Site icon Inspirasi Muslimah

Mencari Jati Diri Sebagai Seorang Muslim

jati diri

“Siapakah aku?”

“Apa tugasku?”

“Mau ke mana tujuanku?”

Tiga pertanyaan di atas tampak simple dan pasti pernah terlintas di pikiran banyak orang. Pertanyaan sederhana, tetapi tidak semua orang dapat menjawabnya karena membutuhkan pemikiran dan pemahaman yang mendalam agar tidak salah dalam memahaminya.

Masih banyak pertanyaan serupa dalam konteks pencarian jati diri sebagai seorang manusia. Melewati perenungan dan proses belajar yang panjang, manusia terus mencari hikmah dalam setiap jawaban dari banyaknya pertanyaan yang kian mendebarkan.

Jika kamu pernah menanyakan beberapa pertanyaan di atas, lalu kamu bingung serta gundah gulana, “Sebenernya aku ini siapa dan ngapain sih aku ada di dunia ini?”. Tenang, kamu tidak sendiri. Bahkan, ternyata kamu bersama para Nabi. Ingatkah kamu, kisah Nabi Muhammad Saw. yang berdiam diri di Gua Hira? Di sana, Rasulullah menyepi dan mempertanyakan pertanyaan tersebut.

“Kenapa aku dilahirkan ke dunia?”, “Apa peran hidupku?”, “Kenapa aku melihat umat yang berantakan?”, “Aku harus berbuat apa?”. Beberapa pertanyaan itu Rasulullah panjatkan kepada Allah dengan bertawakkal kepadaNya.

Hingga kemudian Allah turunkan wahyu sebagai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Ternyata, Rasulullah diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia dan juga sebagai rahmatan lil ‘alamiin yang akan menebar kebermanfaatan di dunia.

Mereka yang Sibuk Entah Mencari Apa

Memang ada sebagian orang yang enggan memahami dirinya dan mempertanyakan beberapa pertanyaan di atas, entah karena tidak berani ataupun sudah nyaman dengan identitas diri yang “sudah begini”. Mereka sibuk mencari kebahagiaan menjadi seorang manusia, tapi belum paham hakikat dan tujuan diciptakannya menjadi seorang manusia.

Mereka juga yang beranggapan pokoknya, hidup sajalah walau enggak tahu mau ngapain dan mau kemana tujuannya. Mau hidup yang berarti atau enggak, yang penting gak menjemput ajal sendiri alias bunuh diri. Kerap kita jumpai, tidak sedikit orang yang mengabaikan jati diri, akhirnya hidup dengan labil dan ikut-ikutan, seperti berjalan tanpa arah. Bahkan seringkali hidupnya terkesan blunder dan muter-muter.

Saya sendiri kurang setuju dengan pendapat seperti itu, menjalani hidup dengan tanpa tujuan dan memahami terlebih dahulu konsep jati diri sebagai seorang manusia, bukankah layaknya hewan yang hanya makan dan tidur saja? Lantas apa gunanya akal manusia?

Sebagai seorang Muslim, penting kiranya kita memahami jati diri dan fitrah kita sebagai manusia dan hambaNya terlebih dahulu.

Fitrah Manusia

Dalam Islam, fitrah kita sebagai manusia adalah untuk beribadah dan menjadi khalifah di bumi. Ini merupakan kewajiban, ketentuanNya yang tidak bisa diganggu gugat. Sebagaimana firmanNya dalam surah Adz-Zariyat : 56 dan Al-Baqarah : 30 :

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

 “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepadaKu.”

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّى جَاعِلٌ فِى ٱلْأَرْضِ خَلِيفَةً

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi…” (ilaa akhiirihi).

Menjadi manusia, berarti merangkap peran menjadi hamba. Beribadah dan menjadi khalifah merupakan kewajiban dan sifat asal (fitrah) manusia sebagai hamba. Maka, kalau ada yang suka meninggalkan kewajiban shalatnya, dan tidak menyeru amar ma’ruf nahi munkar berarti juga telah menyalahi fitrahnya sebagai manusia.

Menjadi manusia yang memiliki nilai “kebermanfaatan” bagi sesama manusia juga jangan sampai terlewatkan. Sebagaimana hadits nabi, “Khoirunnas anfa’uhum linnas (sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lain)”

Banyak yang mengartikan menjadi manusia berarti harus mencapai titik tertinggi dalam kelas sosial yaitu menjadi “Orang”. Orang dalam artian yang pekerjaannya paling bergengsi, gajinya paling tinggi, kehidupannya dilengkapi banyak istri dan mobil Ferrari. Sangat materialistis dan duniawi.

Ketiadaan pemahaman akan jati diri dan fitrah manusia seringkali membuat kita sibuk berkompetisi di luar jalur ridha Ilahi, mengupayakan segala macam cara untuk mengais validasi, dan membiarkan rasa kemanusiaan dan hakikat diri menjadi hal yang tak penting lagi.

Manusia adalah “makhluk sosial”, makhluk berakal budi yang sepatutnya saling berinteraksi dan bersosialisasi dengan sifat kemanusiaannya. Memberi manfaat dan menjadi manfaat bagi banyak orang merupakan esensi terpentingnya.

Mencari Peran dan Memahami Diri

Banyak orang menerka-nerka dan mencoba mengasumsikan dirinya, tetapi seringkali melupakan dari mana ia diciptakan. Maka, coba kita kembalikan lagi kepada Allah Subhanahu Wata’ala, Sang pencipta kita. Dengan mengikuti jejak para Nabi, mari turut bertawakkal dan merenungi konsep jati diri.

Setelah kita mengetahui hakikat menjadi seorang manusia adalah untuk beribadah, menjadi khalifah, dan bermanfaat bagi sesama. Pertanyaan selanjutnya yang akan muncul adalah “Ingin menjadi orang yang seperti apa dan dengan peran yang bagaimana?”.

Jika belum tahu dan belum memiliki gambaran yang jelas, tak apa. Mari merenungkan diri, dengan memahami fitrah sebagai seorang manusia, minat kita apa, lalu peran (pekerjaan) apa yang cocok dengan kita, dan tentunya masih dalam batas tidak menyalahi fitrah sebagai manusia. Perenungan ini semata-mata agar kita dapat menjadi insan terbaik versi diri kita.

Memang, akan sangat sulit memahami dan melihat diri jika kita terus sibuk bersama orang lain. Terus berada dalam kebisingan pendapat dan penilaian orang lain. Bagaimana bisa memahami diri dalam kondisi seperti ini?

Coba luangkan waktu khusus untuk merenung bersama diri dan mempertanyakan beberapa pertanyaan di awal tadi. Mencari jati diri juga dapat kita telaah dengan melihat kemampuan yang dimiliki secara objektif dan jelas, bahkan melalui refleksi serta introspeksi.

Dengan memahami kita ini siapa, tugas apa yang kita emban, dan destinasi apa yang kita tuju, kita dapat mengenal diri dan memahami arti kehidupan dengan lebih semangat nan bermanfaat. Agar kemudian hidup penuh kesejahteraan dan ketenangan yang juga diridhai Ilahi.

Bagikan
Exit mobile version