f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
anak

Pahitnya Membina Keluarga di Usia Anak

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 10 malam saat kudengar ketukan pintu dengan salam. Ayah, ibu dan adik-adik sudah lelap dengan tidurnya. Gegas kubuang selimut yang baru saja akan kupakai bersiap untuk tidur juga. Kujawab salam dan kupersilahkan masuk 2 orang yang sangat kukenal itu. Mereka adalah Bik Rum dan Pak Budi, tetangga yang tak jauh dari rumah kami.

“Silahkan masuk Bik, ada perlu apa?” tanyaku pada mereka.

“Ayahnya ada nduk?” tanya mereka kemudian.

“Ada Bik, monggo duduk dulu, saya panggilkan ayah,” jawabku.

Setelah menyuguhi mereka minuman air mineral kemasan yang memang telah tersedia di meja, langsung kuketuk pintu kamar orang tuaku dan menyampaikan pada ayah bahwa ada tamu yang sedang menunggu di depan. Tak berapa lama ayah pun menemui mereka.

Tak kudengar jelas percakapan mereka, yang jelas aku tahu dari nada suaranya Bik Rum sedikit terisak. Semakin penasaran, aku coba mendengar obrolan mereka di balik jendela kamarku yang terhubung langsung dengan ruang tamu.

Dari obrolan mereka, jelas Bik Rum dan suaminya Pak Budi bermaksud meminta ayah untuk menikahkan anak mereka. Yah, ayah memang tokoh agama di kampung menurun dari kakek yang juga seorang penghulu, jadi sering orang meminta ayah untuk menikahkan putra putri mereka. Tapi tunggu dulu, anak yang mana lagi? Setahuku mereka hanya punya 2 anak perempuan dan laki-laki yang sudah sama-sama menikah.

Astaghfirullah, perasaanku semakin tidak nyaman. Pikiran buruk semakin bergelayut. Apa mungkin salah satu di antara ke 2 anak mereka ada yang akan menikah lagi? Kudengar Bik Rum masih sedikit terisak entah kenapa. Jika mendengar kabar pernikahan harusnya mereka bahagia. Ah, lebih lanjutnya nanti saja kutanya pada ayah pikirku.

Baca Juga  Membangun Keluarga Idaman; Semua Merasa Nyaman
***

Keesokan pagi sewaktu sarapan, kutanyakan maksud kedatangan Bik Rum dan suaminya tadi malam pada ayah. Ayah menceritakan semuanya. Jadi anak ke 2 Bik Rum yang laki-laki akan menikah. Memang 4 tahun yang lalu dia sudah pernah menikah di bawah tangan di usianya yang masih 14 tahun, seusia dengan istrinya. Alasan Bik Rum menikahkan mereka di usia belia karena memang anaknya itu yang minta. Sekolah juga dia tidak mau.

Selain keterbatasan ekonomi, anak lelakinya juga berjanji akan bekerja lebih giat jika mendapat ijin menikah. Belum lagi si perempuan yang sering bertamu ke rumah Bik Rum, khawatir dengan zina, hal itulah yang membuat Bik Rum dan suaminya merestui hubungan keduanya.

Satu tahun setelah pernikahan mereka dikaruniai seorang anak perempuan. Anak laki laki Bik Rum dan istrinya tinggal serumah bersama bik Rum. Hingga 2 tahun setelahnya mereka menikah resmi negara di usia 17 tahun. Si suami bekerja serabutan, kadang berjualan bakso, kadang buruh tani.

Kemudian ayah melanjutkan bahwa 2 tahun kemudian setelah menikah resmi, mereka bercerai. Masalahnya cukup kompleks, mulai dari masalah ekonomi, suami istri yang masih belum memahami betul tugas dan tanggung jawabnya. Ayah sering mendengar si suami sering pulang malam, menghabiskan waktu untuk nongkrong bersama teman-temannya.

Dan sekarang, putri mereka tinggal bersama nenek dan kakek dari pihak istri karena sang ibu bekerja di luar negeri sebagai TKW. Buruknya lagi, keterangan sang anak di Kartu Keluarga adalah anak dari kakek dan nenek, bukan anak dari anak dan istrinya Bik Rum. Bahkan hingga kini di usia 3 tahun, sang anak ini memanggil ibunya dengan sebutan “mbak”.

***

Pernikahan di bawah umur yang belum semestinya, dengan keterbatasan pelaku yang cukup kompleks rupanya tidak hanya terjadi di sinetron. Kenyataannya, dilansir dari laman Gatra.com, Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA), Leny Rosalin mengatakan Indonesia menempati peringkat ke 2 kasus pernikahan anak tertinggi di ASEAN.

Baca Juga  Ketahui Hak Anak untuk Cegah Perkawinan Anak

Jika kita telaah di sekitar kita, pada dasarnya pernikahan pada anak merupakan persoalan multidimensi, terjadi karena banyak faktor. Di antaranya karena kemiskinan, kondisi geografi, kurangnya akses terhadap pendidikan, ketidaksetaraan gender, ketiadaan akses layanan informasi kesehatan reproduksi, serta adanya stereotipe tertentu dalam kepercayaan masyarakat.

Melihat pada contoh kasus di atas kita tahu banyak faktor merugikan yang diakibatkan oleh pernikahan anak. Selain karena resiko kesehatan karena usia di bawah 18 tahun dinilai terlalu beresiko karena organ reproduksi belum siap dan menyebabkan penyakit, pernikahan anak juga berpengaruh pada kondisi psikologis yang sangat rentan untuk bisa membina rumah tangga. Ke depan, permasalahan yang lebih kompleks bukan tidak mungkin akan semakin berkembang.

Ada beberapa cara yang mungkin bisa dilakukan untuk mencegah atau meminimalisir pernikahan anak, yaitu adanya regulasi yang tegas untuk menolak perkawinan anak baik dari tingkat nasional maupun daerah. Pemerintah juga perlu memperketat aturan dispensasi nikah.

Selain masalah regulasi, perlu juga peran serta masyarakat dan organisasi terkait dalam hal edukasi pra nikah. Baik itu berupa pelatihan ataupun pendampingan khusus warga dengan kondisi geografi dan faktor lingkungan yang cukup memprihatinkan. Karena banyak kasus pernikahan anak terjadi di lingkungan masyarakat desa yang jauh dari jangkauan.

Menjadi PR bersama organisasi terkait khususnya organisasi-organisasi perempuan untuk mengembangkan sayap di ranah ini. Masyarakat kita perlu pengetahuan, edukasi dan pendidikan. Baik pengetahuan agama untuk meminimalisir kasus kekerasan dalam rumah tangga hingga kesehatan baik yang berhubungan dengan kesehatan jasmani dalam hal ini reproduksi hingga kesehatan mental.

Bagikan
Post tags:
Post a Comment