f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
rion

Tangisan Bayi Membujuk Tuhan (2)

Dengan begitu, Diar menjalani 4 bulan masa kehamilannya dengan sabar ditemani Rion yang setia berada di sampingnya, penuh rasa sakit saat kakinya membengkak, dan muncul nyeri di bawah tulang rusuk.Namun syukur mereka tak lahir sebelum 9 bulan.

Tepat 9 bulan tanggal 8 Desember Diar merasakan kontraksi. Dokter memberi pilihan untuk operasi.

“Kurasa sama saja kemungkinannya antara operasi dan normal, intinya kemungkinan aku pergi, jadi kalau boleh aku ingin normal,” ucap Diar tersenyum sambil menatap Rion yang sudah berlinang airmata dan menggenggam tangan mungilnya.

“Baiklah jika itu keputusan ibu, kami akan berusaha semaksimal mungkin.”

Memasuki ruang persalinan, Rion tak henti-hentinya menggumamkan kalimat penyemangat untuk Diar, tapi dia sendiri tak dapat menghentikan tangisannya, terutama saat Diar sempat berbisik sebentar setelah kelahiran anak pertama mereka.

“Sayang…jika aku benar-benar tak bertahan, kamu kalau bisa segera menikah saja ya? Kasihan anak-anak kalau harus tumbuh tanpa ibu, ya?”

Rion tak menjawab, dia hanya mengatupkan bibirnya dan menggenggam tangan Diar erat, menciuminnya dengan air mata yang terus keluar. Sampai akhirnya, bayi ketiga mereka lahir, semua sehat, normal, suara tangisan bayi menggema di sana.

***

Sangat jarang ada kasus bayi kembar tiga lahir normal. Tapi keajaiban Tuhan berkata lain, Diar melahirkan bayi kembar tiga sehat secara normal. Setelah Rion mengadzani bayinya, dokter segera meletakkan ketiga bayi itu kedada sang ibu yang matanya sudah sayu namun kebahagiaan muncul dari sana.

Ketiga bayi itu langsung diam berada di dekapan sang ibu. Tangan kanan Diar menyentuh pelan tubuh bayinya dan tangan kirinya masih lagi masih digenggam Rion.

“Mas….anakku mas. Anak kita,” ucap Diar lemah dengan senyum menatap Rion. Ia hanya tersenyum simpul di sana. Terlalu fokus menatap ketiga bayinya yang tidur pulas, Rion tak tahu saat Diar sudah mulai menutup matanya, namun masih ada senyum yang tersisa di sana.

Baca Juga  Bangkit dari Kegagalan dengan Menulis

“OEEK…OEEK..OEEK..!!!”

Rion tersentak, tiba-tiba ketiga bayinya menangis secara bersamaan dia bingung dan saat menatap Diar, Rion benar-benar tak bisa menahan tangis yang semenjak tadi ditahan. Tangan mungil yang digenggamnya mulai dingin.

***

Rion terus menatap wajah damai Diar yang masih menyisakan senyum. Terlihat cantik damai namun menyakitkan. Penantian mereka untuk sebuah kebahagiaan harus dibayar dengan kepedihan, Rion benar-benar terpukul.

“Sayaaaang…kamu…hiks, sayang bangun ya…? Kasihan akunya lo nanti ngurusin titisanku sendirian. Iya kalau titisanku, lha kalau titisanmu terus cerewet kayak kamu aku gimana dong? Bangun ya, sayangnya Rion…hiks…banguuun.”

Rion yang melihat air mata Diar sedikit keluar, spontan mencium pelan pelipis Diar yang sudah mulai dingin, setelahnya dia benar-benar terisak, suaranya bersatu dengan suara ketiga bayinya. Saat para suster mengangkat ketiga bayi itu dari dekapan sang ibu.

Tangisan mereka malah semakin kencang memenuhi ruang bersalin, Rion panik mencoba untuk menggendong salah satunya namun tak berhasil juga, dan akhirnya meletakkan mereka kembali ke dekapan ibunya yang ajaibnya mereka langsung terdiam setelah beberapa menit terisak.

Rion kembali meneteskan air mata saat melihat anak-anaknya kembali tidur dengan damai, “Nak, mau sampai kapan kalian di sana? Ibu kalian sudah-”

“Tuan, sepertinya bayi anda diam karena mereka sudah berhasil membujuk Tuhan untuk mempertahankan malaikat mereka,” ucap dokter dengan senyum memotong gumaman Rion. Rion terdiam, menatap dokter dengan wajah bingung.

“Maksudnya, Dok?”

Dokter hanya tersenyum dan menatap Diar yang wajahnya sudah tak sepucat tadi, spontan Rion menatap alat patient monitor yang sudah tidak menunujukkan garis lurus, langsung Rion menghampiri Diar mengecup pelan keningnya da mengucapkan beribu-ribu syukur dalam hatinya kepada Allah.

Baca Juga  Ayahku Seorang Abdi Negara: Memaksa Anaknya Kuat Sebelum Masanya

***

8 Tahun di waktu sekarang…

“Sayang!! Kun dari tadi nangis terus ini gimana?!”

“Masya Allah mas,dari tadi belum bisa nenangin Alkuna?”

“Dia aja yang manja, mentang-mentang bungsu.”

“Ya Allah Mas, ya bukan begitu konsepnya, namanya juga bayi! Ya udah sana buatin susu formula buat Trio Al.”

Rion yang diperintah oleh Diar seperti itu langsung turun ke dapur untuk membuatkan susu untuk ketiga putranya yang sudah berusia 3 tahun. Di sela-sela kegiatannya, Rion tersenyum simpul saat mengingat dia bermimpi masa lalu kemarin setelah menidurkan Alka.

Setiap dia mengingat hal itu, semakin dia jatuh cinta pada istri mungilnya itu. Rumah yang dulunya sudah ramai karena Diar yang cerewet, sekarang tambah ramai dengan kehadiran jagoan-jagoan itu, apalagi dengan debat singkat dia dan Diar di pagi hari seperti tadi.

Rion kembali ke kamar dengan tiga botol susu, dan disuguhkan pemandangan Diar yang memeluk, ah bukan, tapi Trio Al yang memeluk ibu mereka erat. Rion berjalan perlahan dan ikut memeluk Diar dari belakang yang otomatis memeluk ketiga anaknya.

Mereka tersenyum bersama di sana. Diar menoleh ke samping dan menemukan Rion yang bersandar di bahunya. Dia terseyum manis dan berkata, “Mas, anakku, anak kita ada di sini Mas.”

Rion tersenyum, “Dan kau juga ada di sini.”

Rion akhirnya melepas pelukan dan mulai menjahili ketiga putranya hingga hanya tawa yang keluar dari ruangan itu. Oh ya! Mereka menamakan bayi kembar mereka dengan nama Alkana, Alkena dan Alkuna. Mungkin ada yang merasa familiar dengan nama-nama ini?

Bagikan
Post a Comment