Site icon Inspirasi Muslimah

Terapi Menulis Ekspresif : Membantu Penderita PTSD

kecemasan

“Cerita ke teman belum tentu menemukan solusi dan malah mendapatkan stigma. Sementara cerita ke orang tua khawatir akan membuat orang tua khawatir anaknya ‘stres atau gila.”

Kira-kira begitu lah yang dirasakan oleh penderita post-traumatic stress disorder/PTSD menurut pengalaman pribadi, maupun pengalaman dari kawan yang mengalami hal serupa.

Gangguan stress pasca trauma (PTSD) sendiri merupakan suatu sindrom yang dialami oleh seseorang yang mengalami kejadian traumatik. Kondisi ini kemudian menimbulkan dampak psikologis berupa gangguan perilaku mulai dari cemas yang berlebihan, mudah tersinggung, tidak bisa tidur, tegang, dan berbagai reaksi lainnya.

Menurut Durand & Barlow (2006) kemunculan PTSD dapat terjadi setelah beberapa bulan atau setelah adanya pemaparan terhadap peristiwa traumatic. Namun celakanya, PTSD ini kemungkinan dapat berlangsung berbulan-bulan, bertahun-tahun atau sampai beberapa dekade. PTSD merupakan suatu masalah serius karena melemahkan kondisi dan membuat penderitanya sulit menjalani aktivitas sehari-hari.

Kebayang kan gimana rasanya menjalani hidup penuh dengan ketakutan ataupun kecemasan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun lamanya?

**

Sebagian penderita PTSD cenderung membutuhkan teman bercerita. Bisa keluarga, sahabat, maupun professional. Namun sayangnya, kekhawatiran akan stigma maupun minimnya pemahaman mengenai kesehatan mental di lingkungan kita; menyebabkan banyak penderita PTSD mengurungkan niat untuk speaks up.

Berbekal dari hal tersebut, saya pun mencari tahu ada ga sih cara lain yang dapat membantu untuk mengurangi rasa cemas bagi penderita PTSD? Dari hasil penulusuranku ternyata ada satu cara yang dapat menurunkan kecemasan yang berlebih yaitu Expressive writing therapy. Terapi menulis ekspresif adalah sebuah proses terapi dengan menggunakan metode menulis ekspresif untuk mengungkapkan pengalaman emosional dan mengurangi stres yang dirasakan individu. Sehingga dapat membantu memperbaiki kesehatan fisik, menjernihkan pikiran, memperbaiki perilaku dan menstabilkan emosi.

Berdasarkan penelitian Pennebker dan Wilhelm, membuktikan menulis pengalaman emosional mempunyai manfaat yang besar sebagai media terapeutik dalam beberapa permasalahan klinis. Terapi menulis ekspresif mampu meningkatkan perawatan diri bagi individu yang mengalami kesedihan mendalam. Selain itu terapi dinilai baik dan bermanfaat karena mampu mengurangi kecemasan dan perbaikan suasana hati.

Manfaat dan Tujuan Jangka panjang

Berdasarkan Bikie dan Wilhelm, efek jangka panjang dari menulis ekspresif ini adalah berkurangnya stres akan meminimalisir kunjungan ke dokter, memperbaiki fungsi sistem kekebalan tubuh, menurunkan tekanan darah, memperbaiki fungsi paru-paru, memperbaiki fungsi hati, memperbaiki suasana hati, meningkatkan kesejahteraan psikologis, menurunkan gejala depresi, dan menurunkan trauma.

Sementara menurut Fikri, menulis ekspresif dapat dijadikan sebagai media penyembuhan dan pengingkatan kesehatan mental. Secara umum, manfaat dari terapi ini meliputi: (a) meningkatkan pemahaman bagi diri sendiri maupun orang lain dalam bentuk tulisan dan literatur lain; (b) meningkatkan kreatifitas, ekspresi dan harga diri; (c) memperkuat komunikasi dan interpersonal; (d) mengekspresikan emosi yang berlebihan (katarsis) yang menurunkan ketegangan; dan (e) meningkatkan kemampuan individu dalam menghadapi masalah dan beradaptasi.

Bagaimana Cara Melakukan Terapi Menulis Ekspresif?

Pada dasarnya mekanisme terapi menulis ekspresif berorientasi pada penyingkapan (disclosure) pengalaman-pengalaman emosional. Caranya pun beragam dan sangat sederhana; yaitu dengan cara menuliskan hal yang sangat emosional tanpa memperdulikan tata bahasa dan diksi dalam waktu 20-35 menit. Jadi, mau nulis kata-kata kasar pun tidak akan ada yang mengoreksi atau melarangnya.

Kegiatan ini dapat dilakukan seminggu 4 kali selama 4-5 minggu. Namun yang menjadi catatan hasil dari terapi menulis ekspresif tidak diperkenankan untuk dibaca kembali, akan tetapi disimpan dan dibuka ketika dikehendaki saja.

Menurut penelitian lain, durasi menulis 10-30 menit. Kemudian subjek diminta untuk menulis tentang bagaimana menggunakan waktu sehari-harinya, perasaan-perasaannya kepada orang sekitarnya, tentang masa lalu, masa sekarang, konflik pribadi, apa saja hal traumatis yang terjadi pada dirinya, refleksi hubungan antara pengalaman emosional dan keyakinan terhadap Tuhan yang mengatur segala kehidupannya dan impiannya. Kegiatan ini dapat dilakukan 3-5 hari hingga 4 minggu.

Kalau menurut hemat saya, kapan pun kecemasan itu muncul, segera tuliskan! Kalau perlu, di masa pandemi ini, selain membawa hand sanitizer, jangan lupa juga untuk membawa notes dan pena kemana pun anda pergi. Karena Rahmania, kita tidak akan pernah tahu kapan kecemasan itu datang menghampiri.

Bagikan
Exit mobile version