Site icon Inspirasi Muslimah

Bolehkah Anak yang Pakai Popok Diajak untuk Salat?

anak

Memiliki seorang anak itu membutuhkan seni. Seni dalam merawat anak, menumbuhkembangkan bakat dan menempatkan setiap anak pada porsinya masing-masing. Termasuk di dalamnya, seni bagaimana mendidik anak supaya tetap sesuai koridor syariat. Karena aktifitas anak itu sangat banyak, maka hukum-hukum syariat yang berkaitan dengan anak pun tidak sedikit. Salah satunya ialah tentang hukum membawa anak yang memakai popok ke masjid. Menjadi sebuah problem ketika di dalam popok itu ada najisnya, seperti kencing bahkan kotoran. Sedangkan salah satu syarat sahnya salat ialah baju dan tempat yang dipakai untuk salat itu harus bersih dan suci. Maka, bolehkah membawa anak yang memakai popok untuk dibawa masuk masjid?   

Status Kesucian Manusia

Manusia ialah makhluk Allah yang mempunyai fisik dan psikis paling sempurna dari sekian makhluk-Nya. Dari segi fisik, Allah sudah berkalam dalam surat Al Tin ayat 4, “Dan sungguh telah Kami ciptakan manusia itu pada bentuk yang paling baik.”

Berkatian dengan keterangan ayat itu, Fakhruddin Ar Razi dalam kitab tafsirnya Mafatihul Ghaib menjelaskan bahwa Allah Swt. itu menciptakan segala makhluknya yang bernyawa dengan bentuk tertunduk wajahnya ke tanah (terutama ketika berjalan). Berbeda dengan manusia yang diciptakan dengan fisik sempurna sehingga ia bisa berdiri dengan tegak. Manusia juga salah satu makhluk yang dapat mengkonsumsi sesuatu dengan tangannya. Dari hal-hal itu lah kesempurnaan manusia itu ada (Mafatihul Ghaib, 32/212).

Dari segi psikis, manusia dalam istilah bahasa Arab disebut sebagai hayawan nathiq (hewan yang bisa berpikir). Itulah pembeda antara manusia dengan hewan. Sama-sama memiliki nafsu, sama-sama memiliki otak dan sama-sama memiliki tangan serta kaki, namun hewan tidak memiliki akal yang digunakan untuk berpikir. Mereka hanya memiliki insting yang mungkin tidak bisa dikembangkan secara mandiri. Atas dasar itu lah, manusia menduduki hierarki tertinggi dari makhluk Allah yang lain.

Lantas, karena manusia itu memiliki hierarki tertinggi, ia juga memiliki hukum-hukum khusus yang tidak dimiliki oleh makhluk yang lain. Salah satunya ialah manusia itu, baik muslim maupun non muslim, muda maupun tua, kaya maupun miskin, secara fisik dianggap suci berdasarkan kesepakatan ulama (ijmak). Bahkan air liur maupun keringatnya itu tidak najis. Ini lah yang disampaikan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya (Al Minhaj, 4/66).

Dasar pemikiran Imam Nawawi dan ulama-ulama yang lain ialah selama tidak ada dalil yang menunjukan bahwa sesuatu itu najis, maka ia dianggap suci. Adapun manusia, karena tidak ada dalil dari Al-Qur’an maupun hadis yang menjelaskan najisnya manusia, maka ia dihukumi sebagai suci.

Selain itu, apabila dilihat dari awal penciptaan, mani yang menjadi cikal bakal manusia juga dihukumi suci. Hal ini berdasarkan sebuah hadis yang menceritakan bahwa Aisyah R.a. pernah mengerik bekas mani di baju Rasul yang mengering. Setelah itu, beliau mengenakan baju tersebut untuk salat dan bekas mani belum bersih sepenuhnya. Karena Rasul memakai baju bekas mani yang belum bersih sempurna untuk salat, hal itu menunjukan bahwa mani itu suci. Karena mani suci, maka manusia yang semuanya berasal dari mani, dianggap suci juga. 

Bayi juga Manusia

Bayi ialah suatu fase yang harus dilewati oleh setiap manusia. Karena ia adalah bagian dari manusia dan manusia itu suci, maka ia juga dihukumi suci. Atas dasar ini lah, hukum membawa bayi ke masjid itu boleh. Hal ini juga yang dilakukan oleh Rasulullah ketika beliau menggendong Umamah bin Abil Ash, cucu beliau di tengkuk ketika sholat. Itu semua beliau lakukan dengan pemahaman bahwa bayi itu suci, maka tak mengapa ia dibawa ke masjid. Adapun popok yang dipakai oleh seorang bayi, meskipun ia sempat kencing dan buang air besar di situ, tetap dianggap suci selama tidak keluar atau tembus dari popok. Imam An Nawawi, ketika menjelaskan hal ini berkomentar )Al Minhaj, 4/66) :

كَذَلِكَ الصِّبْيَانُ أَبْدَانُهُمْ وَثِيَابُهُمْ وَلُعَابُهُمْ مَحْمُولَةٌ عَلَى الطَّهَارَةِ حَتَّى تَتَيَقَّنَ النَّجَاسَةُ فَتَجُوْزُ الصَّلَاةُ فِي ثِيَابِهِمْ وَالْأَكْلُ مَعَهُمْ مِنَ الْمَائِعِ إِذَا غَمَسُوْا أَيْدِيَهُمْ فِيهِ

‘Begitu halnya bagi seorang bayi. Badan, baju dan air liur mereka dianggap suci sampai apabila secara yakin najisnya nampak (maka ia jadi najis). Maka boleh salat dengan memakai baju mereka yang masih terpakai dan boleh juga makan bersama mereka, meskipun tangan mereka dimasukan dalam bejana.”

Selain itu, kotoran atau kencing yang ada di popok itu hukumnya sama dengan kotoran yang ada dalam tubuh kita. Kita sebagai manusia, kemana-mana pada hakekatnya membawa kotoran di lambung dan usus besar masing-masing. Meskipun ada kotoran yang ada di lambung dan usus besar, kita tetap boleh masuk ke masjid selama kotoran itu tidak keluar. Hal ini juga yang berlaku pada popok bayi. Selama kotoran yang ada dalam popok tidak keluar, ia boleh dibawa ke masjid.

Bagikan
Exit mobile version