Site icon Inspirasi Muslimah

Qanaah: Sebuah Konsep Penerimaan Diri bagi Muslimah

qanaah

Qanaah merupakan kata yang sudah mafhum bagi masyarakat Indonesia. Kata ini sering disandingkan dengan self acceptance dalam teori barat. Kedua istilah ini, yakni qana’ah dan self acceptance memang memiliki ciri khas tersendiri namun secara garis besar memiliki makna yang cukup serupa.

Penerimaan diri atau self acceptance adalah suatu kondisi dan sikap positif individu dalam bentuk penghargaan terhadap diri, menerima segala kelebihan dan kekurangan, mengetahui kemampuan dan kelemahan, tidak menyalahkan diri sendiri maupun orang lain dan berusaha sebaik mungkin agar dapat berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Penerimaan diri sering kali dikaitkan dengan konsep diri yang positif. Di mana dengan konsep diri yang positif, seseorang dapat menerima dan memahami fakta-fakta yang begitu berbeda dengan dirinya. Seseorang yang menerima dirinya memiliki penilaian realistis terhadap sumber daya yang dimiliki yang kemudian dikombinasikan dengan penghargaan atas dirinya sendiri, yakin akan standar dan diri sendiri tanpa harus dikendalikan oleh orang lain dan memiliki penilaian realistis mengenai keterbatasan tanpa harus mencela diri sendiri.

Pengertian mengenai self acceptance itu sejalan dengan makna yang terkandung pada qanaah. Kata qanaah sendiri muncul di al-qur’an dalam 2 bentuk yakni dalam bentuk ism fā’il qāni’ قانع yang berasal dari kata kerja qani’aقنع  serta muqni’ مقنع yang berasal dari kata kerja aqna’a أقنع. Al-qāni’ yang merupakan ism fā’il dari qana’a ini berkaitan dengan sikap penerimaan sekaligus kepuasan atas apa yang ada pada diri. Makna yang demikian juga diungkapkan oleh Ibn ‘Abbās sebagaimana diriwayatkan Ibn Kaṡīr dalam Tafsīr al-Qur`ān al-Aẓīm, bahwa al-qāni’ ialah istilah untuk menyebut orang yang merasa cukup atau puas dengan apa yang diberikan kepadanya. Sedangkan kata muqni’ yang berasal dari aqna’a yang memiliki makna subjek yang menengadahkan kepala seraya memandang ke sesuatu tanpa berpaling dengan rasa hina dalam diri seraya pasrah dan rela dengan yang akan ia terima.

Lantas apakah orang yang mampu menerima segala hal yang ada pada dirinya dapat langsung dikatakan qana’ah? Sayangnya, tidak.

Menurut Bastaman (seorang psikolog barat) penerimaan diri memiliki 5 dimensi yaitu pemahaman diri (self insight), pemaknaan hidup (the meaning of life), pengubahan sikap (changing attitude), keikatan diri (self commitment),  kegiatan terarah (directed activities), dan dukungan sosial (social support). Sedangkan menurut Buya Hamka, qana’ah memiliki ciri khas tertentu yang digambarkan melalui 5 komponen yakni menerima dengan rela atas apa yang ada, memohonkan kepada Allah Swt. atas tambahan yang pantas dan tetap selalu berusaha. menerima dengan sabar atas ketentuan dari Allah Swt., bertawakal kepada Allah Swt., dan tidak tertarik dengan adanya tipu daya manusia.

Jelas terlihat adanya perbedaan yang langsung terlihat atas aspek yang dipaparkan oleh Bastaman sang psikolog barat dan Buya Hamka yang seorang mufassir. Penerimaan diri dalam psikologi barat terlalu menekankan pada manusia sebagai aktor utama penerimaan diri. Psikologi barat berpendapat bahwa proses penerimaan diri terjadi atas dasar keinginan diri sendiri dan tanpa motivasi apapun selain diri sendiri. Sedangkan qanaah menekankan pada aspek transenden yakni Allah Swt. dalam proses penerimaan diri. Seseorang dapat dinyatakan qanaah apabila mampu menerima apa yang telah menjadi dirinya. Selain itu, qanaah juga membatasi tindakan manusia untuk melakukan penerimaan diri dalam hal-hal yang diridai Allah Swt.

Seseorang dapat sudah menerima dirinya namun belum tentu ia bisa dikatakan qana’ah. Sebab dimensi transenden yang melingkupi sifat qana’ah membatasi peyebutan qani’ hanya pada ia yang mengikuti tuntunan syari’at serta mengharap rida Allah Swt. Mereka yang menerima diri dengan mengabaikan tuntunan-tuntunan syari’at tidak dapat dianggap bersifat qana’ah. Alasan ini pula yang mungkin menyebabkan pembahasan qana’ah pada banyak literatur klasik hanya berfokus pada materi. Padahal, qana’ah tidak hanya sebatas menerima rezeki berupa materi melainkan juga menerima segala ha yang telah digariskan oleh Allah Swt. secara penuh sadar dan rela.

Apa yang akan didapatkan oleh muslimah jika ia membiasakan bersifat qana’ah? Pembiasaan sifat qana’ah dalam keseharian muslimah dapat membentuk konsep diri yang positif pada dirinya. Beberapa studi menyatakan adanya hubungan yang positif antara penerimaan diri dan konsep diri. Meningkatnya penerimaan diri berbanding lurus dengan meningkatnya konsep diri. Maka, semakin qana’ah seseorang, semakin tinggi pula peluang munculnya konsep diri positif di dalam dirinya. Konsep diri yang positif mampu membawa perubahan yang cukup signifikan pada tiap individu. Sebab dengan adanya konsep diri yang positif, individu akan percaya bahwa dirinya mampu melalui segala hambatan. Sebaliknya, konsep diri yang negatif dapat memberikan pengaruh buruk pada diri individu. Sehingga dengan membiasakan diri bersifat qana’ah diharapkan muslimah dapat menjadi pribadi yang penuh dengan nilai-nilai positif di dalam dirinya.

Daftar Pustaka

Alallah K, Muhammad Mutawakkil (2022) Self acceptance dalam Al-Qur’an dan relevansinya terhadap qana’ah progresif. Masters thesis, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Ani, Ani. “Pemahaman Nilai-Nilai Qonaah Dan Peningkatan Self Esteem Melalui Diskusi Kelompok (Studi Pada Anak-Anak Yatim Panti Asuhan Nurul Haq Yogyakarta).” Hisbah: Jurnal Bimbingan Konseling Dan Dakwah Islam 13, no. 1 (June 1, 2016): 86–108. https://doi.org/10.14421/hisbah.2016.131-05.

Astiza, Lilis, Nana Sumarna, and Eva Herik. “Konsep diri dengan penerimaan diri pada mahasiswa.” Jurnal Sublimapsi 3, no. 2 (2022): 162-172.

Efendi, Awaludin Mufti. “Hubungan Antara Konsep Diri Dan Pola Asuh Orang Tua Dengan Konformitas Santri,” February 2013. http://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/5258.

Bagikan
Exit mobile version