Site icon Inspirasi Muslimah

Palestina di Tengah Kemelut Kezaliman Israel

palestina dan israel

Ahmad-Baiduri

Meninjau potret fenomena global, tentu dapat kita temukan bahwa gejolak konflik antara Palestina dan Israel hingga saat ini masih mengandung suhu konflik yang panas. Konfrontasi yang Israel lakukan di tanah Palestina menjadi tekanan yang mendestruksi bangsa Palestina baik secara psikis; sosial; dan agamis untuk berusaha memadamkan api perjuangan Palestina dalam membentengi wilayah yang mejadi kiblat pertama umat Islam. Namun tekanan demi tekanan tersebut tidak mampu menyurutkan ghirah semangat mujahid Palestina dalam menegakkan aqidah; serta mempertahankan wilayah yang bukan hanya secara territorial menjadi hak wilayah Palestina. Namun warga Palestina di garda terdepan berdiri menjadi benteng utama dalam memperjuangkan harkat; martabat; dan kehormatan umat Islam dunia dengan perisai keimanan.

Potret gejolak konflik dan penyerangan kepada Palestina semestinya menjadi benih kontemplasi yang menyadarkan bangsa Indonesia atas kezaliman yang menyelimuti warga Palestina. Secara konstituisonal, Indonesia telah mengutuk tindakan Israel yang senantiasa membombardir secara masif di tanah Palestina. Termaktub pada Pembukaan UUD 1945 dengan tegas sebuah ikrar tersebut tertulis dengan bijaksana bahwa ‘sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Dan oleh sebab itu, maka Penjajahan di atas Dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan Peri-kemanusiaan dan Peri-Keadilan’. Kalimat yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 secara tegas memberikan sinyal kuat untuk merespon secara arif praktik penjajahan di tanah Palestina oleh Israel; karena menyimpang dari nilai kemanusiaan dan keadilan yang manjadi salah satu khittah bangsa Indonesia.

Berdasarkan realitas tersebut, maka peristiwa yang menimpa Palestina menjadi ujian bagi bangsa Indonesia atas komitmen yang termaktub pada pembukaan UUD 1945. Apakah bangsa Indonesia turut menerobos kemelut krisis kemanusiaan Israel yang menyelimuti Palestina atau hanya menjadi penonton yang apatis terhadap praktik kezaliman yang jelas menyimpang dari komitmen bangsa Indonesia yang tertuang pada Pembukaan UUD 1945. Tentu seluruh lapisan bangsa mempunyai peran signifikan untuk dapat menggalang kekuatan bersama dalam rangka menunaikan komitmen bangsa Indonesia yang tertuang dalam konstitusi.

Meninjau dari realitas kondisi masyarakat Indonesia saat ini, masih banyak pendikotomian yang terjadi mengenai pendukungan dan penggalangan kekuatan warga Indonesia untuk Palestina. Masih banyak narasi ahistoris bertebaran yang menyatakan bahwa “Indonesia tidak ada hubungan sejarah dengan Palestina”; “Palestina tidak memiliki jasa bagi bangsa Indonesia”; “Mengurus negara sendiri lebih penting dari pada mengurus Palestina”; dan beragam kontra narasi lainnya yang tergolong narasi ahistoris. Karenanya, penting bagi bangsa Indonesia untuk me-refresh kembali memori sejarah bangsa; di mana negara Palestina turut andil dalam melahirkan kemerdekaan bagi tanah air Indonesia.

Sebagaimana yang tertulis dalam buku ‘Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri’ oleh Muhammad Zein Hassan Lc, (Hassan, 1980) bahwa dalam memori kolektif bangsa, 77 tahun lalu tepatnya pada 6 september tahun 1944. Seorang ulama besar Palestina yang bernama Syekh Muhammad Amin Al-Husaini dengan tegas; terang; berani; dan tulus mendukung kemerdekaan bangsa Indonesia bahkan sebelum lahirnya NKRI. Tatkala Indonesia dihimpit oleh desakan kolonial; maka saat itulah sosok putra terbaik bangsa yang juga berperan sebagai sosok proklamator Kemerdekaan yaitu Drs. Mohammad Hatta memberikan satu delegasi khusus pada PPKI untuk dapat menjumpai ulama besar Palestina tersebut dalam rangka mengupayakan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Dengan ikhtiar diplomatis kepada ulama besar Palestina tersebut, maka dengan tulusnya Syekh Muhammad Amin Al-Husaini mendedikasikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia hingga dengan tegas hasil diplomasi tersebut bergema pada seluruh penjuru dunia. Melalui Radio Berlin berbahasa Arab beliau menyatakan kepada dunia bahwa ‘Indonesia telah meraih Kemerdekaan’ yang disebarluaskan secara dua hari berturut-turut. Potret diplomatis tersebut menjadi cerminan bagi bangsa lain untuk dapat mendukung kemerdekaan Indonesia; sehingga melahirkan NKRI yang saat ini dengan tentram dan damai dapat melaksanakan aktivitas sosial tanpa dihujani rudal; letupan suara tembakan bahkan peluru yang senantiasa berjatuhan.

Tidak berhenti sampai situ, maka Syekh Muhammad Amin Al-Husaini pun turut mendesak negara-negara Timur Tengah lainnya untuk mengikuti jejak beliau guna menggemakan kemerdekaan bangsa Indonesia; sehingga dedikasi Syekh Muhammad Amin Al-Husaini disambut dengan baik dan gemilang oleh Mesir. Dalam rangka menggalang kekuatan untuk meraih kemerdekaan bagi NKRI, maka pada 22 Maret Tahun 1946 Mesir pun turut mendukung  kemerdekaan bangsa Indonesia; dan menjadi negara kedua setelah Palestina yang mengakui Kemerdekaan bangsa Indonesia; yang lahir berkat upaya tulus Syekh Muhammad Amin Al-Husaini (Nadia, 2019).

Di lembar sejarah lain, pada Tahun 1952, ketika Muhammad Natsir menjadi pemimpin delegasi Muslim Indonesia untuk bercengkrama dengan bangsa Islam dunia dalam rangka memperkuat status Kemerdekaan NKRI; maka dengan ketawadhuannya Syekh Muhammad Amin Al-Husaini kembali menyambut Muhammad Natsir sebagai pemimpin delegasi Muslim Indonesia dengan penuh kehangatan dan seduhan secangkir kopi; sehingga menghadirkan keharmonisan dan dukungan secara luas untuk kemerdekaan NKRI dengan nilai-nilai kemerdekaan yang telah diraih. Tentu sosok ulama besar Palestina tersebut menjadi tokoh yang berpengaruh untuk menggalang kemerdekaan NKRI.

Tentunya cuplikan sejarah di atas memberikan sebuah stimulus bagi bangsa Indonesia agar dapat membuka kembali lembaran sejarah terkait peran Palestina terhadap kemerdekaan bangsa Indonesia di tengah abu-abunya narasi yang menyoal jasa dan peran Palestina bagi NKRI. Dengan melihat pergolakan narasi antara  pro Palestina atau pun Israel di dunia maya; maka saat ini fakta lapangan yang menghidangkan berbagai kekerasan, represifitas, dan tindakan dehumanisasi Israel kepada warga Palestina seolah menjadi subjektif berdasarkan manipulasi dari media massa Internasional yang memframingkan bahwa Palestinalah yang justru melakukan upaya konfrontasi terhadap warga Israel sehingga banyak pihak dunia yang mengalami misunderstanding atas informasi yang media Internasional publikasikan.

Renungan atas komitmen yang tertuang dalam konstitusi dan jejak sejarah Indonesia atas hubungannya dengan Palestina haruslah menjadi kesadaran kolektif dalam membangun kemerdekaan Palestina secara paripurna atas penjajahan yang Israel gelontorkan. Kendatipun dalam perpektif tata aturan hukum Internasional sementara ini sangat sulit bagi Palestina untuk merdeka; karena selain konflik yang sifatnya multi-dimensi; primodial; dan perennial, PBB tidak dapat turut menyelesaikan perkara tersebut.

Begitupun dalam kasus kejahatan kemanusiaan Israel, mereka mempunyai sekutu dalam Dewan Keamanan PBB, yaitu Amerika Serikat yang turut melindungi kejahatan dehumanisasi tersebut. Namun bukan berarti karena tantangan tersebut perjuangan kita terhenti dalam menancapkan panji kemerdekaan bagi Palestina. Nilai serta perjuangan individu dan kolektiflah kelak akan menjadi kekuatan untuk menggalang kemerdekaan bagi Palestina.  Karena tidak perlu menjadi Muslim untuk membela Palestina. Hanya cukup menjadi manusia yang memiliki kesadaran akan kemanusiaan, untuk mendukung serta membela negri para Nabi, yakni tanah Palestina.

Bagikan
Exit mobile version