Site icon Inspirasi Muslimah

Kalau Mau Bukber Tidak Boleh Baper

bukber

Bulan Ramadan 1443 Hijriah sudah berjalan setengah bulan di mata kita. Semua umat Islam sudah menyipkan semua hal dengan sedemikian rupa untuk menyambut kedatangannya. Menyiapkan jasmani maupun rohani. Di Indonesia sendiri begitu banyak tradisi yang bisa kita jumpai dari tiap-tiap daerah dalam menyambut datangnya bulan Ramadan yang suci dan penuh berkah.

Seperti tradisi Dugderan di Semarang, Nyadran di Jawa Tengah, Apeman di Yogyakarta, Malamang di Sumatera Barat, Meugang di Aceh, dan masih banyak lagi. Terlepas dari berbagai tradisi yang datang dari berbagai daerah yang ada di nusantara; hal yang tidak boleh terlupa adalah di mana kita saling bermuhasabah dan saling bermaaf-maafan dengan sesama agar bisa melaksanakan ibadah dengan lebih khusyuk lagi.

Menanti Momen Bukber

Memasuki bulan Ramadan, akan ada salah satu momen yang sangat ditunggu-tunggu kedatangannya. Terkadang beberapa orang menyiapkannya dengan sedemikian rupa; yaitu momen buka puasa bersama (Bukber) yang dilakukan dengan kerabat keluarga, teman sekolah, teman kerja, dll. Momen ini merupakan ajang untuk menyambung tali silaturahmi yang biasanya sudah terputus atau merenggang. Bukber adalah alasan paling tepat untuk membuka pembicaraan dengan orang yang sudah lama tidak bertukar kabar dengan kita. Tak jarang bukber juga mampu mendatangkan dan menyatukan orang yang bahkan sudah berada di tempat yang cukup jauh dengan kita.

Pada momen bukber biasanya kita dapat bertemu dengan teman maupun kerabat yang sudah lama tidak kita jumpai. Momen ini pun bisa memberikan kita ruang untuk saling bertukar kabar, atau nostalgia dengan apa yang pernah dilewati bersama pada masa lampau. Selain itu juga tidak lupa saling menceritakan pegalaman, serta pencapaian masing-masing saat ini. Seperti halnya momen buka puasa bersama yang baru saja saya lewati bersama keluarga. Di sana tercipta suasana yang cukup meriah. Diawali dengan kumpul dan bertukar cerita dengan sanak saudara; lalu menyiapkan menu buka puasa bersama-sama, buka puasa, salat magrib, lalu dilanjut makan malam bersama, sholat isya dan salat tarawih berjamaah.

Walaupun berawal dengan suasana yang menyenangkan, namun pasti ada saja momen yang paling tidak kita sukai. Saat para Budhe/Pakdhe dan Bulek/Paklek mulai membahas sesuatu yang ternyata tanpa sadar membanding-bandingkan soal pencapaian-pencapaian antar sepupu. Mulai dari yang sudah waktunya menikah tapi belum juga mendapat pasangan, yang sudah waktunya wisuda tapi belum juga menyelesaikan tugas akhirnya, yang sudah waktunya memiliki pekerjaan namum masih saja belum mendapat panggilan, hingga yang sudah menikah tapi belum juga memiliki momongan.

Sebenarnya pembicaraan seperti ini memang menjadi hal yang biasa dan mungkin akan selalu menjadi bahasan Budhe/Pakdhe dan Bulek/Paklek di tengah momen kumpul keluarga. Tidak jarang acara bukber yang dilaksanakan agar tali silaturahim semakin kuat malah menjadi sebaliknya. Ini masih bukber loh, ya. Besok masih ada momen Idulfitri dan momen-momen keluarga lainnya…Hahaha.

Tak heran jika untuk generasi Y dan Z yang sedang mengalami quarter life crisis, momen kumpul keluarga begini menjadi hal yang sangat membosankan, menakutkan, dan bahkan cenderung untuk dihindari. Kadang saya sendiri berfikir, sebenarnya apa yang hendak mereka inginkan dari gaya bahasa yang seperti itu?

Setelah memperhatikan dan memahaminya dengan seksama; sebenarnya nada membandingkan yang keluar dari lisan mereka sebenarnya tidak lain adalah juga sebagai bentuk kepedulian dan kasih sayang mereka kepada kita. Mereka juga ingin tau tahap hidup yang sedang kita lewati saat ini. Misalnya saja saat budhe membahas soal kakak sepupu perempuan yang belum juga menikah padahal sudah waktunya; sebenarnya ia ingin tau apa sebenarnya hal yang menjadi kendala sehingga belum juga memiliki pasangan.

Saat kita merespon hal-hal tersebut dengan respon positif dan tetap senang hati, misalnya dengan bercandaan; semua itu malah bisa menjadi benar-benar pembahasan keluarga. Dan kita bisa saja mendapat masukan-masukan yang bisa menjadi solusi agar kita bisa segera bergegas untuk segera melakukan dan mencapai apa yang memang belum kita dapatkan.

Bukber Jangan Baper

Sebagai generasi yang hidup di zaman teknologi digital; memang kita memiliki pandangan kehidupan yang sedikit berbeda dengan pandangan kehidupan generasi sebelumnya. Di mana anak perempuan tidak boleh menikah lebih dari umur 25 tahun; anak laki-laki harus bisa diandalkan dan bisa menjadi kebanggaan keluarga lewat segala prestasi maupun karirnya dan masih banyak lagi.

Mungkin sedikit sulit saat kita tidak bisa memahami bagaimana gaya menyayangi ala orang tua kita. Ada yang pernah mengatakan bahwa orang tua itu sudah pernah muda; sedangkan anak muda belum pernah merasakan rasanya menjadi orang tua. Kenyataan tersebut mungkin memang seperti tepat. Coba saja kita ingat kembali apa pernah kita marah kepada adik kita karena apa yang telah dia lakukan merupakan kesalahan dan hal yang kurang atau bahkan tidak tepat? Jika iya, maka seperti itulah yang orang tua kita rasakan terhadap proses hidup yang sedang kita lewati.

Bukan semata-mata karena tidak suka atau bahkan membenci, bukan. Saat mereka membahas atau sampai membandingkan, bisa jadi itu adalah bentuk perhatian mereka atau warning; agar kita dapat senantiasa mendapatkan susasana yang baik di dalam kumpul keluarga serta mampu menambah keeratan tali silaturahmi yang ada. Tentu semua itu harus disampaikan dengan cara yang tidak menyakiti atau mengintervensi atau menginterogasi. Selamat menikmati bukber Rahmania.

By: Lailatul Qoderia

Bagikan
Exit mobile version