Site icon Inspirasi Muslimah

Pengaruh Membeda-bedakan Anak terhadap Kesehatan Mental

membeda-bedakan

Penyimpangan jiwa seorang anak bisa terjadi karena orang tua membeda-bedakan anak atau yang telah dianggap anaknya. Membeda-bedakan mereka, menimbulkan rasa dengki, benci, rendah diti atau perasaan tak berharga dalam diri anak.

Sikap tersebut juga dapat mengakibatkan permusuhan antar anak. Bukan hanya sekarang bahkan bisa berlanjut hingga dewasanya, terbentuklah istilah sibling rivalry. Ada beberapa jurnal tentang sibling rivalry yang pernah membahas tentang  bagaimana persaingan antar anak, perseteruan, dan sebagainya terjadi sejak kecil hingga dewasa.

Salah satunya peneliti dari Universitas Negeri Semarang, Ayu Citra Triana Putri. Penelitiannya berusaha menggambarkan lebih jelas dan mendalam tentang dampak sibling rivalry pada anak usia dini. Pada intinya, penelitian ini mengungkap bagaimana pola asuh orang tua yang berbeda-beda dapat menjadikan problematika sejak dini terhadap anak.

Lebih jauh lagi, sikap membeda-bedakan anak hanya akan memperbesar jiwa kompetitif mereka. Sebetulnya, persaingan antar anak sejatinya sudah ada sejak mereka balita dan bahkan persaingan akan berlanjut hingga dewasanya.

Hal ini juga ada bukti sejarahnya. Kedua putra Nabi Adam a.s. yakni Qabil dan Habil. Keduanya bersaing- sebetulnya hanya Qabil yang memiliki iri hati-  dan berakhir dengan pembunuhan.

“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Qabil dan Habil) dengan sebenarnya. Ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah satunya dan tidak diterima dari yang lainnya. Maka berkata yang tidak diterima kurbannya, ‘Sungguh aku akan membunuhmu.’ Dan berkata yang diteirma kurbannya, ‘Sesungguhnya Allah hanya menerima kurban dari orang-orang bertakwa.’ – QS. Al Maidah: 27

Habil dalam sejarah diceritakan tidaklah merasa dizalimi dalam asuhan Nabi Adam as. Sehingga dia tidak akan membalas bagaimana perlakuan Qabil terhadapnya. Hal ini terekam dalam sebuah ayat.

“Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu untuk membunuhku, sekali-kali aku tidak menggerakkan tanganku aku membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Robb sekalian alam. Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan membawa dosa (pembunuhan ini) dan dosa kamu sendiri yang lain, maka kamu menjadi penghuni neraka, dan yang demkian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim.” -QS Al Maidah: 28-29

Dalam sejarah, kita mengetahui bahwa Nabi Adam as. berlaku adil kepada keduanya. Qobil dan Habil juga sama-sama dinikahkan dengan adik mereka yang lahir setelah mereka. Tak ayal, apabila orang tua membeda-bedakan anak sejak dini, maka bisa membuat mereka melakukan persaingan yang tidak sehat.

Adam as. sudah berusaha menjadi ayah ysng menuntun anak berbakti kepadanya. Bukan hanya itu, melalui Nabi Adamlah, kedua anaknya itu sama-sama mengenal Allah. Sama-sama mendapatkan amanah untuk persembahan syukur.

***

Rasulullah saw. pernah menasihati,”Allah merahmati seorang ayah yang membantu anaknya untuk berbakti kepadanya.” – HR. Ibnu Hibban

Orang tua perlu membantu anaknya, bagaimana cara berbakti. Baik anak pertama maupun kedua. Hal paling kecil yang perlu menjadi perhatian saat berlaku adil, bisa dimulai dari pemberian hadiah. Pemberian hadiah yang adil dapat mengurangi kecemburuan.

Orang tua biasanya memandang anak dari gender laki-laki atau perempuan. Orang tua juga memandang dari parasnya anak- cantik atau tampan-, segi kognitif (kecerdasaannya) maupun kesempurnaan fisik. Sehingga dari kecenderungan menyayangi berlebihan salah satu anak yang menonjol, maka hadiah pun juga pilih kasih.

Suatu missal, kita punya adik atau kakak pasti mengalami hal yang namanya cemburu. Bahkan suatu ketika melakukan kesalahan, di mana keduanya punya salah. Namun yang dipukul atau dihukum hanyalah kita. Sedangkan adik atau kakak didiamkan. Sehingga kita merasa dengki, meskipun itu sesaat. Namun bila ilustrasi rersebut dilakukan orang tua di kejadian nyata setiap hari, kesehatan mental anak yang dibedakan perlakuannya tersebut akan terganggu dan akan memiliki sifat-sifat mental negatif yang akan berpengaruh hingga dewasanya. Untuk itu, kita yang sudah dewasa dan ada yang menjadi orang tua, perlu antisipatif ketika hadirnya anak yang baru lahir.

Sebagai orang tua, sudah mulai memberikan pengertian kepada kakaknya bahwa adik yang baru lahir perlu disayangi juga. Baik olehnya maupun oleh orang tuanya. Apabila anak pertama sudah bisa memandikan adiknya, maka mengajaknya  untuk memandikan adik juga perlu. Agar berlaku kasih sayang.

Mengucap rasa sayang sejak dini, sebelum dan sesudah adiknya lahir perlu menjaga keistiqamahannya. Selain itu, menciumi mereka berdua sesekali adalah bentuk keadilan bagi keduanya. Ada satu hadis yang memerintahkan untuk menunjukkan bahasa sayang dengan mencium anak.

Dari Aisyah r.a. ia berkata, “Suatu hari seorang Arab badui menemui Nabi saw. (lalu nabi) bertanya, ‘Apakah kalian mencium anak-anak kalian?’ ‘Kami tidak pernah mencium mereka (jawab mereka)’ ‘Apakah kalian berharap agar Allah mencabut kasih sayang dari hatimu?’ “ – HR. Bukhori

***

Kesimpulan dari topik ini adalah menyayangi anak tidak bisa berat sebelah atau dibeda-bedakan. Hal ini bisa membuat kesehatan mental anak terganggu. Antisipasi sikap kita sebelum anak berikutnya lahir sangat diperlukan. Selain itu, mencium anak baik yang laki maupun perempuan, juga dalam pemberian hadiah dan laon sebagainya. Terakhir,  Rasulullah saw. bersabda, “Samakan anak-anak kalian dalam pemberian.” – HR. Thabrani

Bagikan
Exit mobile version