Site icon Inspirasi Muslimah

Benturan-Benturan Menuju Dapur yang Lentur

dapur

Gerak mata saya sama lincahnya dengan jelajah jemari ketika menelusuri hilir-mudik resep di linimasa Instagram. Deretan foto masakan yang estetik sedikit banyak mulai menggeliatkan hasrat memasak yang hari-hari belakangan makin membesar. Meski begitu  tetap saja pada beberapa resep, nyali saya mendadak ciut. Dan ayam bumbu rujak adalah salah satu resep yang selalu membuat saya minder duluan ketika hendak mengeksekusinya.

Meski tidak terlalu sering memakannya, namun kenangan akan cita rasanya dan juga bagaimana menu itu ajek menemani kehidupan saya sejak kecil; membuat lidah dan pikiran saya susah melupakan ayam bumbu rujak bikinan Ibu. Biasanya Ibu hanya akan membuatnya ketika melakukan ritual maleman di 10 hari terakhir Ramadhan dengan mengantar makanan ke tetangga dan sanak saudara; yang artinya masakan itu hanya akan muncul setahun sekali.

Saya kecil sangat menikmati suasana dapur yang hiruk-pikuk dan ceria semacam itu. Beruntung, kegembiraan semacam itu tak hanya terjadi sekali saja dalam setahun. Arisan keluarga yang dihelat setahun tiga kali, membuat saya kembali menikmati kegembiraan semacam itu secara berganti-ganti di dapur para sanak saudara.

Ibu, para bibi, bude, dan juga banyak perempuan yang saya panggil mbah, akan memasak sambil berbincang penuh canda saat memasak dan menyajikan ayam bumbu rujak; dan tentu menu-menu lain yang sebenarnya itu-itu juga namun nyatanya tak pernah membosankan bagi lidah saya.

Masa kecil saya memang akrab dengan pemandangan perempuanlah yang lebih banyak bergelut di dapur. Dan sepertinya pemandangan seperti itu memang wajar di banyak zaman dan di banyak budaya.

 “Bagaimanapun, dalam pembagian tugas secara umum memang jamak menempatkan perempuan sebagai pengampu utama urusan dapur,” ujar Michael pollan dalam film berjudul Cooked yang adalah hasil adaptasi dari buku Pollan sendiri dengan judul yang sama.

Namun dunia makin bergegas, dan tak bisa tidak membuat nilai budaya juga mulai bergeser. Munculnya revolusi industri dan maraknya gelombang feminisme, berkontribusi membuat banyak perempuan tak lagi memprioritaskan kemampuan memasak yang jamak diajarkan sejak dini. Banyak perempuan akhirnya lebih memilih bekerja di luar rumah ketimbang terjebak di dapur; yang menurut Adam Smith tidak memiliki nilai ekonomi itu.

Sejak itulah kerepotan-kerepotan di dapur mulai berkurang. Ditambah gegap gempitanya industri makanan siap saji dan juga penyedia jasa makanan yang bergerak cepat menangkap peluang, membuat geliat di dapur pada banyak rumah tangga perlahan mulai redup; bahkan telah padam di sebagian lainnya.

Meski begitu, menurut Pollan, dapur adalah oase keluarga. Di dalamnya tak melulu soal mengolah masakan. Selain menjadi tempat resep-resep dibuat dan diturunkan, dapur juga menjadi tempat cerita-cerita keluarga diawetkan. Bahkan tanpa aktivitas memasak pun, dapur menjadi salah satu tempat paling menarik untuk didatangi, sekadar menyeduh kopi atau sekadar menjadi tempat memulai hari.

Adalah Trisha Yearwood, penyanyi country usia 58 tahun yang memang mencintai dapur sejak dini. Trisha kecil selalu ingin terlibat dalam keriangan di dapur yang kerap terjadi antara ibu dan bibinya. Meski begitu, nyatanya Trisha juga tak lantas berkecimpung di dapur sejak dini. Bahkan, ia lebih terkenal sebagai penyanyi yang telah merilis 10 album studio dan empat album kompilasi sejak tahun 1991.

Tak usah meragukan soal kemampuan bermusik Trisha, selain albumnya terjual jutaan kopi, perempuan berambut pirang itu juga telah memenangkan banyak penghargaan di bidang musik. Namun, di luar itu semua, ingatannya tentang dapur ternyata tak pernah tenggelam. Tahun 2008—di usia 44 tahun—ia bersama ibu dan kakaknya menerbitkan buku Georgia Cooking in an Oklahoma Kitchen yang sukses memuncaki The New York Times Best Seller List.

Kesuksesan itu diikuti dengan rilis buku kedua, Home Cooking With Trisha Yearwood (2010) yang juga memuncaki daftar yang sama. Buku-buku itu berisi resep-resep keluarga dan juga resep dari teman-teman lama. Yearwood sendiri mendeskripsikan beberapa resep di dalam buku itu sebagai “kenangan-kenangan indah masa kecilnya.”

Kesuksesan kedua buku itu kemudian diikuti dengan debut acara Trisha’s Southern Kitchen yang tayang di jaringan TV Food Network pada tahun 2012. Di luar dugaan, acara tersebut menyabet penghargaan sebagai Outstanding Culinary Program pada ajang Daily Emmy Award di tahun 2013. Meski tak mengenyam sekolah koki, tetapi keterampilannya memasak, resep-resep keluarga; pun barangkali gurat wajah Selatan yang alami itu, sukses menarik pemirsa menjadi penggemar. Sampai saat ini Trisha Southern Kitchen sedang menuju season 18; dan menurut laman google para penggemarnya sudah tak sabar kapan perempuan usia 58 tahun itu akan kembali beraksi di dapur.

Cerita agak berbeda adalah Asma Khan—perempuan berkebangsaan India yang tumbuh di Calcutta dan berkembang menjadi koki di London. Terlahir sebagai anak perempuan kedua dari keluarga bangsawan dalam lingkungan patriarki, Asma kecil menyandang stigma: anak perempuan adalah beban. “A first born girl is sad – a second girl is a disaster,” demikian ungkapnya.

Meski demikian, di dalam keluarga ia diperlakukan sama dengan saudara-saudaranya. Alih-alih mengikuti stigma lingkungannya, Asma justru melawan harapan-harapan sekitarnya. Bahkan di umur 14 tahun—saat kebanyakan saudara seusianya memasuki persiapan untuk menikah—ia justru bermain kriket di jalanan Kalkutta, sehingga banyak ibu-ibu menganggapnya sebagai berandalan.

Tetapi dapur rumah tetap menjadi tempat yang selalu ia ingat. Ibunya adalah pengusaha katering bernama Lazeez Catering. Ia ingat bagaimana—di sela waktu bermainnya—menghabiskan waktu di dapur untuk membantu ibunya mencicip makanan-makanan yang akan disajikan dalam pesta atau pernikahan. Ia akan mengomentari rasa masakan, apakah masih perlu ditambah bumbu atau tidak. Kadang ia juga diajak ibunya berbelanja bahan makanan di pasar.

Bagikan
Exit mobile version