Site icon Inspirasi Muslimah

Aku Akan Selalu Berada di Sisimu, Ibu (1)

ibu

Masa kecilku adalah masa-masa di mana ibu dan ayahku memberikan perhatian penuh kepadaku. Hidup yang serba ada, rumah megah, dan tetangga yang baik hati adalah anugerah Tuhan yang sangat kami syukuri. Sehari-hari, ibu dan ayah bekerja di perusahaan milik keluarga kami yang bergerak di bidang manufaktur. Sementara aku diasuh oleh pembantu atau yang biasa kami sebut “Mbak”. Semasa kecilku mbaklah yang selalu menemaniku kala aku sendirian di rumah, mengajakku bermain, hingga membantu mengerjakan PR.

Masa itu adalah masa-masa emasku yang takkan pernah kulupakan begitu saja. Terlebih lagi saat waktu liburan tiba. Kami semua berlibur ke wahana bermain anak dan kebun binatang yang tak jauh dari rumahku. Di sana aku sangat kegirangan sekali bisa bermain wahana anak sesukaku dan bertemu dengan kancil, kelinci, dan lumba-lumba. Tiga hewan kesukaanku yang ingin sekali kurawat di rumah, tapi urung sebab ibu melarangku untuk mewujudkannya, hanya kucing saja katanya.

Usai bermain wahana dan melihat semua hewan, kami lalu berfoto terlebih dahulu dengan kamera analog Leica M milik ayah persis di depan tugu selamat datang sebagai kenang-kenangan bahwa kami pernah plesiran ke dua tempat tersebut. Setelah itu seperti biasa, ayah mengajak kami semua makan di rumah makan padang langganan ayah yang letaknya cukup dekat dengan kantor ayah.

Telur dadar dan gulai kepala kakap adalah menu favoritku. Aku menyukai gulai kepala kakap sebab rasanya yang gurih dengan cita rasa yang kental disertai rasa dari rempah-rempah yang kuat membuatku jatuh cinta dengan menu andalan khas Kota Padang ini. Ya, kendati aku harus dibujuk oleh ibu dulu agar aku mau memakannya.

“Cobalah dulu sesuap, nanti kamu pasti suka. Ibu jamin!” katanya dengan tegas dan meyakinkan. Aku menatapnya sejenak lantas ragu-ragu menyantap. Dan benar kata ibu! Setelah aku melahapnya dan sejenak memproses rasanya, semenjak itu aku menyatakan jatuh cinta dengan gulai kepala kakap. Setelah kutahu rasanya, sembari mbak makan, ibu minta tolong mbak untuk menyuapiku sebab takutnya duri-duri itu tak sengaja tertelan dan masuk ke dalam tenggorokanku. Sementara itu di sisi lain, ayah sedang asyik menyantap sate padang dan ayam pop yang hampir habis dilibasnya.

Mudah-mudahan, orang yang pertama kali menciptakan racikan gulai kepala kakap itu masuk surga dan bertemu dengan para pencipta resep masakan khas nusantara yang melegenda itu.

Tiap aku berangkat ke sekolah, aku selalu diantar ayah dan ibu menggunakan mobil sedan hitam milik ayah. Setelah itu, mereka berangkat ke kantor. Sekolah dasar ini milik swasta dengan desain bangunan cukup megah, ramah anak, dan ditunjang dengan fasilitas yang serba ada. Maka tak heran jika hanya orang-orang berduitlah yang mampu menyekolahkan anaknya di sekolah ini.

Gedungnya berlantai lima, lantai satu khusus untuk kantin, ruang guru, tempat parkir, lapangan, komite sekolah, hingga ruang kepala sekolah. Sedangkan lantai 2-5 adalah ruang kelas, Lab. Komputer, Lab. IPA, hingga ruang transit guru. Lantai dua dan kelas 2A adalah ruang kelasku dengan Miss Rizky S. Ningrum–atau yang biasa disapa dengan Miss Kiki–sebagai guru kelasku.

Dari kelas 1 hingga 6, Miss Kiki adalah satu dari sekian banyak guru terbaik dari segala sisi yang pernah aku temui. Wawasan keilmuan yang tinggi, parasnya yang cantik, dan sikapnya yang anggun namun tetap bersahaja membikin aku dan teman-teman sekelasku–entah itu putra atau putri–selalu terkesima dengan cara beliau memberikan materi pembelajaran kepada kami. Selalu ada lelucon yang dilemparkan di sela-sela penjelasannya. “Tyo, bisa dimengerti apa yang Miss jelaskan tadi?” tanpa ragu, aku menganggukan kepala menandakan paham apa yang beliau jelaskan.

Hari demi hari kujalani dengan penuh suka cita, walau aku anak tunggal, aku dibesarkan dengan sangat baik oleh keluargaku juga lingkungan sekitarku. Kata orang, kebahagiaan, suka cita, dan kegembiraan berbanding lurus dengan tingkat perekonomian yang dimiliki oleh sebuah keluarga. Tanpa adanya harta benda, kita mungkin merasa iri dengan orang yang punya banyak uang, membanding-bandingkan hidup dengan tetangga, hingga suka marah-marah.

Namun kata ibu, tidak sedikit orang yang tidak berpunya namun tetap bisa bersuka cita. Mereka senantiasa merayakan hidupnya dengan sederhana dan biasa saja. Sebab, kuncinya ada di rasa syukur yang tertanam dalam sanubari mereka. Maka Ibu terus-menerus mengingatkanku agar senantiasa memanjatkan puja dan puji syukur kepada Tuhan dan menyisihkan uangku untuk dibagikan kepada mereka yang kurang beruntung.

Bagikan
Exit mobile version