Site icon Inspirasi Muslimah

Jangan Lupakan Duniamu

rahmat tri

Di dalam mimbar-mimbar agama, kita mungkin sudah sangat sering mendengar nasihat bahwa sebagai orang yang beriman maka seluruh orientasi kegiatan dan aktivitas setiap hari haruslah bertujuan untuk mengejar kebahagiaan akhirat. Tidak jarang juga para agamawan mengingatkan agar orang-orang tidak dilupakan dan disibukkan dengan perkara-perkara duniawi sehingga membuat mereka lalai dari kewajiban akhiratnya.

Pernyataan ini memang betul secara substansi, tetapi dalam pemaknaannya, banyak juga orang yang memaknai nasihat ini secara kurang tepat. Bisa jadi banyak beranggapan bahwa segala hal yang berkaitan dengan dunia adalah semuanya buruk dan cenderung

untuk melalaikan manusia dari akhiratnya.

Kecenderungan ini akhirnya melahirkan dua kutub ekstrem yang saling berseberangan satu sama lain. Ada kelompok yang memaknai bahwa hidup harus dijalani dengan ibadah ritual dan sikap asketis ekstrem. Oleh karenanya mereka menahan diri dari segala kenikmatan dunia bahkan hingga menyiksa diri mereka sendiri. Dan ada juga kelompok yang hanya memikirkan perkara dunia dan melupakan sama sekali perkara akhiratnya.

****

Fenomena ini sebenarnya dapat dicari titik tengahnya jika kita melihat kembali pesan dari ayat Al Qur’an yang mengatakan :

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الآخِرَةَ وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الأرْضِ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

– Al Qashas (28): 77

Ibn Katsir dalam tafsirnya menjelaskan maksud ayat ini agar manusia menggunakan segala kenikmatan, anugerah, dan harta yang dimiliki untuk mendekatkan diri kepada Allah. Disini Ibn Katsir menegaskan bahwa hal-hal duniawi kendati memiliki potensi untuk membuat manusia lalai, ia juga dapat digunakan sebagai sarana untuk beramal baik.

****

Ada kisah di zaman Umar bin Khattab masih menjabat sebagai khalifah, ada seorang pemuda yang menghabiskan waktunya seharian di masjid dengan sholat dan berzikir. Umar kemudian menegur pemuda tadi dengan berkata.

“Wahai para pemuda, keluar dan bekerjalah. Sesungguhnya Allah tidak menurunkan emas dari langit secara tiba-tiba.”

Teguran Umar ini merupakan bentuk kritik terhadap orang yang beribadah terus menerus dan melupakan urusan dunianya. Umar mengingatkan bahwa bentuk kesholehan dan sikap tawakkal

Haruslah diseimbangkan dengan usaha dalam mencari Rizki, agar tidak membebani orang lain.

Dulu pada zaman nabi ada 3 orang pemuda yang mengatakan akan berjanji tidak menikah, puasa setiap hari, dan sholat semalam suntuk untuk membuktikan siapa yang paling sholeh di antara mereka. Tetapi jawaban dari nabi sangat mengejutkan, nabi berkata bahwa kendatipun ia memiliki tugas sebagai seorang rasul, tetapi ia juga menikah, makan, dan bekerja di sela-sela tugas kenabiannya. Artinya bahkan seorang nabi pun tidak menyampingkan sama sekali hak keluarga, hak tubuhnya, dan kewajiban duniawi lainnya.

****

Maka dari itu sifat asketisme yang menarik diri secara ekstrem dari kegiatan dan kenikmatan dunia juga bukanlah suatu sikap yang dianjurkan oleh Islam. Kenikmatan dunia sejatinya adalah naluri dasar yang dimiliki setiap manusia. Harta, pasangan, dan anak-anak adalah salah satu dari beberapa perhiasan dunia yang telah diciptakan oleh Allah untuk kesenangan manusia.

Memiliki perhiasan, berwisata ke luar negeri, dan bercita-cita menjadi kaya misalnya, tidaklah salah. Itu karena naluri dasar manusia adalah untuk mencari kebahagiaan, asalkan dengan catatan bahwa itu tidaklah semata-mata menjadi tujuan utama hidupnya. Selama masih dalam batas koridor yang benar dan tidak berlebih-lebihan maka menikmati kesenangan dunia tidaklah dilarang oleh agama.

Muhammad Iqbal bahkan mengatakan bahwa sikap asketisme yang berlebihan ini adalah penyebab utama kemunduran peradaban Islam. Orang-orang pada sibuk memikirkan kesalehan pribadi nya masing-masing dan bersikap apatis terhadap urusan dunianya. Akibatnya peradaban Islam tertinggal di semua bidang mulai dari sains, ekonomi, dan lainnya

Hal ini sebenarnya dapat dicegah apabila pemahaman soal pandangan keduniaan ini bisa dirubah menjadi lebih positif. Bahwa setiap kegiatan duniawi kita juga dipandang sebagai sebuah bentuk ketaatan lain selain  ibadah ritual rutin sehari-hari. Waktu yang dihabiskan untuk belajar dan mengajar, serta mencari Rizki adalah salah satu upaya untuk mencari sebagian karunia di dunia. Yang nantinya bisa digunakan demi kepentingan akhirat.

****

Kalau anda kaya, anda bisa membantu orang-orang miskin dan anak yatim yang membutuhkan bantuan. Kalau anda memiliki ilmu, anda bisa mengajarkannya kepada orang lain. Semua hal sebenarnya adalah bernilai ibadah jika ditujukan dengan niat yang tulus dan benar. Bagaimana kita bisa sholat dan puasa dengan khusyuk kalau kita tidak punya uang untuk membeli makanan. Atau contoh lain, jika kita tidak tahu ilmu apapun untuk menunjang pelaksanaan ibadah kita.

Maka dari itu pandangan biner yang selalu menganggap dunia itu selalu buruk haruslah diubah menjadi pandangan yang lebih positif. Bahwa menjadi muslim yang beriman adalah sejalan dengan menjadi orang yang berkecukupan dan berilmu. Kalau akhiratnya mau beres maka dunianya juga harus beres, persis seperti doa yang selalu kita panjatkan sehabis sholat “Rabbana aatina fid dunya Hasanah, wa fil akhirati Hasanah. Dunianya baik, akhiratnya juga baik.

Jangan menyalahgunakan alasan akhirat untuk meninggalkan kewajiban dunia sama sekali. Menjadi orang yang alim tidak berarti harus miskin dan tidak berpengetahuan. Tetapi menjadi alim harus berkolerasi dengan memiliki harta yang cukup dan ilmu yang baik.

Ingat, fungsi manusia adalah untuk menjadi pemimpin di muka bumi, bukan untuk menjadi beban di muka bumi.

Seperti pesan dari Al Qur’an di atas. Silahkan berlomba-lomba dalam menuju kebaikan akhirat tapi ingat juga sebagian karunia kita di dunia, karena manusia diciptakan bukan untuk menderita dan bersusah-susah di dunia tetapi menjadi pemakmur dunia.

Wa Fawqa kulli dzi ilmin Alim

Wallahu alam bish showwab

Bagikan
Exit mobile version