Site icon Inspirasi Muslimah

“Tawakal” Adalah Nikmat

perubahan

Medio 2017 sampai 2019 roda hidup berada tepat di dasar dan bertemu langsung dengan dasar aspal jalan, hingga pada suatu waktu saya tanya ke diri sendiri, “Salahku apa?” Tidak ada yang menyangka bahkan keluarga sekalipun, tujuh belas tahun meniti anak tangga hingga tangga teratas tanpa cacat. Pencapaian tertinggi yang tidak terbayangkan untuk kapasitas saya, tiba-tiba runtuh berkeping-keping hingga di bawah sadar saya.

Saat itu keahlian yang dititipkan ke saya masih terbilang langka bahkan hingga saat ini setidaknya masih dapat saya banggakan. Berbagai unjuk kebolehan saya coba untuk mendapatkan kepercayaan baru dari para pemegang kartu truf . Hasilnya tidak cukup menggembirakan, bahkan semakin memperburuk suasana.

Frustasi, rendah diri, dan insecure bergelayut setiap berada di lingkungan mereka, upaya menghilang dan menjauh dari hiruk-pikuk kompetisi sering kali menghinggapi pilihan. Dalam satu momentum pertengahan 2018 saya mohon keluarga untuk resign dari pekerjaan saat itu. Setiap diskusi selalu berakhir debat tak berujung di antara anggota keluarga untuk memulihkan kepercayaanku. Hingga pada satu titik keputusan diserahkan ke saya; dengan konsekuensi tanggung jawab saya sebagai kepala rumah tangga.

Perjuangan, Perubahan dan Pengalaman

Seorang teman tiba-tiba menasehati untuk berfikir ulang sebelum mengambil sebuah keputusan gegabah. Menurutnya menjadi seorang ahli, sering kali kita menukar pikiran khayalan “bagaimana jika” kita dengan kenyataan yang ada. Namun pengetahuan dan perubahan membutuhkan pikiran yang sedikit ringan. Dan, jika kamu memperbaiki asumsi bahwa apa yang kita terima sebagai kebenaran memang adalah kebenaran, maka akan ada sedikit harapan untuk maju.

Sekembali di rumah, nasehat-nasehat tadi saya timbang dan saya barengi dengan spirit moril keluarga yang selalu berharap kejernihan bertindak. Terbayang pula wajah iba istri dan anak-anak. Dalam kebimbangan, rasanya pilihan berpasrah menjadi pilihan yang layak saya perjuangkan. Dengan segudang pengalaman seorang penyervis sepeda tidak akan mampu bertahan ketika dia tidak bersyukur, sebuah analogi yang cukup menenangkan hati saat itu.

Menjadi tukang servis sepeda tidak perlu bergelar enginer, baginya terpenting tahu teknik tambal, stel rantai, stel rem, stel gir sudah cukup. Bahkan tidak jarang temuan-temuannya mereka patenkan dan pasarkan. Pertanyaannya, kalau saja tukang servis sepeda menerima pendidikan yang lebih tinggi, mungkinkah mereka masih memiliki sikap yang sama seperti yang digambarkan oleh penyervis sepeda tadi? Tentu bisa berbeda.

Dalam perubahan, pengalaman yang mereka dapatkan dengan susah payah, praktik terbaik, dan proses yang menjadi dasar kesuksesan sebuah perusahaan dapat menjadi batu sandungan yang mengancamnya tenggelam. Dengan kata lain, beban dari apa yang kita tahu, terutama apa yang sama-sama “tahu” membunuh perubahan. Situasi yang sama ketika saya merasa sangat berpengalaman sampai menganggap orang lain tidak ada artinya. Maka pikiran itu akan menutup masukan orang lain dan program yang kita hasilkan tidak akan pernah maksimal.

Langkah pembatalan pengunduran diri akhirnya saya lakukan. Awal 2019 menjadi titik balik untuk berusaha dengan meninggalkan kesombongan dan dendam. Dampak mulai terasa sejak mengikuti sebuah kompetisi dengan keberhasilan mempertahankan proposal yang dilombakan dihadapan para juri. Berpikir tanpa beban melalui kombinasi keahlian dan pengalaman menjadi penentu terbesar dalam penilaian tersebut, dan berhasil.

Setahap demi setahap tangga merangkak naik tanpa menanggalkan kesyukuran pada posisi yang menjadi amanah saya. Kombinasi keilmuan dan pengalaman tetap saya perlukan dan memulai dengan pikiran tanpa beban. Titik kesyukuran selalu menghiasi capaian hingga saat ini, titik terang mulai terlihat sembari berupaya agar tidak terperosok ke jurang yang sama.

***

Saya berpendapat bahwa kadang cara self-help seperti di atas tidak cukup. Setelah bekerja untuk dan dengan beberapa perusahaan terbaik sekalipun, saya yakin bahwa beban keahlian bisa jadi begitu berat hingga saat saya berhadapan dengan perubahan. Bantuan dari pihak luar kadang saya perlukan. Bantuan pihak luar yang tidak terbebani oleh keahlian suatu tim untuk melampaui batasan pemikiran mereka.

Fase menutup diri yang pernah saya alami saat itu terbukti hanya merugikan diri kita sendiri. Saatnya kita membuka diri untuk menjelajahi segudang ide dan kemungkinan dalam memainkan peran di setiap perubahan. Mereka dapat membantu kita menggabungkan kekuatan pemikiran intuitif dan melepaskan beban apa yang kita tahu.

Tulisan ini adalah tentang sisi manusia dari sebuah inovasi. Sisi yang bukan merupakan analisis keras dan cepat. Banyak para pemimpin merasa paling nyaman, dan lebih melupakan sisi sosial, bahkan, ya…emosi. Ini hanya mencoba mengingatkan diri saya sendiri bahwa setiap perubahan, setiap target, setiap konsep revolusioner adalah produk dari seorang manusia, atau lebih memungkinkan, produk sekelompok manusia.

Waktunya telah tiba bagi kita untuk memikirkan kembali kepercayaan-kepercayaan kita yang paling mendasar tentang siapa yang dapat memberikan nilai tambah dalam menciptakan gagasan-gagasan baru. Karena apa yang kita tahu, bagaimana kita telah dikondisikan untuk bekerja, bahkan apa yang ingin kita raih, semuanya menambatkan kita pada apa yang telah berjalan dan menghambat kemampuan kita untuk melihat kemungkinan baru.

Bagikan
Exit mobile version