Site icon Inspirasi Muslimah

Belajar dari Layangan Putus, Hindari Lakukan ini Saat Orang Berduka!

berduka

Berduka adalah salah satu sikap yang pasti akan menghampiri seseorang . Belajar dari Layangan Putus –Web series yang mencampuradukkan perasaan untuk berduka dan bahagia — menjadi web series paling hits akhir-akhir ini. Web series hasil besutan sutradara Benni Setiawan, yang mengangkat kisah dari novel karya Mommy ASF (nama pena) ini telah berhasil menjadi bahan perbicangan oleh jutaan orang. Penonton yang hanya sekedar untuk hiburan, hingga menjadi bahan kajian para peneliti dan berbagai komunitas. Hal ini membuat saya ikut penasaran dan akhirnya mengikuti web series ini.

Salah satu episode yang menarik perhatian saya adalah episode 7. Ada yang masih ingat episode ini berkisah tentang apa, Rahmania?. Iya, betul, episode ini menceritakan tentang kesedihan Kinan (Putri Marino) saat harus kehilangan putra keduanya, Reno. Jujur, episode ini adalah yang paling menguras air mata saya. Selain karena saking menyedihkannya jalan cerita dan kepiawaian Putri Marino dalam mendalami perannya, mungkin juga karena cerita di episode ini sangat relate dengan yang saya alami sekitar satu tahun yang lalu. Saya juga sama-sama kehilangan buah hati saat proses persalinan.

Bagaimanapun, kehilangan orang tersayang, baik anak, pasangan, ibu, ayah, kakak, adik, kerabat atau sahabat bagi siapapun tentu tidaklah mudah. Siapapun pasti merasakan kesedihan saat kehilangan. Hal ini lah yang kemudian menggerakkan orang-orang di dekatnya untuk berusaha menghibur. Namun, seringkali yang terjadi justru sebaliknya. Niatnya menghibur, tapi karena caranya kurang tepat. Akhirnya justru membuat yang berduka semakin overthingking dan stress karena tidak punya kebebasan untuk mengakui bahwa ia sedang tidak baik-baik saja dan menyalurkan kesedihanya.

Sambil merefleksikan beberapa adegan dan dialog di web series Layangan Putus, mari kita ulas apa saja yang sebaiknya tidak kita lakukan kepada teman, sahabat atau saudara kita yang sedang mengalami masa sulit pasca kehilangan.

Meminta Bercerita

Saat Dita (Michelle Wanda) mendatangi rumah Kinan dan berbincang dengannya, ia tiba-tiba menawarkan diri untuk mendengarkan cerita Kinan. Namun, Kinan tampak enggan untuk bercerita. Saat melihat orang di sekitar kita sedang merasa terpuruk dan sedih karena kehilangan, hal yang pantang untuk dilakukan adalah memaksanya bercerita. Apalagi jika memintanya bercerita tentang kronologi kejadian. Tentu ini tidak mudah, terlebih bagi mereka yang mengalami kehilangan secara mendadak. Kecuali jika ia memulai bercerita lebih dulu, itu artinya ia percaya dan nyaman untuk bercerita dengan kita. Karena, sejatinya seorang yang kehilangan membutuhkan ruang atau waktu sendiri dalam beberapa saat. Agar dapat memahami dan menerima kenyataan yang hadir dalam hidupnya.

Menyuruh Bersyukur

“Tapi kamu masih ada Raya, Kinan” dan “Kamu tuh masih punya alasan untuk bahagia . Dua kalimat yang juga diucapkan oleh Dita kepada Kinan. Kedua kalimat ini secara tersirat bermakna sebuah permintaan dari Dita kepada Kinan. Dita berharap agar Kinan dapat bersyukur dan tidak berlama-lama larut dalam kesedihan.

Faktanya, hal ini juga seringkali terjadi di sekitar kita. Saat ada seseorang sedang mengeluarkan keluh kesahnya, si pendengar justru menasehati dengan mengucapakan kalimat semisal, “Kamu tetap harus bersyukur,” “Masih banyak hal di kehidupanmu yang perlu disyukuri” atau kalimat-kalimat lain yang senada. Meski sebetulnya benar, tapi kalimat ini sebetulnya kurang tepat untuk diucapkan kepada orang yang sedang berduka, karena tentu ini justru akan sangat menyinggung perasaannya. Orang yang sedang berduka seringkali tidak mampu memproses kata-kata atau suatu hal yang terjadi di sekitarnya dengan baik.

Melarang untuk Menangis

Meski hal ini tidak terjadi pada Kinan secara gamblang, namun hal ini seringkali terjadi di masyarakat kita. Tanpa disadari, berniat memberikan dukungan dengan mengucapkan kalimat seperti “Jangan sedih terus-terusan ya, kamu harus semangat,” “Jangan ditangisi terus ya, dia sudah tenang dan bahagia di sana” dan kalimat-kalimat lainnya yang terkesan positif. Sebetulnya justru berpotensi membuat yang sedang berduka ragu untuk mengeluarkan seluruh emosi negatif yang dirasakan secara tuntas karena takut dianggap lemah akibat sering menangis.

Hal ini justru tidak baik untuk kesehatan mentalnya. This is toxic positivity. Merasa sedih dan menangis saat kehilangan adalah hal yang wajar. Bisa jadi menangis adalah cara termudah bagi seseorang untuk meluapkan rasa gundah dan kesedihan yang sedang dia rasakan. Selama tangisnya tidak dengan tindakan yang membahayakan dirinya maupun orang lain, biarkan ia menangis sepuasnya.

Meminta untuk Segera Move on

Ucapan Dita saat menawarkan bantuan pada Kinan untuk membereskan kamar bayi, juga pertanyaan Aris (Reza Rahardian) pada Kinan saat terdiam di kamar bayi tentang kapan kamar Reno akan mulai dirapikan, hingga pernyataan Aris “Kamu nggak mau gini terus kan,” “Mau sampai kapan? Kita nggak mungkin begini terus” dan “We have to deal with this” dapat dianalogikan sebagai bentuk pemaksaan pada Kinan untuk segera move on dari kesedihannya. Hal ini sungguh sangat tidak tepat untuk dilakukan kepada siapapun yang masih berduka.

Setiap orang yang berduka pasca kehilangan, sebetulnya pada akhirnya akan sampai pada fase menerima sepenuhnya atas kejadian dan ketetapan Allah untuknya. Namun, tentu itu semua membutuhkan proses yang tidak instan. Elisabeth Kubler-Ross dalam bukunya yang berjudul on Death & Dying (1969), menyatakan bahwa ada 5 tahapan dalam berduka (the 5 stages of grief). 1) penolakan (denial), yakni fase di mana seseorang belum percaya atas kejadian yang menimpanya; 2) kemarahan (anger). Fase saat seseorang merasa marah dan cenderung menyalahkan diri sendiri, orang lain, atau benda mati yang mungkin menjadi penyebab kematian; 3) tawar-menawar atau pengandaian (bergaining). Seseorang mengandaikan kemungkinan yang seharusnya dia lakukan sebelum hal tersebut terjadi; 4) depresi (depression). Seseorang merasakan kesedihan mendalam atas apa yang menimpanya; dan 5) penerimaan (acceptance), tahap di mana seseorang mulai ridha menerima ketetapan tuhan untuknya.

Namun, menggarisbawahi bahwa 5 tahapan tersebut tidak selalu terjadi secara berurutan, juga tidak setiap orang mengalami keseluruhan tahapan tersebut. Setiap orang membutuhkan waktu yang berbeda-beda untuk melalui fase-fase tersebut hingga sampai pada fase penerimaan. Banyak faktor yang turut berpengaruh dalam hal ini. Yang terpenting bagi orang yang kehilangan adalah bagaimana kita membantunya untuk berproses. Melalui berbagai tahapan itu, bukan menuntutnya untuk move on sesegera mungkin. Saat seseorang yang berduka telah sampai pada fase penerimaan, ia akan mampu untuk bersyukur dan move on tanpa harus meminta apalagi memaksanya.

***

Sahabat Rahmania, jika ada orang terdekat kita yang sedang mengalami masa sulit karena kehilangan, yang bisa kita lakukan untuk mensupportnya. Kita bisa berusaha selalu ada di dekatnya, memberikan pelukan hangat, menjadi pendengar setia saat ia mau bercerita tanpa melakukan judging atas apa yang dia rasakan. Memberikan masukan mereka memintanya dengan tetap memperhatikan situasi dan kondisi, mendoakan, serta memberi kesempatan dan kebebasan untuk menyalurkan dukanya: sedih, menangis, kecewa, hingga keluh kesahnya hingga tuntas. Dukacita sangat lah penting untuk penyembuhan, dan penerimaan akhirnya akan datang setelah melewati proses tersebut dengan sepenuhnya tanpa menggantung.

Editor: Siti Robikah                                         

Bagikan
Exit mobile version