Site icon Inspirasi Muslimah

Ruhana Kuddus: Jurnalis Perempuan Pertama Indonesia Pejuang Nasib Perempuan

perempuan

Cerita ini saya rangkai dan persembahkan dalam rangka memperingati Milad Negara Republik Indonesia yang ke 76 tahun. Melihat sayembara perlombaan menulis tentang tokoh pahlawan perempuan inspiratif dalam akun instagram @rahmadotid, sebagai seseorang generasi perempuan saya tertarik untuk berkontribusi. Harapannya agar bisa membantu memotivasi generasi Indonesia khususnya perempuan yang tergabung dalam pembaca Rahma.id, agar memiliki jiwa pejuang impian yang tinggi.

Allah menciptakan laki-laki dan perempuan dengan kelebihannya masing-masing. Keduanya memiliki akal dan hawa nafsu, hanya saja yang memebedakan adalah peran dari kodrat jenis kelamin mereka yang telah Allah Swt. tetapkan, untuk menciptakan keselarasan mereka dalam berhubungan rumah tangga. Maka dari itu, sebagai makhluk yang sama-sama memiliki akal dan hawa nafsu, perempuan juga memiliki hak untuk berfikir; merespon pembelajaran ilmu yang ada di sekitarnya; serta berambisi untuk menerapkan ilmunya melalui impiannya. Sebab Allah pun tidak pernah menurunkan firmanNya untuk melarang perempuan berilmu dan berkarya. Seperti dalam QS. Al-Mujadilah:11 yang menerangkan bahwa Allah akan mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu, namun tidak ada pengkhususan hal itu apakah untuk laki-laki maupun perempuan, sehingga bisa dikatakan berlaku untuk keduanya.

Ruhana Kuddus, Pahlawan dari Minang

Berbicara mengenai tokoh pahlawan yang menginspirasi, saya akan memilih bercerita tentang seorang tokoh bernama Ruhana Kuddus. Seorang tokoh pahlawan perempuan dari kalangan pers yang jarang kita dengar namanya, karena gelar kepahlawanannya baru pemerintah tetapkan di akhir tahun 2019, dalam pertemuan Dewan Gelar Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan oleh Presiden Joko Widodo.

Beliau lahir di Koto Gadang, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 20 Desember 1884. Begitu besar jasanya terhadap perjuangan masyarakat Sumatera Barat, khususnya perempuan, sehingga bangunan sekolah yang pernah ia dirikan, hingga saat ini masih dilestarikan oleh masyarakat Agam. Fokus perjuangannya adalah pada peningkatan kecerdasan perempuan melalui dunia pendidikan dan dunia kepenulisan pers. Kegigihan tersebut muncul karena beliau terinspirasi dengan kemajuan perempuan di Eropa. Beliau hidup di masa Kartini, namun beliau lebih dikenal sebagai sosok pahlawan di dunia pers dan berkarakter independen. Berikut beberapa alasan mengapa tokoh pahlawan Ruhana Kuddus layak dijadikan inspirasi oleh generasi perempuan di Indonesia.

Cerdas dengan Belajar Autodidak

Ruhana Kuddus terlahir bukan berasal dari keluarga bangsawan, sehingga beliau tidak bisa menikmati bangku pendidikan formal. Pada saat itu pendidikan formal sangat tidak bersahabat dengan perempuan pribumi. Kecerdasannya beliau dapat dari kebiasaan ayahnya yang suka membaca dan membawakannya oleh-oleh buku atau majalah ketika sepulang bekerja. Ayahnya bernama Moehammad Rasjad Maharadja Sutan, merupakan kepala jaksa Pemerintah Hindia Belanda, sehingga setiap hari beliau selalu bisa mendapatkan buku/majalah Belanda yang kemudian ia bawa pulang dan Ruhana kecil berusaha mempelajarinya. Sedari umur 5 tahun, Ruhana dikenal kecerdasannya dalam meengenal huruf abjad latin; arab; serta arab melayu, dan di usia 8 tahun ia bisa menulis ketiga jenis tulisan tersebut serta bisa berbahasa Belanda.

Ayah Ruhana juga gemar membelikan buku dongeng, sehingga mulai di usia muda, Ruhana suka memberikan dongeng kepada temannya. Keahlian public speaking-nya terlatih mulai dari sini. Ketika ayahnya berpindah pekerjaan di daerah Alahan Pajang, Ruhana dekat dengan tetangganya, mereka merupakan pasangan suami istri yang tidak memiliki keturunan. Sehingga sang istri yaitu Adies selalu memberikan fokus pengajaran kepada Ruhana ilmu membaca, menulis, menghitung. Beliau juga mahir dalam menjahit dan menyulam berkat ilmu pengajaran dari orang terdekat ayahnya. Pembelajaran yang selalu beliau dapat dari orang-orang sekitarnya ini lah dan dipelajarinya dengan sungguh-sungguh, yang membuat Ruhana tumbuh menjadi perempuan cerdas dan multitalenta, meski tak pernah duduk di bangku sekolah formal. Hasil kerajinannya pun bisa sampai di Pasar Eropa.

Pendiri Sekolah Perempuan

Prihatin terhadap keadaan pribumi perempuan di daerah Minang yang tidak memiliki kebebasan keluar rumah, dan hanya memelajari memasak; menjahit; dan berdandan sehingga kebodohan menghampiri mereka, membuat Ruhana tersentuh untuk menyumbangkan pemikiran kritisnya dan membagikan ilmu yang pernah ia dapat kepada perempuan agar maju. Pada tahun 1911 beliau mendirikan sebuah sekolah Kerajinan Amai Setia di Koto Gadang untuk putri pribumi. Murid-muridnya ia ajari menjahit; berbisnis; menenun; baca tulis; mengelola keuangan; Bahasa Belanda; pendidikan agama; dan ilmu pengetahuan serta membantu pendirian Vereeniggingen (lembaga penyandang dana untuk membantu anak-anak kota gadang bersekolah).

Jurnalis Perempuan Pertama Indonesia

Bagi Ruhana untuk mengubah peradaban perempuan secara luas, dapat memanfaatkan ruang pers. Perjuangan Ruhana menjadi seorang wartawaan, ia imulai sejak ikut serta mengirim tulisan ke Surat Kabar Poetri Hindia di Batavia. Tulisannya yang memuat kritik terhadap perlakuan belanda pada pribumi dan perempuan, menjadikan surat kabar tersebut dibredel oleh Pemerintah Pelanda. Tak patah semangat, Ruhana kemudian menjadi jurnalis Oetoesan Meladjoe di Padang, terbitan Datuk Sutan Maharadja.

Ruhana juga meminta diberikan ruang menulis tentang perempuan, namun Datuk Sutan justru menerbitkan surat kabar independen khusus untuk perempuan dengan nama Soentiang Medjoe pada tanggal 10 juli 1912, dan Ruhana sebagai pimpinan redaksi, yang menjadikannya sejarah sebagai redaktur pertama di Indonesia. Sirkulasi terbitannya di daerah Jawa dan Sumatra. Koresponden dan kontributornya yaitu istri pejabat dan siswa-siswa di Payakumbuh dan Pariaman. Berisikan tentang kritik terhadap pergundikan Belanda kepada perempuan Indonesia; permainan mandor yang menjebak buruh perempuan dalam prostitusi; pekerjaan tak manusiawi di perkebunan Delli; sejarah; isu kemajuan perempuan; biografi perempuan-perempuan yang berpengaruh; berita dari luar negeri; dan puisi. Terbit seminggu sekali dengan minimal 2 tulisan dan 4 halaman. Pernah menulis berjudul “Perhiasan Pakaian” di tahun 1912 untuk mengajak perempuan Minang untuk berbisnis. Pada tahun 1920 Ruhana pindah ke Medan dan memimpin redaksi Koran Perempuan Bergerak. Ketika kembali ke Padang beliau menjadi redaktur Surat Kabar Radio dan Cahaya Sumatra.

Tak hanya fokus dalam memperbaiki nasib perempuan di Indonesia, Ruhana juga berjasa pada gerilyawan dengan menyumbangkan ide penyelundupan senjata dari Koto Gadang ke Bukittinggi dengan memasukannya ke dalam sayuran dan buah. Kisah sejarah Ruhana Kuddus ini bisa dijadikan tauladan yang baik untuk perempuan Indonesia, untuk selalu menjaga semangat menggapai impian yang tinggi dalam kondisi apapun. Pembelajaran juga bisa didapat darimanapun. Sebab semangat impian kita bisa menjadi sumber penyelamat diri dan masyarakat luas dari kerusakan atau kebodohan.

Bagikan
Exit mobile version