Site icon Inspirasi Muslimah

Perempuan Berdaya dari Tudung Dapur

dapur

Sejak kecil saya terbiasa melihat ibu berkarya dari dapur untuk membantu keuangan keluarga. Dari membuat arem-arem sampai peyek. Semuanya diproduksi supaya kebutuhan rumah tercukupi.

Ya, ibu memang suka sekali memasak. Sampai sekarang beliau masih memasak, yang hasilnya bisa membantu bapak menyekolahkan anak-anaknya.

Konon katanya ada yang bilang keahlian memasak ini terjadi secara turun temurun. Kalau dipikir-pikir ada betulnya juga, memang simbah juga sangat pandai memasak. Tapi, anehnya ternyata kemampuan memasak itu tidak menurun kepada saya sebagai satu-satunya anak perempuan di keluarga kami. Tidak pula kepada kedua adik laki-laki saya.

Lalu, belakangan saya menyakini bahwa kemampuan memasak merupakan hasil belajar terus menerus. Yang akhirnya menelurkan insting tentang takaran bumbu dan bahan setiap kali mengolah sebuah menu. Tentu saja karena simbah dan ibu lihai meramu aneka masakan. Lha wong hampir tiap saat bekerja di dapur. Sedangkan saya tidak begitu suka berlama-lama di sana.

Namun entah karena apa, belakangan ini saya suka bereksperimen di dapur. Mencoba banyak resep orang-orang yang saya percaya dari laman media sosial. Ternyata dapur bisa menjadi laboratorium. Lokasi uji coba berbagai campuran bahan pangan untuk mendapatkan standar rasa yang legit. Oh, jadi ternyata di sinilah letak rasa bahagia di dapur. Mungkin dulu simbah dan ibu merasakan kebahagiaan seperti.

Setelah mencoba dan menguasai berbagai resep, pikiran saya mulai memikirkan cuan dari sana. Mungkin jumlahnya tidak seberapa karena pemula. Akan tetapi usaha untuk mendapatkan dan emosi ketika menerima hasilnya sepertinya akan terasa berbeda. Apalagi setelah vakum dari dunia gajian. Sungguh, bayangan untuk mengembangkan usaha dari dapur kian hari makin dekat dengan isi kepala dan hati.

Kenapa baru sekarang saya sadari bahwa ternyata banyak perempuan yang sudah menikah, kemudian mengabdikan seluruh hidupnya untuk keluarga. Tiap hari berkutat dengan dapur, lalu menjadi berdaya dari sana. Bukan hanya tentang ibu yang menjadikan dapurnya sebagai kantor. Namun juga tentang perempuan lain yang saya kenal, yang juga punya jalan juang dari sana.

Lebih epik lagi pemikiran ibu-ibu muda zaman sekarang yang menjadikan dapur pusat perekonomian supaya tetap bisa berdaya meskipun dari rumah. Bukan hanya melulu tentang uang, tapi kelekatan dengan anak dan pasangan jadi faktor utama. Setidaknya kedekatan dengan anak-anak tetap bisa terjaga, urusan teteg bengek rumah tangga bisa berjalan dan uang pun tetap mengalir. Bahkan kalau bisa, ikut membantu suami menyokong keuangan keluarga. Ah, sungguh mulia sekali hati para ibu ini!

Kalau kita pikirkan lagi, berdaya dari dapur bukan saja tentang menjual makanan lalu menerima uang. Proses pemberdayaan ini sebenarnya juga mengenai upgrade skill seorang ibu yang mungkin sudah lama terperangkap dengan rutinitas rumah tangga. Perjalanan menjual produk tidak sekedar ‘proses jual beli’ saja. Banyak hal yang perlu dilatih dan diperbaiki.

Menjual produk memaksa ibu untuk memperbaiki kemampuan komunikasi. Sebab transaksi jual beli sangat erat hubungannya dengan aktivitas menawarkan produk yang akan dijual. Untuk orang-orang yang lama hiatus dari hingar bingar dunia sosialisasi, tentu tidak mudah. Malu, mungkin iya. Gagap ketika berbicara, bisa jadi. Bingung bagaimana menawarkan untuk pertama kali, sangat mungkin terjadi. Karena sama seperti memasak, public speaking juga skill yang berkembang karena latihan terus- menerus.

Tentu akan sulit di awal. Namun sejalan dengan konsistensi untuk menjalankan usaha tentu kemampuan untuk mempublikasikan, memamerkan dan menawarkan produk akan ikut berkembang. Meski terlihat sepele, inilah awal kebangkitan dari pemberdayaan diri seorang perempuan setelah menjadi ibu rumah tangga.

Tak hanya itu, pada era digitalisasi seperti sekarang publikasi produk memaksa kita untuk mengikuti perkembangan zaman dengan membuat konten di media sosial. Ya, produksi konten untuk menjual produk yang kita jual tentu akan mendukung penjualan kita. Marketing di media sosial menjadi penting untuk membentuk personal branding bagi penjual dan produk yang dijual.

Kegiatan ini menuntut seseorang untuk berpikir kreatif supaya menarik minat orang yang melihat konten yang kita buat. Nah, dari proses kreatif ini ibu rumah tangga perlu membangkitkan kembali kemampuan berpikir serta daya imajinasinya yang lama terkubur bersama rutinitas harian di rumah.

Dan tentu saja, kemampuan untuk menginovasi produk supaya menjadi pembeda dari produk yang sudah ada. Banyak proses jatuh bangun yang pasti akan dialami oleh seseorang yang lama tidak berkecimpung dengan dunia luar.

Pada awalnya, mungkin bukan tentang seberapa banyak hasil yang diperoleh. Namun, lebih kepada bagaimana seorang ibu rumah tangga menjalani rutinitas baru yang kembali bisa menggairahkan hidup mereka. Memberi nyala baru dalam hidupnya. Semangat yang disebut dengan pemberdayaan diri.

Dari dapur, yang dianggap sebagai tudung yang menutup semua kemampuan seorang perempuan setelah mengabdikan dirinya menjadi ibu rumah tangga. Ternyata mampu menjadi kantor, ruang kerja untuk melejitkan potensi yang sudah lama lenyap. Siapa yang menyangka kan?

Bagikan
Exit mobile version