f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.

Ketika Pandemi, Benarkah Guru Memakan Gaji Buta?

“Ngga masuk sekolah Bu?” Tanya tetangga yang tidak perlu saya sebut namanya. “Ngga, di rumah aja” jawabku.”Enak ya, Guru sekarang, ngga ngajar pun gajinya tetap ngalir, ngga dipotong” kata tetangga dengan muka keselnya.

“Saya tetap mengajar pak, tapi dari rumah karena kondisi sekarang masih belum memungkinkan untuk pembelajaran tatap muka. Meskipun begitu kami tetap melaksanakan piket secara bergiliran,” saya berusaha menjelaskan. Namun, tetap saja, raut wajah tetanggaku kelihatan kurang puas dengan penjelasanku.

Percakapan di atas merupakan cerita dari temanku yang menemaniku jalan kaki ke sekolah. Dia menceritakan sambil emosi dan meminta pendapat saya bagaimana cara menyikapinya. Saya juga pernah membaca berita pada bulan Juli tentang seorang pria mengunggah status guru memakan gaji buta. “Nagara ngagajih buta iyeu mah hayoh we sakola diliburkeun, kuduna mah guru nage ulah digajih meh karasaeun sarua kalaparan (Negara menggaji buta. Sekolah terus saja diliburkan. Seharusnya gurunya juga tidak usah digaji biar sama kelaparan)”.

Tidak ada satupun orang yang menginginkan kehadiran pandemi covid-19 di dunia ini. Dan sampai saat ini belum ada yang bisa memberikan solusi untuk pembelajaran selain harus belajar dari rumah. Ini menjadi dilema, ketika keadaan pandemi menjadi pekerjaan semakin sulit, mencekik, sedangkan biaya untuk pendidikan semakin membengkak. Maka, wajar saja tingkat kewarasan masyarakat sekarang dipertanyakan. Konon katanya, orang jika terpenuhi isi perut dan isi dompetnya tidak akan marah-marah atau menyalahkan.

***

Pandemi Covid-19 memang telah membuat perubahan yang sangat signifikan ke dalam semua sektor. Termasuk sektor pendidikan. Dari sejak puluhan tahun yang lalu, pembelajaran yang biasanya dilaksanakan dengan tatap muka dipaksa harus berubah menjadi pembelajaran secara daring.

Baca Juga  RUU TPKS yang Akomodatif Berbasis Syariah dan HAM

Guru mengajar yang awalnya menggunakan buku, whiteboard, spidol berubah menjadi menggunakan handphone dan laptop dengan media presentasi yang menarik menggunakan teknologi agar dapat tersampaikan dan dapat diterima oleh siswa dengan baik. Bukan hal yang mudah bagi guru dan siswa untuk mengubah cara belajar, memerlukan proses yang cukup panjang; terutama dalam fasilitas yang tidak memadai, keadaan sinyal yang sering menghilang dan keadaan keuangan keluarga untuk membeli pulsa.

Dengan banyaknya orang tua dan masyarakat menyoroti kerja guru yang cuma ongkang-ongkang saja, diam di rumah saja, merupakan hal yang perlu diluruskan. Dalam hal ini, banyak orang tua yang belum memahami bahwa cara belajar tidak harus duduk, diam di dalam kelas saja tetapi dapat dilakukan dengan cara yang lain. Alangkah baiknya masyarakat memeriksa dan menanyakan langsung kepada guru sehingga tidak menimbulkan asumsi-asumsi yang tidak ada dasarnya.

Dan pembelajaran yang sekarang dilakukan adalah mencoba menerapkan cara yang lain selain dari belajar di kelas. Jadi ketika masyarakat menilai bahwa kinerja guru kurang baik dan menghukum guru hanya memakan gaji buta saja adalah bukan sebuah kritikan tetapi nyinyiran. Pernyataan seperti itu, tentu terdengar sangat menyakitkan bagi semua guru; wong sebenarnya pembelajaran jarak jauh itu lebih sulit daripada pembelajaran tatap muka.

***

Padahal perjuangan seorang guru dalam pembelajaran daring apalagi mengajar di pelosok, mereka malah tidak memakan gajinya tetapi gajinya dipakai untuk membeli pulsa. Apalagi para guru honorer yang gajinya tidak seberapa harus merelakan gajinya digunakan agar pembelajaran dapat berlangsung dengan baik. Fasilitas pendidikan yang belum merata mengakibatkan semuanya menjadi serba sulit. Ketika internet tidak berjalan maka guru harus memutar otak agar pembelajaran dapat dilaksanakan.

Baca Juga  Menuju Kehidupan New Normal

Seperti pembelajaran luring terpaksa harus dilaksanakan. Guru mengunjungi siswa ke rumahnya. Padahal tidak ada jaminan guru bebas dari virus tetapi mereka bersedia menanggung resiko. Mereka mencetak modul pembelajaran dan membagikannya kepada siswa agar siswa dapat belajar tanpa harus menggunakan internet.

Dalam situasi yang seperti ini, bukan saling menyalahkan tetapi saling mendukung agar pembelajaran dapat dilaksanakan dengan baik tanpa harus membebani semua pihak. Sekali lagi, tudingan guru makan gaji buta, dalam pandangan saya itu tidak benar. Karena guru tetap bekerja selama pandemi. Mereka tetap menjalankan kewajibannya meskipun dari rumah dengan mengikuti surat edaran Setjen Nomor 15 Tahun 2020 tentang pedoman pelaksanaan belajar dari rumah selama darurat bencana Covid-19 di Indonesia yang dikeluarkan oleh kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.

Kemendikbud membagi tugas guru ke dalam dua skenario yaitu tugas guru jika pembelajaran dilakukan secara daring (online) dan tugas guru jika pembelajaran dilakukan secara luring (offline). Di dalam surat edaran sudah dijelaskan secara terperinci apa saja tugas guru, seperti guru harus berkomunikasi dengan orang tua, membuat RPP yang sesuai minat dan kondisi anak, menghubungi orang tua untuk mendiskusikan pembelajaran yang inklusif sesuai kondisi anak, memastikan proses pembelajaran berjalan dengan lancar, berkordinasi dengan orang tua untuk penugasan belajar, dan mengumpulkan, merekap tugas yang dikirim oleh peserta didik.

***

Kita tidak akan pernah tahu kapan pandemi covid-19 ini akan berakhir, faktanya guru dihadapkan dengan tugas yang semakin menumpuk, dan tidak bisa dianggap sepele. Guru juga manusia yang mempunyai hati nurani, guru juga tidak anti kritik, jika tidak mampu membantu dalam memberikan solusi setidaknya tidak membuat hal yang menjadi beban pikiran agar semuanya dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Bagikan
Post a Comment