Site icon Inspirasi Muslimah

Beberapa Tradisi Lebaran yang Kini Terasa Semakin Menghilang

tradisi lebaran

Lebaran sudah di depan mata, semua orang Islam pasti menyambutnya dengan penuh suka cita. Banyak sekali persiapan-persiapan yang dilakukan oleh umat muslim menjelang lebaran. Salah satunya adalah bersih-bersih rumah, dari mencuci sofa dan karpet hingga mengecat ulang dinding rumah yang padahal kondisinya masih bagus.

Rumah seakan-akan dibuat dan dihias secantik mungkin, karena akan kedatangan tamu baik yang diundang maupun tidak, entah itu tetangga sekitar maupun sanak famili dari jauh. Selain mempercantik rumah, persiapan wajib yang harus dilakukan menjelang lebaran adalah suguhan makanan. Ya, rasanya kumpul-kumpul berasa kurang lengkap jika tidak makan-makan, itulah petuah orang Jawa bilang.

Lebaran sangat identik dengan makanan, banyak sekali makanan yang disuguhkan diatas meja. Dari makanan ringan hingga makanan berat ada semua, tinggal kita pilih saja mau makan yang mana, atau mau dicicipi semua juga boleh. Namanya juga sudah disuguhkan. Tinggal kontrol diri kita masing-masing, apakah mampu mengendalikan hawa nafsu makan kita atau kah justru hanya sekedar lapar mata dengan semua jamuan yang di suguhkan.

Namun sekarang suasana lebaran semakin kesini semakin terasa asing, sudah tidak sebegitu meriah seperti zaman kedua orang tua kita sewaktu masih kanak-kanak dulu. Tradisi  lebaran dari tahun ke tahun semakin tumbang.

Di antara tradisi-tradisi yang sudah mulai hilang, di antaranya :

Pertama adalah mercon atau petasan. Dulunya lebaran sangat identik dengan suara mercon yang keras, apalagi saat malam takbir dan setelah sholat ied. Warga seakan-akan berebut untuk meledakkan mercon yang keras. Kini mercon mulai dilarang oleh polisi dikarenakan banyaknya kasus orang terkena ledakan mercon bahkan saat masih dalam proses pembuatan. Kasus-kasus ini tidak hanya merugikan si pembuat mercon saja, tetangga sekitar pun juga banyak yang menjadi korban.

Kedua, beli baju baru untuk dikenakan di hari raya juga hampir sudah tidak identik dengan lebaran lagi. Hal ini disebablan orang-orang terutama kalangan milenial lebih milih beli baju saat tanggal cantik seperti 12-12 atau saat flash sale. Kini saat-saat menjelang Ramadan terakhir, toko-toko baju sudah tidak begitu padat hingga antri panjang, karena sekarang lebih senang belanja secara online, tinggal klak klik dari rumah. Enggak perlu panas-panasan keluar rumah dan berdesakan dengan lautan pembeli.

Ketiga, silaturrahmi ke rumah kerabat dan keluarga yang jauh sekalipun. Sekarang juga tak sedikit orang yang enggan bersilaturrahmi ke rumah sanak famili yang jauh, hal ini dikarenakan adanya teknologi komunikasi yang menjadikan kita malas untuk keluar rumah. Saling bermaaf-maafan hanya cukup diutarakan melalui sebaris dua baris chat whatssapp saja atau pun melalui telepon.

Keempat, makanan khas zaman dulu yang dihidangkan saat lebaran juga hampir tak nampak, seperti panganan lepet. Lepet merupakan salah satu hidangan khas lebaran orang dulu yang harus disajikan. Panganan ini terbuat dari beras ketan yang dibungkus dengan janur kemudian di rebus. Nama panganan ini memiliki filosofi makna yang cukup mendalam, yaitu ‘yen salah ngaku lepat.’ Yang artinya kalau ada salah mohon dimaafkan.

Makanan berikutnya yang seolah-olah menjadi menu wajib saat lebaran adalah ketupat. Makanan ini biasanya disajikan bersama opor ayam maupun sayur lodeh. Ketupat merupakan makanan yang terbuat dari nasi yang di bungkus dengan janur kemudian di rebus.

Namun sayang, kedua makanan ini sudah jarang sekali kita temui di zaman sekarang, terutama di rumah-rumah megah dengan penghuni milenial. Hal ini dikarenakan membuat ketupat dan lepet memang tidaklah mudah, butuh keterampilan untuk menganyam janur menjadi wadah ketupat, selain itu juga memerlukan waktu berjam-jam untuk memasak ketupat maupun lepet. Alhasil, tak sedikit orang yang menggantikan ketupat ini dengan aneka jajan chiki dan kue-kue-an seperti, nastar, kastangel, roti kacang, lidah kucing, dan masih banyak lagi.

Tidak hanya dari sisi makanan saja, dari sisi minuman pun juga sudah terganti. Dulunya para tamu disuguhkan minuman sirup di gelas-gelas. Sekarang cukup minuman kemasan gelas.

Memang tak dapat dipungkiri bahwa pergantian suguhan untuk para tamu dapat mengefisiensi tuan rumah. Pasalnya tiap ada tamu tuan rumah tidak perlu repot-repot lagi membuatkan minuman yang akhirnya si tuan rumah kerepotan sendiri, ketika disuguhkan pun juga jarang diminum, selain itu juga memakan waktu cukup banyak, belum lagi mencuci piring. Alhasil belum sempat ngobrol banyak hal tamunya sudah berpamitan pulang.

Dengan aneka jajan dan kue kering saat ini beserta minuman kemasan, pemilik rumah dan tamu bisa ngobrol lebih lama. Tuan rumah tidak perlu repot dan sibuk di dapur, karena hidangan sudah ada di depan mata. Tapi sayang, kemudahan ini juga membawa dampak yang kurang baik. Makanan yang seakan-akan telah menjadi tradisi dari lebaran jaman  nenek moyang kini bukan lagi menjadi hidangan utama. Hal ini disebabkan lidah generasi milenial tidak begitu tertarik dengan kedua makanan khas lebaran ini.

Itulah tadi beberapa tradisi-tradisi lebaran yang kini sudang mulai hilang esensi dan sensasinya seiring dengan berkembangnya zaman. Hadirnya teknologi dan kemodernan yang lain menjadikan nuansa lebaran yang kental akan ketradisionalan yang penuh dengan hal-hal baik kini semakin terpinggirkan. Yang bisa kita lakukan untuk melestarikan tradisi-tradisi leluhur adalah mengontrol diri kita agar tidak ketergantungan dengan gadget, jangan biarkan diri kita di perbudak oleh teknologi. Terutama generasi milenial selaku kelak sebagai penerus dan pelaku tradisi.

Bagikan
Exit mobile version