f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
wangi-wangian

Wanita dan Wangi-wangian dalam Pandangan Islam

Wanita dan wangi-wangian sudah menjadi dua hal yang sulit untuk dipisahkan. Selain bagian dari merawat kebersihan diri, memakai wangi-wangian sejenis parfum juga dapat menambah kepercayaan diri[1].

Sebagai makhluk sosial, sangat sulit yang namanya menghindari perkumpulan dan berinteraksi dengan orang lain, tak terkecuali wanita yang di mana perannya juga sangat dibutuhkan di ranah publik; sehingga di balik aktivitas yang padat ini menyulitkan untuk membersihkan tubuh demi menghindari bau badan. Wangi-wangian menjadi alternatif pertama untuk masalah ini. Namun, di balik itu semua, sebagai umat muslim kita tentunya dibatasi oleh sumber ajaran Islam yakni kitab suci maupun hadis Nabi Saw. yang harus menjadi pedoman utama dalam berkehidupan.

Hadis Larangan bagi Wanita Memakai Wangi-wangian

عَنْ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ – رواه النسائي

“Dari Al-Asy’ari ia berkata, “Rasulullah Saw. bersabda: “Wanita mana saja yang memakai minyak wangi kemudian melintas pada suatu kaum agar mereka mencium baunya, maka ia adalah pezina.” (HR. an-Nasa’iy)

Terdengar sangat mengerikan memakai parfum sudah dijuluki sebagai pelaku zina–salah satu dosa besar di sisi Allah. Untuk itu dalam memahami hadis Nabi sangat penting untuk medalami makna tidak hanya secara tekstual tetapi juga kontekstual; yakni dengan menyesuaikannya dengan realitas sosial yang ada di zaman ini; mengingat banyaknya perbedaan ketika Nabi Saw. mensabdakannya. Berikut Penjelasannya:

Analisis Redaksi

Adapun kalimat اسْتَعْطَرَتْ dalam hadis di atas merupakan fi’il madhi yang dalam ilmu bahasa Arab adalah kata kerja yang telah lalu. Kata tersebut bukanlah kata yang sebenarnya melainkan telah dimasuki beberapa huruf tambahan; dari kata عطر  yang berarti berbau harum, minyak wangi, wangi-wangian, wewangian.[2] Sedangkan arti dari استعطرت  adalah perempuan yang mewangikan/memakai wangi-wangian yang semerbak. Dilanjutkan dengan kalimat فمرت علي قوم ليجودا من ريحها   artinya “…kemudian melintas pada suatu kaum agar mereka mencium baunya…” Dalam ilmu bahasa Arab kalimat ليوجدوا merupakan susunan dari  huruf nashab dengan fi’il mudhori, huruf ل di atas adalah lamu kay yang memiliki arti ‘untuk’ atau ‘agar supaya’[3]. Ini menunjukkan adanya illat[4] yaitu faktor penyebab berlakunya sebuah hukum yang ada dalam hadis maupun Al-Qur’an sehingga jika illat tersebut tidak ada maka gugur pula hukum awalnya.

Baca Juga  Hukum Jamak Mathar

Adapun kalimat فهي زانية  dalam hadis tersebut memiliki arti “…maka ia adalah pezina.” Perempuan yang melewati suatu kaum dalam keadaan memakai wangi-wangian yang semerbak baunya agar kaum tersebut mencium aroma yang mereka gunakan maka dia diperumpamakan seperti pezina oleh Nabi. Hal tersebut menunjukkan keharaman bagi wanita dalam menggunakan wangi-wangian dengan bau semerbak ketika melewati sekumpulan laki-laki agar mereka mencium aromanya. Sebab ini bisa menjadi salah satu celah terbukanya jalan menuju perzinahan yang diharamkan dalam syariat

Asbabul Wurud

Pada zaman dahulu masjid masih berukuran kecil dan sederhana, lantainya masih berupa tanah, yang tidak dialas dan atapnya dari pelepah kurma dan sangat sempit sehingga antara shaff laki-laki dan wanita bedekatan yaitu shaff wanita berada tepat di belakang shaff laki-laki.[5] Sebab itu jika wanita menggunakan wangi-wangian baunya akan tercium hingga ke shaff laki-laki dan dapat mengganggu kekhusyukan salat jama’ah laki-laki. Hal ini akan menyebabkan timbulnya resiko bagi para wanita untuk terkena fitnah dan mudaratnya lebih besar.

Hadis yang Membolehkan Wanita Memakai Wangi-wangian                          

حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ الْجُنَيْدِ الدَّامِغَانِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ قَالَ أَخْبَرَنِي عُمَرُ بْنُ سُوَيْدٍ الثَّقَفِيُّ قَالَ حَدَّثَتْنِي عَائِشَةُ بِنْتُ طَلْحَةَ أَنَّ عَائِشَةَ أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا حَدَّثَتْهَا قَالَتْ كُنَّا نَخْرُجُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى مَكَّةَ فَنُضَمِّدُ جِبَاهَنَا بِالسُّكِّ الْمُطَيَّبِ عِنْدَ الْإِحْرَامِ فَإِذَا عَرِقَتْ إِحْدَانَا سَالَ عَلَى وَجْهِهَا فَيَرَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَا يَنْهَاهَا

Artinya : “Telah menceritakan kepada Kami Al Husain bin Al Junaid Ad Damaghani, telah menceritakan kepada Kami Abu Usamah, ia berkata: telah mengabarkan kepadaku Umar bin Suwaid Ats Tsaqafi, ia berkata: Aisyah binti Thalhah telah menceritakan kepadaku bahwa Aisyah ummul mukminin radliyallahu ‘anha telah menceritakan kepadanya, ia berkata: Kami pernah keluar bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Mekkah, dan Kami membalut kening Kami dengan minyak wangi ketika berihram, apabila salah seorang diantara Kami berkeringat maka mengalir ke wajahnya, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya dan beliau tidak melarang Kami.”

Terdapat satu hadis shahih yang menunjukkan kebolehan wanita menggunakan bahan sejenis wangi-wangian. Hadis tersebut menceritakan peristiwa saat melakukan ihram para wanita bahkan istri Nabi membaluri keningnya dengan wewangian; dan dalam kondisi tersebut juga menunjukkan bahwa saat yang bersamaan para wanita sedang berkeringat hingga wewangian itu jatuh ke wajah mereka. Nabi tidak berkutip ataupun melarang hal tersebut dilakukan oleh kaum wanita. Dalam ilmu mustholahul hadis taqrir[6] merupakan ketetapan Nabi atas perbuatan sahabat, berupa diamnya Nabi atau tidak berkutipnya beliau ketika menyaksikannya, ini kemudian dimaknai kebolehan dalam melakukan hal tersebut.

Baca Juga  Relasi Menantu dan Mertua dalam Islam
Simpulan
  1. Larangan menggunakan wewangian dengan aroma yang semerbak berlaku kepada wanita maupun laki-laki yang memiliki tujuan untuk menarik perhatian lawan jenis
  2. Wanita boleh menggunakan wangi-wangian dengan aroma yang samar
  3. Label ‘pelacur’ akan berlaku di zaman ini jika tujuan/niat menggunakannya memang untuk demikian baik itu wewangian maupun alat berhias lainnya
  4. Wanita boleh memakai wangi-wangian ke masjid yang aromanya samar dengan memperhatikan bahan yang terkandung dalam pewangi yang digunakan.

[1] Bella Jufita Putri, “Aroma Wewangian Pengaruhi Suasana Hati Seseorang,” LIPUTAN 6, 2016, https://m.liputan6.com/health/read/2635653/aroma-wewangian-pengaruhi-suasana-hati-seseorang, diakses pada 10 Juni 2022.

[2] Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, ed. K.H. Ali Ma’shum dan K.H. Zainal Abidin Munawwir, 5th ed. (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 943.

[3] Musthofa Al-Gailayini, Jami’atu Ad-Durus Al-’Arabiyah (Damaskus: Resalah Publishers, 2008): 338, https://www.resalah.com.

[4] Kaizal Bay, “Metode Mengetahui ’Illat Dengan Nash ( Al-Qur’an Dan Sunnah ) Dalam Qiyas,” Jurnal Ushuluddin XVII (2012): 114–55.

[5] Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita (Jakarta: Gema Insani Press, 1997): 357.

[6] Mahmud Thohhan, Taysiiru Mustholahil Hadis (Riyadh: al-Mamlikatul ’Arabiyatu as-Su’udiyah, 1075): 7.

Bagikan
Post a Comment