Site icon Inspirasi Muslimah

Istri dan Anakku, Ada Hikmah Pandemi Bagi Fitrah Ekologi dan Kemanusiaan (2)

Ekologi

Istri dan Anakku, Ada Hikmah Pandemi bagi Fitrah Ekologi dan Kemanusiaan (1)

Oleh: David Efendi*

Fitrah Ekologi

Menurut hemat penulis, ada tiga kesiapan/daya/kekuatan yang perlu dipikirkan ketika kita hidup di tengah pandemi dan ketidakpastian ini. Hidup kita akan diguncang oleh tiga hal: reduced (dikurangi), redacted (dihapus), dan restricted (diatur ketat).

Pertama, banyak urusan hidup kita akan dikurangi, atau kita sendiri yang menguranginya. Seperti emisi atau jejak karbon dari rutinitas bepergian dan berkegiatan ke luar kota. Kedua, banyak hal yang biasa berurusan dengan hidup kita akan dihapus atau kita sendiri dengan sadar menghapus urusan itu.

Sebagai contoh, banyak keluarga muda yang tidak berbelanja baju baru jelang lebaran, namun anak-anak bermain ‘mercon-merconan’. Ketiga, banyak kebebasan kita yang akan akan dilarang.

Kuasa ketiga ini kita berurusan dengan aparat. Jadi, kebebasan menjadi sangat dibatasi dan bahkan terancam oleh hukuman jika kita tidak mematuhinya. Sebagai contoh, kebebasan menjalankan syariat sholat di masjid dan di lapangan itu bisa dipidana karena ada hukum yang mengatur penanganan virus.

Pun dalam memuliakan hukum syariat, mengutamakan keselamatan adalah hal utama. Sehingga kita rela kehidupan kita dibatasi, dihapuskan, dan mendapat larangan. Semua pembatasan ini menyadarkan kita, bahwa kita tidak hidup sendirian, bahwa bumi kita hanyalah satu bongkahan raksasa yang penghuninya secara ketat saling tergantung satu sama lainnya.

Tantangan pasca Idul fitri adalah mengembalikan fitrah manusia menjadi fitrah yang autentik yaitu fitrah yang bijak kepada tata kehidupan ekosistem yang menyelimuti kita. Manusia adalah bagian dari alam dan bukan sebaliknya.

Beberapa cara dan kiat untuk mewujudkannya itu di mulai dari penguatan solidaritas sesama anggota keluarga, tetangga, dan masyarakat. Kedua, aktifitas yang kita hidmatkan untuk keberlanjutan bumi sebagai anugerah terbaik dari Allah ini.

Mewujudkan Fitrah Bersama Keluarga

Kepada Istri dan anak, kita sampaikan agar bersama-sama mulai memperbaiki cara kita mengkonsumsi, memperlakukan limbah dan mencegah barang mubadzir. Anggota keluarga merupakan khalifah yang bertugas menjadikan rumah, dapur, dan meja makan sebagai praktik konservasi.

Revolusi ekologi dapat dimulai dari meja makan. Jin dan manusia punya kewajiban ibadah menyelamatkan bumi. Jika Jin menjaga pohon, maka urusan kita menjaga dapur agar tidak menjadi tempat pesta pora setan. Mubadzir itu kan teman setan, kalau di rumah banyak barang mubadzir maka banyak sekali setan konvoi di dalam rumah.

Banyak keluarga juga sudah memulai membiasakan menanam dengan memanfaatkan lahan yang terbatas. Juga, kita belajar berbagi kepada sesama dan saling menguatkan. Kita berusaha mengamalkan surat Al-Ashr, Al-Maun yang biasa dijadikan materi kultum di rumah selama Ramadan kemarin.

Tafsir surat-surat pendek karya Quraish Shihab telah menerangi kita semua. Masih ingat kan? Salah satu ajakan kebaikan di dalam ashr itu adalah menjaga alam semesta sebagaimana fitrahnya. Karena bumi itu milik Allah.

Saya ingin menyampaikan dua hadis ihwal menanam pohon sebagai ibadah: Pertama hadis tentang keutamaan menanam dari HR. Bukhari & Ahmad yang artinya: “Jika terjadi hari kiamat sementara di tangan salah seorang dari kalian ada sebuah tunas, maka jika ia mampu sebelum terjadi hari kiamat untuk menanamnya makatanamlah.”Di lain kesempatan, nabi Muhammad SAW pun berkata demikian: “tak ada seorang muslim yang menanam pohon, kecuali sesuatu yang dimakan dari tanaman itu akan menjadi sedekah baginya, dan yang dicuri akan menjadi sedekah. Apa saja yang dimakan oleh binatang buas darinya, maka sesuatu (yang dimakan) itu akan menjadi sedekah baginya.”

Berteman dengan Tanaman

Setelah Ramadan, perbanyak ikhtiar dan sedekah, termasuk sedekah bagi makhluk hidup di sekitar agar biodiversity juga bekerja sesuai takdirnya, bisa juga sedekah oksigen melalui kegiatan berkebun dan sebagainya. Banyak kreatifitas ibadah yang dapat memuliakan semesta alam, jagat planet di mana kita sedang di karantina.

Selepas hari raya, ikhtiar mengoperasionalkan peran kita untuk memenuhi panggilan Allah adalah berbuat adil kepada lingkungan, memakmurkan, mensyukuri, menjaga keseimbangan sehingga pandemi itu dijauhkan dari kita semua.

Selepas bulan puasa ini, kita menjadi lebih berdaya dan ekologis: mengurangi ketergantungan pada BBM bertenaga energi neraka (Batubara, minyak bumi), dan semoga pemerintahan dan swasta mendorong penggunaan energi surga (matahari, angin, air, dst) yang dengan demikian bumi menjadi lebih adem dan layak huni untuk generasi akan datang.

Idul fitri, berarti kembali kepada fitrah ekologi manusia yangs sejati, yang tak terpisah dari lingkungan hidup. Sehingga tugas kaum beriman memuliakannya dan mencegah dari aktifitas yang menghancurkannya. Jika manusia mau berkorban besar untuk terhindar dari covid-19, seharusnya kita pun akan banyak berkorban untuk kebaikan planet bumi. Ini Namanya etika adil terhadap lingkungan.

Alhamdulillah Alla Kulli Hal,  hikmah pandemi dan karantina serta idul fitri #dirumahsaja adalah kesempatan untuk  menempatkan diri sebagai manusia yang punya ketaqwaan yang berlipat ganda, baik ketaqwaan di dalam menjalani hubungan dengan manusia dan dengan alam semesta.

Niatkanlah idul fitri tahun ini untuk mengembalikan fitrah manusia dan fitrah lingkungan hidup (alam semesta) menuju normalitas yang adil dan atau menuju keseimbangan baru (new balance) di dalam ekosistem yang lebih baik.

Idul Fitri kita artikan kembali ke ekologi, kembali pada yang suci dan yang alami (konservasi). Wallahu a’lam bi ashawab. (T)

*Penulis, Kader Hijau Muhammadiyah

Bagikan
Exit mobile version