Site icon Inspirasi Muslimah

Transformasi Dunia Filantropi di Era Digital

filantropi digital

Saat ini gerakan filantropi di Indonesia sudah menjamur di mana-mana. Setiap saya melakukan perjalanan selalu menemukan spanduk-spanduk gerakan filantropi. Baik itu di bidang sosial, keagamaan, lingkungan bahkan politik.

Keberadaan gerakan filantropi sangat membantu masyarakat dalam menyelesaikan beberapa persoalan bahkan yang belum tersentuh oleh pengambil kebijakan. Menjamurnya gerakan filantropi di Indonesia karena mayoritas orang Indonesia sangat suka berbagi dengan sesama.

Akhir-akhir ini, gerakan filantropi sudah masuk ke ranah digital. Ya seperti gerakan lainnya yang mengikuti arus digital. Dengan menambah gerakan sosial di ranah digital membuat gerakan filantropi lebih maksimal dalam melaksanakan gerakannya.

Mereka berlomba-lomba dalam menunjukkan eksistensi gerakannya di media sosial. Tidak hanya gerakan filantropi skala nasional, tetapi gerakan dengan skala internasional pun ikut meramaikan lika-liku sukarelawan yang sudah mulai masuk era digital.

Tantangan di Era Digital

Era digital sebagai kekuatan dengan arus informasi yang tersebar setiap detiknya membuat berbagai tantangan untuk para pengguna yang memutuskan terjun ke dalam arus tersebut. Tantangan yang didapatkan pun dinamis, bahkan bisa berubah dalam hitungan menit.

Tak terkecuali di dunia filantropi. Ya, di arus kuat informasi saat ini dunia filantropi saling berlomba-lomba untuk mempublikasikan kebaikan mereka. Seperti sebuah peribahasa siapa cepat dia dapat. Dapat apa? Tentu dapat menyebarkan kebaikan lainnya.

Namun sayang, semakin cepat, semakin banyak gerakan-gerakan filantropi digital, semakin sulit mengenali lembaga yang benar-benar terpercaya. Banyak gerakan yang bodong sehingga masyarakat sedikit berhati-hati dalam memilih lembaga sukarelawan tersebut.

Kecuali, mereka yang sudah memiliki nama besar atau basis massa. Contohnya adalah lembaga filantropi dengan basis massa keagamaan, sosial dan juga lingkungan. Namun terkadang mereka juga diam di tempat dan kalah dengan gerakan “hampa” yang sat set sat set.

Ya contohnya lembaga yang beberapa bulan lalu viral karena ada dugaan penyalahgunaan hasil penghimpunan untuk memperkaya jajaran pimpinan. Bahkan mereka membeli mobil mewah dari hasil himpunan tersebut.

Seharusnya, lembaga filantropi bisa memanfaatkan era digital sebagai wadah transparansi untuk membangun kepercayaan terhadap publik, sehingga kasus lembaga yang sat set dan bodong bisa dibendung bersama-sama dengan masyarakat.

Tantangan berikutnya adalah lembaga filantropi perlu diperkuat SDM-SDM yang paham akan perubahan dunia digital. Minimal mereka mengetahui update kekinian alat-alat digital yang bisa menunjang kinerja lembaga filantropi tersebut.

Tidak mudah, tetapi perlahan-lahan hal di atas bisa dilakukan asalkan semua lembaga fokus melakukan transformasi dan melek akan perubahan digital. Tujuannya untuk terus membantu masyarakat yang “kurang tersentuh”.

Terakhir, dunia digital merupakan dunia tanpa ada batasan apapun. Semua menjadi satu dalam satu wadah. Entah mereka memiliki tujuan yang baik, jahat bahkan ingin menggulingkan pemerintahan pun ada di dunia digital.

Transformasi : Era Baru Dunia Filantropi

Dalam sejarah filantropi, ada dua jenis yang kita ketahui, yaitu filantropi tradisional dan filantropi modern. Singkatnya jika jenis tradisional dilakukan untuk kegiatan-kegiatan keagamaan baik Islam maupun Kristen. Ada juga filantropi modern lebih ke gerakan selain keagamaan seperti yang kita kenal saat ini.

Di era digital, dunia filantropi memasuki era baru. Perpaduan dunia digital dan filantropi modern bisa menjadi filantropi digital. Di mana gerakannya lebih banyak menggunakan media sosial dan media digital dan juga tidak meninggalkan kerja-kerja konvensional.

Saat ini, brandbrand besar lembaga filantropi di bidang keagamaan dan juga sosial mulai terjun ke media sosial dan media digital dalam melakukan penghimpunan. Mereka merekrut anak-anak muda untuk memunculkan ide segar dan kreatif untuk meningkatkan penghimpunan.

Terkadang, saat saya berseluncur di media sosial, tidak sedikit flyer dan video penghimpunan lembaga filantropi yang cukup unik dan menarik. Ada juga konten yang menarik simpati agar kita segera berdonasi.

Akan tetapi, terjunnya lembaga filantropi ke dunia digital masih hanya sebatas penghimpunan dengan desain-desain kreatif. Masih ada proses yang harus dilakukan untuk sepenuhnya melaksanakan filantropi digital.

Jika filantropi digital ingin terwujud, harus dilakukan perubahan pola pikir dalam memaksimalkan era digital. Salah satunya adalah memberikan edukasi kepada masyarakat melalui media sosial tentang filantropi.

Bisa dihitung dengan jari, lembaga yang memberikan edukasi melalui media sosial perihal filantropi, bagaimana peran lembaga, legalitas, hak dan kewajiban hingga realisasi program yang dilakukan oleh lembaga tersebut.

Terakhir, perlu ada perubahan regulasi lembaga filantropi baik payung hukum kelembagaan maupun secara laporan keuangan sebagai sarana keterbukaan informasi agar lembaga filantropi dapat merealisasikan programnya melalui teknologi digital.

Sehingga jika ada masyarakat yang membutuhkan tidak lagi mempersoalkan kendala geografis dalam menyalurkan programnya. Dan tentu diperlukan langkah-langkah tambahan karena harus melakukan verifikasi secara digital.

Harapannya lembaga filantropi di Indonesia bisa melakukan transformasi digital untuk memperluas sayap gerakan dalam berbagi kebahagiaan.

Bagikan
Exit mobile version