Site icon Inspirasi Muslimah

Parenting Menentukan Karakter Anak di Masa Depan

karakter anak

Di Indonesia pendidikan terkait pola pengasuhan anak (parenting) saat ini masih sangat minim; padahal skill parenting yang baik sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan diri anak. Menurut Morrison (2009) parenting adalah tanggung jawab yang melekat pada orang tua sejak anak lahir sampai tumbuh dewasa. Pola pengasuhan yang diterapkan orang tua sejak dini akan menentukan bagaimana karakter anak di masa depan.

Sebagai orang tua kemampuan parenting yang baik sangatlah dibutuhkan dalam mengawal perkembangan diri anak; namun nyatanya masih banyak orang tua yang keliru dan belum memahami perannya terutama di ranah pendidikan. Kesibukan kerja dan tidak adanya waktu luang seolah menjadi pembenaran bagi orang tua untuk menyerahkan kontrol dan kendali anak kepada orang lain. Kebanyakan orang tua menganggap keterlibatan mereka dalam pendidikan anak hanya sebatas menanggung biaya dan menyediakan infrastruktur semata. Mereka menganggap bahwa sekolah sudah cukup menunjang kebutuhan pendidikan anak. Hal ini tentu saja keliru, dalam konteks pendidikan orang tua seharusnya memiliki keterlibatan yang lebih besar karena pendidikan formal yang anak dapatkan dari sekolah tidaklah cukup dalam mengembangkan diri anak.

Beberapa tindakan parenting yang tidak tepat secara tidak sadar seringkali orang tua lakukan, contohnya : terlalu memanjakan anak, membanding-bandingkan anak, mematikan emosi anak, menegur anak di depan umum, serta memberikan contoh yang buruk kepada anak. Hal ini tentu akan mempengaruhi kepribadian dan emosional anak.

Penerapan pola parenting yang terbalik juga kerap kali terjadi, di mana orang tua cenderung memberikan kebebasan di masa anak-anak; namun akan semakin memperketat kebebasan itu ketika anak sudah mulai beranjak remaja dengan menerapkan berbagai macam aturan yang mereka anggap baik. Tak jarang dalam menerapkan aturan orang tua cenderung memaksakan keinginannya sendiri tanpa menghargai perasaan dan pendapat anak. Hal ini tentu akan memperngaruhi pribadi dan emosional anak, anak akan merasa pendapatnya tidak dihargai sehingga cenderung bersifat agresif dan membrontak.

Survei Data Kesehatan Indonesia (SDKI, 2012) melaporkan bahwa remaja usia 15-19 tahun telah menunjukkan perilaku menyimpang dan memiliki masalah emosional; di mana sebanyak 0,7% remaja putri dan 4,5% remaja putra dinyatakan sudah pernah melakukan hubungan seksual. Sungguh miris! Dari data tersebut dapat kita simpulkan bahwa pola pengasuhan dan kontrol yang kurang baik dari orang tua terhadap anak sedari dini menjadi salah satu faktor seorang anak dapat melakukkan hal-hal di luar kontrol. Untuk itu perlu adanya pendekatan secara emosional sedari dini kepada anak, orang tua perlu memberi ruang untuk anak menyampaikan pendapatnya. Dengarkan dan hargai pemikirannya, jangan langsung menyalahkan karena hal itu akan membuat anak takut dan sungkan untuk menyampaikan pendapatnya di kemudian hari.

Kesalahan lain yang sering orang tua lakukan dalam mengasuh anak yaitu tindakannya yang seringkali mematikan emosi anak. Contohnya ketika anak terluka atau merasa diacuhkan, anak cenderung mengekspesikan emosinya dengan menangis; tapi kebanyakan orang tua menganggap menangis adalah suatu kelemahan yang tidak boleh ditunjukkan sehingga mereka melarang anaknya untuk menangis. Hal ini tentu akan mematikan emosi dan merenggut kebebasan anak dalam mengekspresikan dirinya. Padahal mematikan emosi hanya akan membuat emosi tersebut semakin menumpuk dan tanpa disadari akan menguasai diri sang anak. Emosi yang menumpuk sewaktu-waktu pasti akan meledak dan di saat itu terjadi pengendalian terhadap emosi tersebut akan jauh lebih sulit dilakukkan. Untuk itu pentingnya memberi kebebasan pada anak untuk mengekspresikan dirinya perlu disadari oleh orang tua. Menangis bukanlah tanda kelemahan, biarkan anak belajar bagaimana cara mengatasi emosinya tersebut.

Terlalu memanjakan anak juga bukanlah hal yang baik, alih-alih membantu anak, orang tua justru milih untuk langsung turun tangan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi anak; baik dalam lingkup pertemanan maupun sekolah tanpa adanya proses pengarahan terlebih dahulu. Terlalu banyak menyelamatkan anak tentu bukanlah tindakan yang tepat. Dalam hal ini penting bagi orang tua memberikan kesempatan pada anak untuk menyelesaikan permasalahannya sendiri; jangan hilangkan kesempatan dan ruang untuk anak mengeksplor dan mengembangkan dirinya melalui permasalahan-permasalahan yang ada agar kelak anak dapat berdiri dipijakkannya sendiri.

Melihat orang lain lebih hebat dari anak sendiri tak jarang membuat setiap orang tua menaruh ekspetasi yang sama terhadap anaknya. Membanding-bandingkan anak seringkali dilakukan orang tua untuk menyampaikan harapannya, anak seolah dituntut untuk memiliki kemampuan yang sama dengan orang lain. Tanpa disadari, besarnya harapan orang tua tentu akan menjadi tekanan tersendiri bagi anaknya; bukannya merasa terpacu anak justru akan merasa rendah diri serta merasa dirinya tidak akan pernah cukup membanggakan orang tuanya.  Memiliki ekspetasi dan harapan kepada anak memang hal yang wajar; namun alangkah baiknya disampaikan dengan cara yang baik disertai pemberian motivasi agar anak merasa didukung.

Penerapan parenting yang baik akan membentuk karakter yang baik pula bagi anak. Peran orang tua dalam mengembangkan aspek moral, sosial, dan emosional anak sangat dibutuhkan sejak anak usia dini. Untuk itu penting bagi orang tua untuk mempelajari cara berkomunikasi, cara mengajar, cara menasihati, cara menghukum, cara menghibur, cara menanamkan disiplin, serta cara memotivasi anak yang baik dan benar; agar terbentuk kepribadian anak yang baik dan tangguh serta siap menghadapi tantangan di masa depannya. Tanamkan nilai-nilai positif seperti kedisiplinan, kemandirian, kejujuran, dan sikap saling terbuka sejak dini kepada anak. Berikan kesempatan dan ruang untuk anak mengeksplor dan bertanggungjawab secara moral atas keputusan yang dibuatnya.

Bagikan
Exit mobile version