padahal secara hakikat, setiap agama memiliki nilai keagamaan yang ramah dan berkemanusiaan. Sebut saja misal Islam. Dia memiliki nilai keagamaan berupa rahmatan lil’alamin (rahmat bagi seluruh alam). Maka, Indonesia yang memiliki sisi kemajemukan, sudah seyogyanya para pemeluk agama di negeri ini berpaham agama yang ramah dan inklusif.

Namun, realitanya justru di Indonesia sampai dengan detik ini masih sering banyak kasus ekstremisme dan intoleransi. Diantaranya adalah terorisme, penistaan agama, dan diskriminasi. Ini menjadi salah satu masalah serius keberagamaan di Indonesia.

Indonesia merupakan bangsa yang memiliki wawasan keagamaan yang ramah dengan pancasilanya. Bangsa ini tidak boleh terus menerus terjebak dalam kubangan masalah ekstremisme dan intoleransi. Oleh karenanya, harus ada solusi yang tepat. Permasalahan ini sebenarnya telah ada sejak dulu. Ia seakan-akan menjadi rantai permasalahan yang tak pernah putus dari waktu ke waktu.

Menurut penulis, yang menjadi akar masalah dalam hal ini ialah adanya regenerasi paham ekstremisme. Regenerasi yang dimaksud ialah penanaman ideologi ekstremisme dan intoleransi dalam beragama kepada generasi-generasi dini, maupun muda. Itulah yang kemudian memunculkan adanya semacam keberlanjutan dari ideologi.

Maka inilah yang harus menjadi perhatian serius bangsa ini. Hemat penulis, solusi sebagai jalan keluar dari problem tersebut ialah dengan memutus regenerasi ekstremisme beragama dengan penguatan konsep moderasi sebagai jalan beragama yang sesuai dengan konsep Islam rahmatan lil’alamin dan keindonesiaan.

Baca Juga  My Covid Journey : Kehilangan dan Kebahagiaan

Moderasi Beragama

Kata “moderasi” berasal dari bahasa Latin “moderatio”, yang berarti ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Di dalam KBBI moderasi berarti pengurangan kekerasan, penghindaran keekstreman.

Jadi, ketika kata “moderasi” disandingkan dengan kata “beragama”, ia dapat didefinisikan sebagai cara pandang ,sikap, dan perilaku selalu mengambil posisi di tengah-tengah, selalu bertindak adil, dan tidak ekstrem dalam beragama (Kementrian Agama RI, 2019: 15-17).

Secara epistemologi, dalam Islam moderasi berakar dari kata wasathiyyah, yang memiliki makna “pilihan terbaik”. Prof. Quraish Shihab (2020: 38), menegaskan bahwa wasathiyyah bukanlah satu madzhab dalam Islam, bukan juga aliran baru, melainkan salah satu ciri utama ajaran Islam. Hal itu juga tidak wajar jika dinisbahkan kepada satu kelompok umat Islam dengan mengabaikan kelompok lain. Sebagaimana tidak wajar pula satu kelompok mengklaim sebagai miliknya sendiri karena wasathiyyah identik dengan Islam.

Adapun prinsip dasar moderasi yaitu adil dan berimbang. Guru besar hukum Islam di IIUM Malaysia, Prof. Mohammad Hashim Kamali (2015: 32) mengatakan bahwa prinsip keseimbangan (balance) dan adil (justice) dalam konsep moderasi (wasathiyyah) berarti bahwa dalam beragama, seseorang tidak boleh ekstrem pada pandangannya. Moderasi beragama harus selalu mencari titik temu. Wasathiyyah ini juga merupakan esensi ajaran Islam.

Indikator moderasi beragama ada empat hal, diantaranya yaitu; komitmen kebangsaan, toleransi, anti-kekerasan, dan akomodatif terhadap kebudayaan lokal (Kementrian Agama RI, 2019: 43).

Pendidikan keluarga sebagai penguatan

“Mencegah itu lebih baik daripada mengobati”, inilah yang penulis maksud sebagai upaya pemutusan regenerasi kelompok ekstrem dan intoleran, yaitu melalui jalan pendidikan keluarga. Artinya sebelum generasi kedepan terkena doktrin tersebut, sudah ada benteng yang membatasi.

Regenerasi paham ekstremisme harus dilawan dengan regenerasi paham moderasi. Pendidikan keluarga seyogyanya menjadi usaha terdepan dalam penguatan moderasi beragama. Keluarga sebagai madrasah pertama bagi anak sangatlah cocok untuk menginternalisasi konsep moderasi ini kepada anak sejak dini.

Baca Juga  Peran Perempuan dalam Mewujudkan Ketahanan Keluarga

Karakter anak tumbuh secara dominan melalui pendidikan keluarga di rumah. Ayah dan ibu harus mampu untuk mendidik anak untuk bersikap moderat dalam beragama sejak dini. 

Untuk menuju kesana, tentunya orang tuapun hendaknya siap dan mau dalam membekali diri mengenai ilmu keagamaan yang cukup. Maka, menjadi tugas bersama bagi seluruh keluarga juga untuk penguatan moderasi beragama ini.

Editor: Imam Basthomi

Bagikan
Post a Comment