Site icon Inspirasi Muslimah

Nafas Panjang Pengasuhan

pengasuhan montessori
(Review Buku The Montessori Baby Karya Simone Davis & Junnifa Uzodike)

Bagi penulis, buku ini cocok dibaca secara bersamaan (learning by doing) saat kita sudah berstatus sebagai new mom. Berdasarkan pengalaman, penulis sudah membaca buku ini beberapa bab sebelum melahirkan, akan tetapi penulis kesulitan untuk membayangkan praktik pada realitanya. Setelah melahirkan, penulis coba membaca ulang buku ini. Alhasil penulis jadi bisa mengkaitkan apa yang dibaca dengan apa yang sedang dilakukan sekarang. Buku The Montessori Baby ini ditulis oleh Simone Davies dan Junnifa Uzodike.  Diterbitkan oleh bentang pustaka pada tahun 2021 sebanyak 368 halaman. Buku versi terjemahan ini pun ditawarkan dengan harga terjangkau Rp. 99.000.

Hal yang paling penulis kagumi adalah apa yang ditulis oleh Simone, dia membawa pembaca memahami tulisan tanpa merasa terhakimi oleh nilai-nilai ideal. Di setiap bab pasti ada penekanan bahwa tidak semua orang mengalami kondisi seperti ini, jadi pembaca diminta untuk menyesuaikan apa yang dibaca dengan kondisi masing-masing.

Semua tanda tanya berubah menjadi tanda titik. Mungkin itu menjadi perumpamaan penulis untuk menilai cakupan bahasan dalam buku ini. Topik yang disuguhkan lengkap. Penjelasannya mencakup tahap perkembangan bayi dari dalam rahim sampai kelahiran, apa saja yang dibutuhkan baik itu persiapan fisik dan mental, bagaimana berinteraksi dengan bayi, ada cerita-cerita yang ditulis berdasarkan pengalaman peserta kelas montessori, serta rekomendasi buku tentang hal-hal yang diperlukan kemudian.

Pengasuhan membutuhkan Nafas Panjang

Pengasuh berperan sebagai pemandu bayi untuk bisa hidup di dunia dari fase tergantung, kolaborasi, dan mandiri. Oleh sebab itu, membutuhkan nafas panjang dalam perjalanan pengasuhan. Pada tahap awal, bayi mengalami fase tergantung dengan orang dewasa. Semua hal yang diperlukan memerlukan uluran tangan orang dewasa. Pada fase ini bayi sarat akan keteraturan dan perulangan. Sebisa mungkin orang tua atau

pengasuh memberikan fasilitas tersebut. Ketika keteraturan dan perulangan sudah diterapkan, bayi akan mengikuti ritme dengan mudahnya.

Fase selanjutnya, pada usianya yang menginjak 3 tahun bayi sudah mulai bisa diajak berkolaborasi atau berkompromi. Anak masih membutuhkan uluran tangan pengasuhnya tetapi tidak secara utuh. Di fase selanjutnya bayi akan lebih mandiri, tidak lagi berstatus bayi sampai pada akhirnya dia tidak lagi membutuhkan uluran tangan pengasuhnya.

Ketika kita resapi bahwa peran pengasuhan ini membutuhkan nafas panjang, ada hal mengganjal yang pernah penulis temui. Sering kita jumpai orang dewasa berinteraksi atau menghibur bayi secara berlebihan. Menurut Simone, kita tidak perlu menghibur bayi terlalu banyak. Hal itu melelahkan bayi dan juga penghiburnya. Kurang lebih begini kutipannya:

“Kita tidak perlu terus menerus menghibur bayi. Menghibur bayi tak putus-putus melelahkan orang dewasa dan malah bisa merugikan bayi. Bayi belajar melalui pengalaman aktif dan dengan bertindak alih-alih dihibur.”

Tidak harus setiap kali bayi sedang dalam keadaan tenang kita hibur atau diajarkan sesuatu. Bisa jadi bayi kelelahan jika kita terus berinteraksi dengannya. Ada kalanya pengasuh cukup diam memperhatikan dan mengamati apa yang bayi lakukan. Hal ini tidak melelahkan pengasuh dan memberikan ketenangan.

Begitu juga dengan mainan yang disuguhkan. Bayi tidak perlu alat bermain yang bermacam-macam. Prinsip lebih sedikit lebih baik. Selain memang memenuhi kebutuhan naluriah bayi, biaya yang dikeluarkan juga lebih irit. Menariknya, berkaitan dengan alat bermain tadi Simone menjelaskan bahwa bayi lebih sering tertarik pada barang apa saja yang sudah tersedia di dalam rumah dan bukan mainan itu sendiri.

Sebagai Pemandu Perjalanan Bayi

Pernah terlintas dalam pikiran penulis “sembari aku nyusuin bayi aku bisa produktif membaca buku, nonton film, atau telpon dengan teman.”

Ternyata justru sebaliknya, penulis tidak bisa nyambi melakukan hal lain. Beberapa bayi tidak menghendaki hal demikian. Justru bayi rewel ketika Ibunya nyambi melakukan hal lain. Kita sebagai pemandu perjalanan dianjurkan untuk melambat sekaligus menikmati hal yang kita lakukan saat ini, alih-alih nyambi melakukan hal lain. Selama menyusui, mengganti pempers, memandikan bayi, alangkah baiknya aktivitas itu digunakan sebagai momen berinteraksi dengan si mungil. Menikmati setiap prosesnya.

Ketika kita bisa menikmati momen bersama bayi, akan ada cerita baru sepanjang prosesnya dan setiap pengalaman pengasuhan itu unik. Cerita-cerita orang tua dalam kelas montessori menjadi representasi bahwa masing-masing anak memiliki keunikan sehingga cara pengasuh mendidiknya beragam.

Kita diminta untuk memanusiakan manusia kecil ini dengan cara tetap menghormatinya. “Memanusiakan” karena kerap orang dewasa menganggap bayi tidak menyerap apa yang ada di sekitarnya, nyatanya tidak demikian. Contohnya dengan meminta izin sebelum menggendong bayi, berterimakasih pada bayi ketika dia tidak rewel saat pengasuh melakukan suatu hal, mwngkomunikasikan apapun yang akan kita lakukan padanya.

Sebagai pemandu perjalanan, Simone beranggapan alangkah baiknya ketika pengasuh mengajari bayi dengan bahasa positif dan mengurangi penggunaan kata “jangan”. Simone beranggapan bahwa hal ini sangat berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Mungkin penggunaan kata “jangan” diperlukan untuk menekankan suatu hal yang benar-benar dilarang dan diterapkan untuk anak yang beranjak dewasa. Namun, jika anak masih ada pada tahap eksplorasi, ada baiknya untuk mengurangi penggunaan kata “jangan” dan menggantinya dengan bahasa positif.

Terakhir, hal yang membuat penulis terkesan pada buku ini ada pada rasa bahasa. Bahasanya begitu mudah dipahami dan membuat penulis keasikan sekaligus ketagihan. Salah satu tanda ketagihan adalah penulis punya niatan untuk membaca lagi buku Simone yang berjudul The Motessori Toddler dengan penerjemah yang sama. Terimakasih Reni Indardini dan tim. Buku itu akan dijadikan list bacaan selanjutnya.

Bagikan
Exit mobile version