Site icon Inspirasi Muslimah

Perempuan Di Tengah Prahara Ukraina Vs Rusia

rusia

Mansurni Abadi

Peringatan hari perempuan internasional 8 Maret 2022 lalu kalau mengikut hitungan hari sejak bermulanya tragedi Kiev vs Moscow adalah hari ketiga belas pecahnya perang antar dua negara yang tidak pernah dipimpin oleh perempuan itu.

Ceo Metaverse Sheryl Sandberg bahkan mengandaikan jika kedua negara yang selalu berkonflik ini dipimpin oleh perempuan (CNBC, 2020) mungkin peperangan tidak akan terjadi.  Tapi tentu saja ini hanya andaian yang bisa benar atau salah dari ibu CEO itu. Karena akan  tergantung pada bagaimana pemimpin perempuan tersebut. Berkomitmen terhadap perdamaian dan berdamai dengan tensi-tensi masa lalu yang terwariskan oleh pemimpin sebelumnya.

Peperangan sebenarnya bukti kegagalan salah satu pihak atau keduanya dengan cara-cara damai. Ironisnya peperangan selalu identik dengan serangkaian heroisme dengan istilah-istilah emosional lainnya. Namun melupakan trauma yang terjadi setelahnya apalagi dalam setiap peperangan. Wanita dan anak-anak selalu menjadi golongan yang paling rentan untuk tersiksa bahkan terbunuh.

***

Namun di balik kerentanan ini ada juga kisah-kisah heroisme kaum perempuan. Baik untuk melawan maupun menghentikan peperangan baik di sisi Ukraina Maupun Rusia. Di tengah Prahara antara Moscow Vs Kiew yang belum berujung ini, tentu sangat menarik membahas kontribusi wanita baik di sisi Ukraina maupun di sisi Rusia.

Di sisi Ukraina sebagai pihak yang diserang, wanita-wanita di sana mendesak agar militer Ukraina menerima lebih banyak kaum wanita untuk ikut bertempur di garis depan. Meskipun pemerintah Ukraina sudah memperingatkan agar setiap wanita dan anak-anak hendaknya meninggalkan Ukraina karena berperang bukan kewajiban bagi mereka. Namun tidak sedikit yang memilih kembali bahkan bertahan demi membantu perlawanan di garis depan. Sebenarnya  presentasi perempuan di militer ukraina sebesar 15 % (wsj, 2020). Jumlah yang masih tergolong sedikit menurut beberapa teman di Ukraina yang saya tanyai. 

Oleh karena itu, perempuan di Ukraina membuat gerakan untuk memprotes kemiliteran agar membuka peluang yang lebih banyak untuk kaum perempuan. Meskipun ikut andil dalam peperangan di undang-undang Ukraina bukanlah keharusan bagi perempuan namun dorongan untuk ikut membela tanah air dan berjuang bersama orang – orang tercinta mereka. Baik ayah, kekasih, maupun suami yang sekarang tetap tinggal di Ukraina menjadi pendorong utama kemauan ini.

***

Sebenarnya selain dapat berkontribusi di medan tempur. Mereka juga banyak yang berkontribusi di bidang manufaktur untuk alat-alat tempur seperti baju, peluru, dan konsumsi tentara. 

Namun ada kontribusi lain yakni melalui jalur Diplomasi. Forbes (2020) bahkan sempat merilis daftar perempuan-perempuan hebat dari Ukraina yang menolak peperangan dengan Rusia. Baik lewat jalur diplomasi baik di Parlimen Ukraina, Eropa, maupun forum PBB. Tentunya di sisi Ukraina kontribusi perempuan ini patut kita apresiasi. Dan kita anggap bukan sebatas support system. Tapi bisa menjadi frontliners yang ikut mempertahankan kedaulatan mereka. Di satu sisi dan menghentikan peperangan dengan jalan damai di sisi lainnya.

Sementara di pihak Rusia, serangkaian protes penolakan perang yang terjadi di kota-kota besar mereka. Hal ini membuktikan jika tidak semua orang Rusia mendukung aksi yang dilakukan Vladimir Putin dan pemerintahannya. Namun protes-protes ini cenderung mendapat respon represif oleh aparat Rusia. Kaum perempuan memiliki andil yang cukup besar dalam protes ini. Bahkan beberapa hari lalu sempat ada video yang memperlihatkan seorang perempuan Rusia berusia di atas 80 tahun yang ikut berdemonstrasi menentang peperangan.

***

Kaum Feminis di Rusia pun paling gencar menolak segala bentuk kebijakan militer negara mereka. Yang mengakibatkan sanksi ekonomi dan sosial yang berkepanjangan. Berita Moscow Times pada tanggal 9 Maret 2022 merilis berita yang menyatakan jika gerakan feminis akan mengkoordinasikan protes ke lebih dari 100 kota di Rusia (2022).

Terkait gerakan feminis ini Ellia Rosman dalam artikelnya berjudul “How Russian feminists are opposing the war on Ukraine”, menerangkan beberapa cara kaum feminis Rusia untuk melancarkan protes anti perang yang pertama. Mereka mendidik massa Rakyat tentang propaganda Putin dan pemerintahannnya. Yang memakai retorika demi perdamaian, menentang Nazi, maupun melindungi Etnis Rusia di Ukraina. Bagi mereka apa yang Rusia lakukan sekarang sebenarnya tidak berbeda dengan Nazi, hanya saja berbeda Swastika (simbolnya) saja.

Dan yang kedua, Feminis di Rusia membangun wacana alternatif yang  mengingatkan orang-orang Rusia melihat orang Ukraina sebagai saudara mereka sendiri. Sama seperti kita melihat Orang Melayu di Malaysia sebagai saudara serumpun yang meskipun berbeda secara identitas nasional. Namun satu dalam kemanusiaan agar rakyat Rusia mampu keluar dari jebakan propaganda melihat yang lain di sisi sana sebagai yang jahat.

Wawancara saya dengan salah satu aktivis Anarko-Feminis Rusia, yang dipanggil Miro (Bukan nama sebenarnya) lewat sambungan Whatsapp dua hari yang lalu bahkan menanggap protes peperangan ini harus lepas dari tendensi kebangsaan yang sempit. Namun harus berbasis prinsip-prinsip kemanusiaan yang anti terhadap segala bentuk kekerasan sebagai jalan menyelesaikan persengkataan.

***

Bagi Miro, yang berstatus sebagai Mahasiswa di salah satu Universitas di Timur jauh ini. Apa yang Putin lakukan telah menjadi aib bagi bangsa Rusia di abad 21. Yang harusnya menampilkan muka yang berbeda dari lawan yang selalu menginvasi negara lain jika tidak sesuai dengan apa yang mereka mau.

Miro dan teman-teman juga mengedukasi perempuan di luar Moskow agar tidak bergabung dengan tentara Rusia untuk ikut dalam peperangan dengan Ukraina. Penolakan yang paling efektif baginya adalah mengajak sebanyak mungkin perempuan Rusia untuk tidak menangkat senjata demi membunuh orang lain di luar perbatasan negara mereka atas alasan secara sepihak oleh pemimpin yang tidak pernah mereka pilih secara demokratis ini.

Dan menurut Miro juga, meskipun Kiev dengan Moscow sedang berperang, entitas gerakan perempuan di dua negara semakin kuat dari hari ke hari. Bersatu padu menentang peperangan baik di sisi Rusia yang mencegah terjadinya Invasi lebih lanjut maupun di sisi Ukraina yang menolak adanya pengerahan besar-besaran penduduk mereka yang tidak terlatih. Baik dalam peperangan untuk maju ke garis depan. Bagi Miro apa yang Ukraina lakukan itu fatal sekaligus naif namun apa yang Rusia lakukan pun kejam dan tidak manusiawi.

https://www.cnbc.com/2022/03/08/sheryl-sandberg-on-russia-ukraine-women-led-countries-wouldnt-go-to-war.html
https://www.wsj.com/articles/if-war-with-russia-comes-ukrainian-women-will-be-on-the-front-lines-11645113866
https://www.opendemocracy.net/en/5050/how-russian-feminists-are-opposing-the-war-on-ukraine/
https://www.themoscowtimes.com/2022/03/09/russian-feminists-stage-anti-war-protests-in-100-cities-a76832
Bagikan
Exit mobile version