Site icon Inspirasi Muslimah

Derma yang Tersembunyi Tidak Seharusnya Terhenti

manula

Bayi pertamaku yang belum genap 2 tahun, selalu menangis kejer dan rewel bila sedang menyusu. Padahal setahuku badannya tidak panas. Karena aku khawatir telah terjadi sesuatu dalam tubuh mungilnya, kubawa ia ke Bu dokter dekat rumah.

Aku heran ketika dia memintaku untuk membuka dada usai memeriksa bayiku. Aku menjadi semakin heran karena dia hanya melihat payudaraku sekilas tanpa menyentuhnya.

Akhirnya terjawab, bayiku sehat-sehat saja alias tidak sakit. Tapi dalam tubuhku telah terjadi sesuatu. Hanya dengan melihat puting payudaraku(maaf), dia mengatakan bahwa aku tengah berbadan dua.  Dengan rewelnya bayiku setiap nenen, ternyata memberi sinyal bahwa ada sesuatu yang telah tumbuh di badanku. Masya Allah.

Momen ini sangat berkesan di hatiku sekaligus tak terlupakan karena dia benar-benar menolak imbalan atas jasanya. Sambil tersenyum manis dia menyatakan bahwa tidak ada yang sakit diantara kami berdua. Selang beberapa waktu kemudian, aku tahu. Ternyata tidak hanya diriku, banyak pasien lain yang seperti aku, gratis ketika datang berobat kepadanya.

Dokter yang Luar Biasa

Kuakui, dia bukan orang biasa tapi sosok yang luar biasa. Seorang dokter di desa yang berkat jasanya, masyarakat luas merasa berhutang budi. Dari yang kaya sampai yang miskin. Tidak hanya berjasa membantu orang-orang sakit jiwa dan raga, tetapi juga membantu orang-orang yang  “sakit” dalam berjuang melanjutkan kehidupan.

Dokter yang sangat terkenal akan kedermawanannya ini, telah dipanggil Sang Pencipta ketika dalam keadaan  badan masih sehat wal afiat. Bahkan usai praktik malam. Kepergiannya menghadap Sang Khaliq cukup membuat kami, para pasien, sangat kehilangan dan merasakan kepedihan yang tak terkira.

Beberapa tahun lalu, sebelum ada BPJS, tidak semua pasien dipungut  biaya. Pelayanan di dokter ini, sekaligus mendapatkan obat dan tidak harus membayar sendiri di apotek, sehingga pasien bisa membayar langsung ke dokter sejumlah biaya sebagai pengganti obat. Yang bebas biaya tidak hanya orang yang tidak mampu, tapi yang mampupun kadang bebas. Misalnya sudah kenal baik dan akrab dengan pasien. Akhirnya banyak dari pasien tersebut mencari cara dengan apa harus membalas budi baiknya.

Dalam setiap praktiknya, kemurahan hatinya membuat kami para pasien kadang dihinggapi rasa malu. Malu karena belum mampu berbuat sebaik itu kepada sesama. Ketika menolak beaya dari pasien, dia menggunakan cara yang sangat halus. Diselipkannya kembali lembaran uang pasien ke dalam kartu berobat yang biasa terbungkus plastik. Sebagian pasien kadang baru menyadari ketika sampai di rumah dan mendapati uangnya masih utuh dan tak berkurang sesenpun.

Cocok dan Yakin

Ada semacam keyakian dari para pasien bahwa berobat kepadanya lebih cespleng dibanding ke dokter lain. Apalagi pasien anak-anak. Kebanyakan orang tua memeriksakan anaknya yang sakit justru ke dokter ini, bukan ke dokter spesialis anak. Alasan mereka simpel saja. Cocok dan yakin. Dengan perangai yang lembut, ramah, grapyak semanak dan selalu membaca basmalah sebelum memeriksa dan sebelum menuliskan resep obat, merupakan salah satu ciri khasnya yang sangat berkesan.

Sudah tak terhitung  berapa jumlah  pasien yang  pernah mendapatkan pelayanan gratis. Kedermawanannya tidak hanya di mata pasien. Di ranah dunia pendidikan, dia juga menabur derma yang terbilang tidak sedikit. Dari lembaga pendidikan swasta tingkat bawah hingga ke atas tidak luput dari ladang dermanya.  Karena itu masyarakat sekitar dibuat makin kagum dan makin hormat pada sang dokter ini.

Di hari itu, di hari penuh duka cita, semua menjadi terungkap dan tidak bisa ditutup-tutupi lagi bahwa kedermawanannya tidak bisa ditulis maupun dirinci dengan angka. Saking banyaknya dan saking halusnya sehingga masyarakat baru menyadari bahwa derma yang selama ini kita tahu, lebih banyak yang tersembunyi daripada yang terlihat nyata. Inilah yang membuat banyak orang makin merasa sangat berduka dan sangat kehilangan satu sosok teladan.

Dermanya Menjadi Teladan Bagi Masyarakat

Kata pepatah, buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Benar. Sifat Bu dokter yang sangat terpuji ini mengalir kepada ketiga putra putrinya yang kebetulan juga menjadi dokter dalam usia muda. Bak fotokopi, mereka mewarisi keluhuran budi sang ibu. Persis. Derma berskala kecil maupun besar yang ditabur setiap hari secara sembunyi ataupun terbuka, mereka yakini sebagai tabungan abadi yang menemani mereka kelak di alam sana. Mereka juga yakin, sang ibu telah pergi dengan bahagia bersama tabungan amal yang tak terhitung semasa hayat dikandung badan.

Dalam berderma, Bu dokter ini lebih memilih tangan kanan memberi tapi tangan kiri jangan sampai mengetahui. Akhlak ini tidak hanya menjadi contoh bagi putra-putrinya saja, tapi menjadi contoh nyata di masyarakat luas.

Dalam agama manapun, berderma atau bersedekah sangat dianjurkan. Berderma tidak harus menunggu kaya dan berderma tidak harus selalu dengan harta. Cepat kaki ringan tangan dalam membantu sesama juga termasuk derma, yaitu berderma dengan tenaga. Jika kita tidak memiliki harta ataupun tenaga yang bisa kita dermakan, paling tidak kita masih punya senyum dan sapa ramah yang bisa kita bagi setiap hari.

Siapapun diri kita, berderma bisa kita lakukan setiap saat dan di setiap kesempatan. Derma yang nyata maupun tersembunyi tidak seharusnya berhenti.

Bagikan
Exit mobile version