Site icon Inspirasi Muslimah

Menakar Kesungguhan

kesungguhan

Proses penciptaan manusia adalah awal dari sebuah peradaban. Manusia dan peradaban memiliki hubungan “spesial”, keduanya saling mendukung antara satu sama lain. Dalam bahasa sansekerta manusia berarti makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Sementara itu, peradaban merupakan seluruh hasil budi daya manusia yang mencakup seluruh aspek kehidupan, baik fisik (bangunan, jalan) maupun non-fisik (nilai-nilai, tatanan).

Pada satu pemahaman, manusia pertama dari proses penciptaan manusia adalah Adam. Adam adalah cikal bakal perkembangan manusia. Dengan kata lain Adam merupakan agen perubahan (agen of change) pada peradaban manusia. Kita, baik secara lahiriah terlahir sebagai laki-laki dan perempuan adalah anak cucu Adam.

Mau tidak mau, suka tidak suka kita mewarisi kesempurnaan Adam sebagai manusia. Ini adalah momentum penting bagi kita untuk bersyukur dan mencintai diri kita sendiri. Mencintai diri sendiri bukanlah sesuatu yang salah, selama masih tetap pada porsinya. Yang salah itu, ketika salah tafsir menjadikan diri sebagai manusia eksklusif atau justru malah mengeksklusifkan diri.

Menurut Paula J.C & Janet W.K manusia adalah makhluk terbuka, bebas memilih makna dalam situasi, mengemban tanggung jawab atas keputusan yang hidup secara kontinu serta turut menyusun pola berhubungan dan unggul multidimensi dengan berbagai kemungkinan. Pada hakikatnya, manusia juga tidak hanya mampu berpikir mengenai diri dan alam akan tetapi juga sadar dengan pemikirannya.

Sebagai generasi yang hidup di zaman serba teknologi kesempatan untuk menggali potensi diri tentu saja terbuka sangat lebar. Teknologi membawa banyak sekali pengaruh, mulai dari positif hingga negatif. Pengaruh-pengaruh ini kemudian menuntut kita untuk segera melakukan perubahan. Tentunya, perubahan yang mengarah pada pengembangan dan kualitas diri.

Sebagai bentuk kecintaan kita pada diri sendiri, kita harus pandai-pandai menyikapi perkembangan zaman. Zaman dengan perkembangan teknologi yang luar biasa, dapat menjadikan manusia dengan mudah menjadi “seseorang” yang ideal dalam pola pikirnya. Sekali lagi, kita jangan sampai terjebak pada pola pikir praktis.

Tak perlu menunggu waktu lama. Hanya dalam waktu singkat, fenomena yang terjadi pada masyarakat kita sudah cukup memberi aba-aba. Menjadi terkenal, dan memiliki banyak harta dapat diraih hanya dalam hitungan satu dekade bahkan mungkin lebih singkat lagi. Bahwa kita harus tetap waspada, atau minimal berhati-hati.

Diperlukan kontrol diri, atas serangan dan gempuran dari berbagai aspek kehidupan. Yang paling penting kita harus kenal, sadar dan paham siapa diri kita. Ini adalah benteng pertama dalam mengarungi samudera kehidupan. Kapan harus memulai perubahan dan poin penting apa yang diperlukan untuk segara melakukan perbaikan. Jawabannya, hanya kita yang tahu.

Kecerdasan terbesar adalah kecerdasan bertahan. Allah, telah menganugerahkan pada semua manusia di muka bumi kecerdasan ini. Sebagai makhluk yang berpikir kita harus mampu memanfaatkan anugerah ini menjadi banyak kebaikan. Tentu saja, kebaikan yang tidak hanya berdampak pada diri sendiri tetapi juga pada orang banyak.

Be A Best One

Sebuah “tag line” yang menyadarkan kita bahwa menjadi baik dengan melakukan perubahan untuk sebuah perbaikan merupakan tujuan utama. Bukankah, dengan merubah diri menjadi lebih baik akan membawa kebermanfaatan pada orang banyak? Bukankah Allah sangat menghargai orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam upaya perbaikan diri?

Semua butuh proses, lama dan singkat itu tergantung kita. Perubahan pada perbaikan diri harus terus dan terus dilakukan. Tidak dibutuhkan skill khusus untuk menjadi apa yang kita cita-citakan. Tidak perlu pula membandingkan diri dengan orang lain.

Membandingkan diri dengan orang lain adalah pencuri kebahagian. Bagaimana ingin berubah menjadi baik, jika kita tidak bahagia. Lebih baik menghargai diri, dengan apa yang kita punya. Karena sejatinya manusia itu kaya, kaya dengan apa yang Allah anugerahkan pada kita.

Lihat saja diri kita, Allah menitipkan organ, panca indra dan semua yang menyertainya. Bukan tanpa alasan, melainkan agar kita paham betapa berharganya diri kita. 

Lakukan segera, tidak perlu menunggu ada peristiwa terjadi pada kehidupan kita. Tidak ada satu manusiapun luput dari masalah, masalah pasti datang silih berganti. Temukan sumber masalah dan cari solusinya. Selesaikan, bukan dari hilir tetapi cari dari hulunya.

Peradaban manusia harus tetap berjalan, kita adalah orang-orang yang mendapat amanah itu. Amanah adalah kebaikan yang akan hilang pertama kali dari muka bumi. Lakukan yang terbaik. Bahkan mungkin dari hal terkecil sekalipun. Allah menilai kesungguhan kita bukan dari kecil atau besar atas apa yang kita lakukan, tetapi dari konsistensi kita dalam melakukannya.

Akhirnya, hanya mereka yang mengenal siapa dirinya, akan bisa terus bertumbuh ke arah yang lebih baik. Berdamailah dengan diri kita, bertanya dalam hati, karena hati tidak akan pernah berbohong. Dalam sebuah nasihatnya, Ibnul Qayyim Al Jauzi pernah berpesan, “Cobaan hidupmu bukanlah untuk menguji kekuatan dirimu. Tetapi untuk menakar, seberapa besar kesungguhanmu dalam memohon pertolongan kepada Allah.

Bagikan
Exit mobile version