Site icon Inspirasi Muslimah

Golden Time: Jurus Ampuh Mendongkrak Produktivitas

golden time

Sibuk. Inilah kata yang kian masyhur di zaman milenial, kontemporer, dan kekinian saat ini. Kata yang membuat kita kerap tak punya waktu luang untuk teman, keluarga, bahkan diri sendiri.

Namun, kata sibuk sering tidak berkorelasi langsung dengan prestasi dan produktivitas. Bahkan tak jarang sebagian kalangan memandang kesibukan sebagai penjara dan belenggu, alih-alih menikmati waktu atau menghasilkan lebih banyak pemasukan.

****

Saya adalah satu di antara sebagian orang yang pernah merasa kesibukan saya begitu acak. Saya beneran sibuk saat saya memutuskan lanjut studi S2 di kampus Fisipol Bulaksumur. Merantau bersama suami dan kedua anak kami yang masih kecil dari Kalimantan Timur ke Yogyakarta untuk alasan lanjut studi. Waktu itu korona belum menyerang.

Kami berdua hampir setiap hari ke kampus. Sedangkan anak kami bersekolah full day school. Anak pertama waktu itu kelas 1 SD dan anak kedua PAUD. Kami tidak menggunakan jasa asisten rumah tangga. Semua kami kerjakan secara keroyokan. Empat puluh menit jarak yang ditempuh dari rumah di Prambanan ke kampus, juga merupakan tantangan tersendiri.

Banyak yang bertanya kepada saya, bagaimana saya mengurus anak dan rumah di tengah ritme studi di kampus Fisipol Bulaksumur? “Alhamdulillah. Allah mampukan.” Sering begitu saya jawab sambil mata berkaca-kaca, terus memaknai syukur.

Tantangan terbesar orang-orang seperti kami adalah bagaimana menyelesaikan tugas-tugas konseptual di tengah ragam kesibukan lainnya. Apalagi studi kami juga dibiayai beasiswa yang ada batas waktunya. Bukan beasiswa sepanjang masa seperti kasih sayang orangtua yang tidak ada habis-habisnya. Ditambah suami saya juga harus membagi waktu studi dengan bekerja 8 jam sehari agar saya dan anak-anak tetap bisa melanjutkan kehidupan.

Tak diragukan lagi, kami membutuhkan motivasi lebih dari seseorang yang benar-benar menginspirasi dan bisa kami terapkan dalam tahun-tahun sulit kala itu. Harapan saya seluruh anggota keluarga bahagia, studi pun diakhiri dengan bahagia. Sesimpel itu saja.

***

Rezeki yang diharap-harap akhirnya tiba. Pada awal tahun 2017, sebuah kajian terbatas digelar di kampus Fisipol UGM. Tajuknya “Stress Management for Ph.D Student”. Pembicaranya seorang dosen Jurusan Politik dan Pemerintahan UGM; doktor muda lulusan universitas ternama Australia.

Meskipun acaranya untuk segmentasi mahasiswa S3, ada juga beberapa mahasiswa S1 dan S2 yang nyempil di pojokan. Niat pesertanya beragam; ada yang ingin mencari inspirasi, memetik hikmah, ada pula yang stress beneran karena studi tak kunjung rampung.

Sang pembicara pun berbagi pengalaman penting. Saat menempuh studi di Australia, ia mengaku sempat merasa bingung dan hampa. Studi terkendala, masa jaminan beasiswa sudah habis, juga persoalan finansial yang kian menghimpit.

Berat badannya berkurang 8 kilogram. Bahkan pada tahun ketiga kuliah, ia sempat tak bisa tidur selama tiga minggu. Saat itu, sang dosen sempat divonis mengalami depresi oleh psikiater, namun ia keras menyangkalnya. “Gak mungkin saya depresi”.

Di tengah kegusarannya, ia terus bergerak, merumuskan taktik bin siasat guna mengatasi problematikanya. Akhirnya ia memutuskan melanjutkan perjuangan; menyelesaikan bab demi bab disertasi, plus menjalani pekerjaan kasar dengan upah 25 dolar per jam.

Menariknya, saat-saat krusial dan menghimpit ini justru membuatnya menemukan jurus “golden time”. Ya, ia harus menyelesaikan disertasinya (dengan standar tinggi ala kampus ternama), sembari tetap mencari nafkah, dengan bekerja 8 jam per hari. Dan jurus itu berhasil, ia lulus sebagai doktor, plus bisa mengumpulkan uang yang lumayan.

Sang dosen mengatakan, golden time adalah saat-saat di mana kita bisa mencapai produktivitas maksimal dalam durasi yang singkat, dengan cara yang bisa dilakukan siapa pun. “Anda hanya perlu menentukan waktu di mana Anda bisa mengerjakan sesuatu secara serius selama dua atau tiga jam nonstop”. Ini poin dan kuncinya; “nonstop”.

***

“Setelah waktu itu ditemukan dan ditentukan, Anda harus fokus pada pekerjaan konseptual tersebut. Benar-benar fokus. Tidak boleh membuka WA dan medsos, browsing berita, membuat kopi, apalagi merebus mie instan. Kalau memang mau ngopi, siapkan sejak awal sebelum masuk durasi golden time,” kata sang dosen.

Mengapa fokus itu penting? Karena banyak sekali hal-hal yang membuat kita teralihkan. Ujungnya, pekerjaan konseptual yang penting tak kunjung selesai, atau selesai dengan waktu yang lebih lama. Bayangkan, saat Anda serius menggarap tugas konseptual, tiba-tiba ada chat WA dari teman yang ngomel, ngobrol garing dan receh, mau beli dagangan, atau bahkan menagih utang. Bisa buyar dan ambyar konsentrasi.

Ia memberi pesan pada para mahasiswa, jurus golden time sangat efektif.  Waktu yang digunakan tidak banyak, lebih berkualitas, dan bisa untuk kepentingan tugas atau pekerjaan apapun. Anda hanya perlu menyiapkan waktu dua atau tiga jam “bersih” dalam sehari. Selebihnya Anda bisa bekerja, rekreasi, dan membersamai keluarga.

Kata sang dosen, “Kalau Anda lakukan ini secara konsisten selama dua sampai tiga bulan, pasti akan kaget sendiri melihat hasilnya. Ternyata karya Anda telah mencapai progress yang signifikan”.

Tak lupa sang dosen memberi pesan penting tentang tiga faktor sukses studi. Urutannya; psikologi, manajemen, dan academic capacity. Bagian dari manajemen adalah pengelolaan waktu dengan jurus tekun, kerja keras, dan golden time. Adapun masalah pokok psikologi yang kerap mengganggu adalah menunda-nunda pekerjaan, perfeksionisme, serta over confidence (over PD) and diffidence (terlalu pemalu).

***

Tak buang-buang waktu, setelah mendapatkan ilmu yang lebih mirip jurus jitu dari dosen muda tersebut, kami pun perlahan menerapkannya. Saya terutama, memilih memutus sementara interaksi dengan media sosial. Ikon aplikasi medsos dan aplikasi berita online kesayangan sampai harus saya hapus dari layar gawai untuk sementara. Satu-satunya yang saya pertahankan hanya aplikasi chatting bergambar gagang telepon berwarna hijau.

Mengapa saya sampai sebegitunya? Karena saya akui saya tidak secanggih suami saya dalam manajemen waktu. Suami saya adalah seorang jurnalis dan editor berita online. Dia mah biasa bekerja dalam tekanan dan dikejar-kejar atasan lantaran target dan deadline. Kalau saya, masih butuh proses alon-alon. Peluang stress saya tinggi. Saya takut kalau saya stress, anak-anak saya terdampak. Cukuplah, berat badan saya saja yang turun 5 kilogram.

Singkat cerita, alhamdulillah kami berhasil menerapkan jurus golden time dari sang dosen. Suami saya on time selesai studi bertepatan dengan masa beasiswa yang juga berakhir. Saya pun menyusulnya lulus dengan perasaan dan hasil yang sangat menggembirakan.

Ternyata manusia sesekali perlu meluangkan waktu duduk sejenak untuk mendengarkan orang lain yang berpengalaman dalam melalui rintangan kehidupan. Yang benar-benar berpengalaman lho, ya. Bukan sekedar dari motivator yang menggurui atau malah ceramah motivasinya tidak sesuai dengan kehidupan sang motivator. (*)

 

Bagikan
Exit mobile version