Site icon Inspirasi Muslimah

Perempuan dan Komoditas Konten berkedok Agama

perempuan konten dakwah

Beberapa waktu silam, masyarakat digegerkan dengan salah satu video yang viral di jagat media. Bermula dari salah satu channel youtube mengatasnamakan dakwah, tapi clickbait. Thumbnail di semua videonya menampilkan perempuan yang tidak berjilbab, judulnya selalu mengarah objektifikasi tubuh perempuan seperti “Sexy”, dengan kata-kata magic: tobat, insyaf, merenung.

Isi videonya kurang lebih menceramahi mbak-mbak yang tidak pakai jilbab ini, katanya akan masuk neraka jika kita tidak mau menutup aurat. Seakan si pemilik konten ini yakin bahwa dengan apa yang ia yakini, lantas ia bisa sakkarepe dewe memaksa orang asing untuk memakai jilbab. Entah mereka saling kenal atau tidak, atau ada kesepakatan sebelum take video.

Masalahnya adalah yang ditampilkan konten ini, pemilik konten yang notabene bercadar menyuruh stranger atau orang tidak dikenal untuk memakai jilbab. Bahkan di salah satu video, objeknya adalah perempuan yang beragama Katolik. Tetap saja dipaksa “coba dipakai dulu, ya, Kak. 5 menit aja, nanti boleh kok dilepas lagi. Untuk rasa toleransi kita aja kak”. Hadeh, sampai bingung melihat sisi toleransi dari mana.

Apakah pantas memaksa orang tidak dikenal untuk memakai jilbab? Ditambah dengan nasihat-nasihat yang tidak beradab? Plus objeknya adalah perempuan yang dianggap sumber dosa dan fitnah?

Pentingnya Beradab dan Berilmu, Sebelum Berkonten

Trend Social Experiment semacam ini memang banyak diminati oleh para Content Creator. Selain mudah viral, beberapa netizen kagetan senang melihat konten dalam balutan agama, apalagi agama Islam. Namun sangat disayangkan isinya sama sekali tidak mencerminkan kedamaian Agama Islam itu sendiri. Kurang lebih isinya pemaksaan, intoleran dan trend “sekedar mengingatkan” tanpa adab.

Mungkin kita lupa, kisah tentang Rasulullah mulai berdakwah pada tahun 5 Hijriah. Saat itu, yang pertama kali diajarkan adalah tentang tauhid, kurang lebih selama 13 tahun. Perintah untuk menutup aurat bagi perempuan datang 5 tahun setelah Rasulullah pindah ke Madinah. Apakah Rasulullah ujug-ujug langsung memaksa semua perempuan untuk menutup aurat? Tentu tidak.

Pada dasarnya, perjalanan spiritual seseorang dimulai dengan mengenal penciptanya, perihal tauhid. Bukan langsung mengetahui hukum-hukum syariat. Jadi sangat disayangkan ketika ada yang tiba-tiba menjatuhi hukuman syariat kepada seseorang yang mungkin perjalanan spiritualnya belum sampai sana. Apalagi sampai memaksa meyakini apa yang kita yakini.

Surat Terbuka untuk para Content Creator, dari aku penikmat Videomu

Biasanya kalimat “Maaf, Sekedar Mengingatkan”, dipakai oleh para oknum ahli agama yang menasehati di kolom komentar instagram artis, yang konon katanya jauh dari agama. Maka sekarang, izinkan penulis mengingatkan para Content Creator yang tengah beradu nasib atau yang memiliki konten semacam ini.

Hallo para Content Creator, saya ini hanya penikmat konten kalian buat. Izinkan saya sedikit menggunakan hak berpendapat dan hak bersuara untuk menengahi kegaduhan ini.

Pernah dengar kalimat pentingnya adab daripada Ilmu? Sekarang digabung dan ditambah diksi, ya. Pentingnya Adab dan Ilmu sebelum Berkonten. Iya, sebab jika semua orang menonton bahkan mencontoh yang apa yang kita buat, akan semakin banyak orang yang salah paham dengan adab menasehati atau adab berdakwah.

Konten yang sedang ramai itu berdampak pada perempuan yang tidak berjilbab akan semakin dianggap sumber dosa dan citra perempuan bercadar semakin dipertanyakan. Iya, saya tau sesama manusia itu harus saling mengingatkan. Tapi apakah kita tau perjalanan spiritual seseorang hingga kita langsung buru-buru mengingatkan. Jangan Suuzhan! Paling tidak Tabayyun bagaimana kehidupannya, pun jika mereka berkenan.

Hallo para Content Creator, sulit sekali mengingatkan perihal niat. Apalagi yang di hadapannya adalah viral dan adsence. Paling tidak berpikirlah, apakah konten yang kalian tampilkan bermanfaat atau tidak. Jika manfaat itu minim, yo wes ngalah. Pikirkan apakah ini menyalahi aturan bermasyarakat atau tidak, menyinggung perasaan orang lain atau tidak, mengandung unsur SARA, intoleran atau tidak. Terakhir, jangan memaksa nasihat kita harus diterima.

Jika konten yang kalian sajikan katanya bertujuan dakwah, maka yang harus diperbaiki adalah niat kalian. Ilmu yang kalian punya, bukan untuk ajang membandingkan siapa yang paling suci, antara kamu atau objek yang ada di kontenmu. Janganlah menghancurkan makna kedamaian Islam, hanya untuk sebatas viral dan adsence yang ingin kalian genggam.

Bahkan beribu petisi untuk menghapus video-video itu kalian hiraukan begitu saja. Apalagi sampai melakukan pembenaran terhadap konten-konten sebelum kamu, tapi dia tidak viral sepertimu. Apa gak kasihan sama perempuan yang kalian jadikan objek cuan? Apa kalian tega, selalu mengobjektifikasi tubuh perempuan dengan kalimat-kalimat yang merendahkan harga dirinya?

Rahmania, saya sama sekali tidak melarang jika menyebarkan dakwah Islam melalui berbagai konten Youtube, Instagram atau Tiktok. Adab dan Ilmu yang yang paling utama, sebelum berdakwah dalam konteks berkonten. Akhirul kalam, sebaik-baiknya mengingatkan adalah menjadi Uswatun Khasanah untuk sekitar. Bukan memaksa orang tak dikenal untuk memakai jilbab 5 menit sajaaah.

Bagikan
Exit mobile version