f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
pernikahan

Pernikahan dalam Islam: Nikah Muda Atau Nikah Siap

Berbicara mengenai pernikahan, nampaknya menjadi sebuah bahasan yang cukup menarik, terutama bagi kaum muda. Saya mengamati banyak sekali teman-teman kampus, teman-teman tongkrongan atau bahkan saya sendiri yang memang sangat antusias ketika membicarakan hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan pernikahan. Rasanya saya selalu ingin tahu lebih bagaimana kehidupan setelahnya, bagaimana Islam memandang pernikahan, dan hal-hal lainnya.

Munculnya rasa penasaran terhadap pernikahan pasti bukan tanpa sebab. Hal ini disebabkan banyak berseliweran muda-mudi yang sering memamerkan kemesraan di beranda facebook, twitter, instagram atau bahkan tiktok dengan caption “Alhamdulillah sah” atau “Indahnya hubungan halal” atau mungkin “Nikah muda itu indah” dan kalimat-kalimat lain yang terkesan sebagai ajakan untuk segera menghalalkan pasangan kita.

Sayangnya, kalimat ajakan-ajakan untuk melakukan nikah muda akhir-akhir ini, pelaku nikah muda patahkan sendiri. Banyak sekali pasangan-pasangan yang dulunya terlihat baik-baik saja, romantis bahkan kita menyebutkan couple goals malah terlibat perceraian. Padahal ketika melihat kebahagian yang sering mereka bagikan di media sosial, kita pasti menginginkan hubungan pernikahan yang seperti itu; punya pasangan yang romantis, hidup dengan banyak materi, punya anak yang lucu dan mertua yang baik. Rasanya sangat sempurna hidup mereka.

Dengan ini saya percaya bahwa sebenarnya kehidupan di media sosial tidak perlu membuat kita iri. Namanya juga hidup, ya masa kita membagikan kesedihan dan kesusahan di media sosial, nanti malah dikira butuh belas kasihan. Maka dari itu saya sangat faham kenapa mereka hanya membagikan momen-momen bahagia, ya untuk menyembunyikan kesedihannya di mata orang-orang. Jadi, sebenarnya bagaimana hukum Islam menyikapi pernikahan muda yang sedang menjadi tren di kalangan anak muda sekarang.

***

Pernikahan menurut Undang-undang nomor 1 Tahun 1974 adalah ikatan antara seorang pria dan wanita sebagai sepasang suami istri yang memiliki tujuan membentuk keluarga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.

Baca Juga  Peran Perempuan dalam Ekofeminisme dan Pengelolaan Sampah: Studi Kasus TPA Desa Sukosari

Dalam Undang-undang perkawinan bab II pasal 7 ayat 1, usia minimal pernikahan, untuk mempelai laki-laki usia minimalnya tujuh belas tahun, sedangkan mempelai perempuan harus berumur paling tidak enam belas tahun. Lebih lanjut lagi dalam pasal 6 ayat 2 Undang-Undang nomor 1 tahun 1974, apabila usia mempelainya belum mencapai umur 21 tahun harus memiliki izin dari kedua orang tuanya.

Peraturan ada bukan tanpa sebab. Peraturan ada pasti juga dengan pertimbangan yang telah matang. Mengapa negara ini membatasi usia ideal pernikahan? Karena pemuda yang memiliki umur di bawah enam belas tahun atau tujuh belas tahun kebanyakan belum sempurna fisik, mental dan finansialnya. Sedangkan hal-hal seperti fisik, mental dan finansial itu sangat dibutuhkan dalam pernikahan, walaupun masih banyak lagi hal-hal yang harus dipenuhi. Sayangnya, di dalam praktik bermasyarakat peraturan tersebut belum masyarakat taati secara kaffah.

Berbagai alasan dilontarkan oleh pelaku-pelaku nikah muda, seperti: (1) Karena kehidupan ekonomi yang kurang baik, sehingga orang tua terpaksa untuk menikahkan anaknya dengan harapan dapat meringankan sedikit beban dari mereka; (2) Lingkungan yang memiliki pemikiran yang tertinggal atau belum maju; (3) Orang tua yang khawatir karena anaknya telah berpacaran; (4) Penyebaran konten pornografi yang merubah tingkah anak muda sekarang, sehingga mereka melakukan hal-hal yang menimbulkan sebuah kecelakaan; (5) Banyaknya anak-anak muda yang nikah muda, yang mana hal itu membuat orang yang melihat ingin pula merasakan.

***

Pernikahan menurut Imam Syafi’i adalah diperbolehkannya melakukan hubungan seksual dengan lafaz nikah, tazwij atau lafaz lain yang sama artinya. Jadi pernikahan adalah terikatnya sebuah hubungan antara laki-laki dan perempuan dengan lafaz nikah atau lafaz lain yang sama arti yang mana di dalam hubungan tersebut hubungan seksual diperbolehkan dan dilakukan sebagai bentuk ibadah kepada Allah Swt. Allah berfirman dalam surah An-nur ayat 32 yang berbunyi:

Baca Juga  Cinta itu Eksistensial, Tidak Gampang Diraih Secara Sembarangan

وَأَنكِحُوا۟ ٱلْأَيَٰمَىٰ مِنكُمْ وَٱلصَّٰلِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ ۚ إِن يَكُونُوا۟ فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”  

Di dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa “nikahkanlah orang yang layak berkawin”. Layak di sini berarti mampu atau siap. Di dalam hukum Islam, kesiapan dalam pernikahan ada tiga hal, yakni: (1) Kesiapan dalam hal ilmu, terutama ilmu agama, karena menikah itu ibadah, maka setiap amalan akan bernilai ibadah, untuk mencapai hal itu perlu memiliki ilmu agama yang memadai; (2) Kesiapan materi, walaupun di dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa “jika mereka miskin Allah akan memampukan” namun alangkah baiknya untuk memiliki kesiapan dalam segi materi, karena dapat kita amati bahwa banyaknya perceraian disebabkan finansial yang tidak baik; (3) Kesiapan fisik, hal ini juga sangat penting dan harus menjadi pertimbangan.

***        

Hukum asal pernikahan adalah mubah atau boleh. Lantas, apa hukum nikah muda? Untuk menjawabnya, perlu kita teliti lagi sebab mengapa pemuda-pemudi tersebut menginginkan nikah muda. Jika terdapat alasan yang sangat mendesak dan mengakibatkan mudarat yang lebih parah, maka hal ini bisa menjadi alternatif. Namun selagi permasalahan yang kita hadapi tidak urgent maka menundanya lebih baik. Hal ini Rasulullah jelaskan dalam sebuah hadis, yakni:

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.

Baca Juga  Pernikahan, Sekolah Seumur Hidup

Artinya: “Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentenginya.” (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan lainnya).

Walaupun beberapa cerita mengenai nikah muda sangat menakutkan, namun jika hal tersebut memang lebih baik dilakukan, mengapa tidak? Jika ternyata pemuda sudah siap dalam tiga hal di atas, nikah muda sah-sah saja.

Mereka yang terlibat perceraian mungkin karena kurang memperhatikan tiga hal yang saya tulis di atas. So, untuk kalian yang merasa memiliki ketiga hal di atas nikah muda lebih baik daripada berpacaran.

Untuk yang belum memiliki kesiapan, bisa sembari mempersiapkan ketiga hal di atas. Untuk yang sudah pengen, bisa berbicara dengan orang tua dahulu, karena merekalah yang tahu tentang kita luar dalam. Hal tersebut juga sesuai dengan UU nomor 1 tahun 1974 pasal 6 ayat 2. Wallahu a’lam.

Bagikan
Post a Comment