Site icon Inspirasi Muslimah

Ujian Tanda Cinta

Katanya, Tuhan menguji seseorang melalui dengan kehilangan sesuatu atau orang yang paling dicintai hambaNya. Entah itu dengan kepergiannya yang hanya sementara atau bahkan selamanya~

Kemarin pagi, sekitar pukul 9.30 tepatnya. Aku melihat seorang anak lelaki yang masih duduk di bangku kelas 4 SD itu sedang asyiknya berlari-lari dan bermain bersama teman-temannya. Sempat ku bertegur sapa dengan anak lelaki yang biasa dipanggil dengan sebutan Dimas itu. Ah, rupanya ada sedikit penyesalan karena di waktu itu aku sempat menegur tentang kenakalannya yang membuatku sedikit menyesal karena kenyataannya mustahil aku ketahui bahwa akan ada takdir lain juga yang bertegur sapa dengan dirinya hari ini.

Sejak malam tadi anak lelaki itu sudah mengeluh kesakitan di bagian dadanya, terutama di bagian sebelah kiri. Anak pertama dari dua bersaudara itu tak henti-hentinya merengek kepada ibunya.

“Ibu, dadaku sakit. Kayak sesak gitu loh bu.” Ucapnya kala itu sambil menekan dadanya yang terasa sakit.

Apaan sih nak, jangan berlebihan gitu deh. Paling itu cuma sakit biasa. Tidur saja dah, besok palingan ilang sendiri seperti angin berlalu.” Balas Ibu Dimas yang berusaha menenangkan anaknya diselingi dengan sedikit candaan.

Malam itu ia hanya tidur berdua dengan Ibunya. Sedangkan ayah dan kakeknya sibuk bekerja mengeringkan keringat di tengah gemuruhnya ombak di lautan. Iya, dia berasal dari keluarga nelayan yang cukup disegani di lingkungan rumahnya karena kebaikannya pada tetangga dan kerabat sekitarnya. Desiran ombak selalu setia menjadi lagu pengantar tidur menemani ibu dan anak itu hingga mereka terlelap. Kecuali pada jam-jam tertentu anak lelaki itu berusaha untuk tetap terlihat kuat sembari menahan rasa sakit di dadanya.

 Angin malam kala itu mengusap lembut raut wajah tampan anak lelaki itu, membelainya dingin seolah meminta dia tertidur di pangkuannya. Namun apalah daya, hingga azan shubuh pun tiba, anak itu tak kunjung dapat tertidur dengan nyaman. Kini, dia semakin merasakan sakit itu dengan begitu hebatnya. Seakan menghirup udara seperti memasukkan serbuk duri melalui hidung yang menjalar masuk ke sistem pernapasannya. Bagaikan tertusuk jarum perlahan-lahan dan sakit yang membunuh perlahan-lahan.

“Ibu, ibu, sudah subuh bu. Waktunya sholat.” Katanya lirih sambil mencoba membangunkan ibunya. Lagi, lagi ia menahan rasa sakit yang dirasakannya.

“Hah, iya Mas, Ibu bangun.” Ucap ibu sambil berusaha membuka matanya.

Saat itu ibu dan anak itu masih sempat melakukan sholat subuh bersama-sama. Hingga di akhir sholat, kini Dimas tak lagi bisa menahan rasa sakit di depan ibunya.

“Ibu, dadaku semakin sakit, sesak. Aku semakin kesulitan untuk bernafas.” Ucap Dimas sambil terengah-engah.

Seketika itu juga ibunya mulai panik, ia mulai berteriak memanggil tetangganya untuk mengantarkan dirinya dan Dimas ke puskesmas terdekat. Tanpa berpikir panjang, tetangganya pun bergegas memberikan tumpangan dan membawanya ke puskesmas. Sesampainya di puskesmas, diapun langsung mendapatkan perawatan dengan dipasangkan alat bantu sistem pernapasan ke bagian hidung dan mulutnya. Dari pagi hingga siang hari, masih belum terlihat adanya perkembangan yang membaik pada kondisi Dimas. Hingga tabung oksigen pernapasannya pun habis.

Saat itu, salah satu perawat puskesmas mencoba mengganti tabung oksigen yang sudah habis dengan tabung yang baru. Pada waktu itu terpaksa alat pernapasan yang terletak pada hidung dan mulut Dimas dilepas sementara. Sedangkan keluarga Dimas yang lainnya, disibukkan dengan mengurus surat rujukan agar bisa membawa Dimas ke rumah sakit di kota yang lebih lengkap peralatan medisnya.

Kondisi Dimas semakin parah, ia menampakkan bibirnya yang dikit demi sedikit mulai membiru dan juga napasnya yang mulai terengah-engah bak ikan yang dibiarkan begitu saja di atas daratan yang merindukan adanya setetes air masuk ke bagian rongga insangnya. Namun, perawat pihak puskesmas hanya mengentengkan keadaan tersebut dan berkata.

“Sabar dulu ya pak, ini masih diproses. Kami disini tidak hanya mengurus satu pasien saja pak.” Ucap salah seorang perawat tersebut pada seorang lelaki separuh baya yang merupakan Paman dari Dimas.

Paman Dimas pun hanya mengiyakan dengan menahan amarah dan kekesalannya. Dia merasa geram terhadap pelayanan puskesmas di desa itu. Hingga akhirnya waktu terus berjalan. Setiap detik bagi kita yang masih dianugerahi kesehatan adalah tiap detik yang memang biasa saja digunakan untuk bernapas. Akan tetapi tiap detik yang berputar di dunia anak lelaki itu adalah hal yang sangat berharga untuk memenuhi rongga paru-parunya dengan adanya sedikit udara. Lalu ditarikan napas yang begitu panjang, ia pun menghembuskan napas untuk terakhir kalinya karena dirinya telah lelah dan tubuhnya yang kecil telah begitu lemah untuk terus berusaha seorang diri mencari udara untuk bisa bernapas.

Siang menjelang sore hari itu, jerit seorang ibu dan para perempuan yang menjadi saksi kini pecah memekakkan telinga seluruh area puskesmas sebagai tanda kehilangan dan ketidakrelaan melepas kepergian yang tak pernah diduga dan disangka-sangka sebelumnya. Anak lelaki itu kini dapat tertidur lelap dengan nyaman dan tenang. Ia tak lagi tersiksa dengan dadanya yang sesak. Ia tak lagi mengeluh tak bisa tidur karena sulitnya bernapas. Ia tak perlu lagi terjaga sepanjang malam.  Ia kini dengan tenang tertidur di pangkuan Tuhannya.

Terkadang, manusia diuji melalui kehilangan. Entah itu kehilangan sesuatu atau kehilangan seseorang yang paling dicintainya. Mungkin karena Allah sedang cemburu pada hambanya yang terkadang mulai menjaga jarak dengannya. Atau mungkin cemburu karena hambanya terlalu berlebihan dalam mencintai sesuatu. Atau mungkin juga Allah sedang rindu-rindunya mendengarkan kembali celotehan dari hambanya yang dulu selalu bercerita, berkeluh kesah, dan bermunajat hanya kepada diriNya. Lagi-lagi ujian itu tanda cinta. Allah menguji hambanya karena ia cinta pada hambanya. Dan hamba yang mengaku cinta pada Tuhannya, tentunya akan diuji juga untuk tahu seberapa besar kecintaannya pada Tuhannya.

Ujian itu tanda cinta. Kenyataannya manusia akan diuji dengan dua hal sebagai pembuktian tanda cintanya kepada Tuhannya yaitu dengan didatangkannya musibah atau kenikmatan. Agar Tuhan tahu, ketika manusia mendapat nikmat akankah dia bersyukur dan tetap mengingat diriNya ataukah dia kufur kepada Tuhannya.

Dan Ketika dia mendapatkan musibah, akankah ia senantiasa bersabar dan ridha terhadap apa yang ditakdirkan padaNya ataukah ia menentang segala ketetapanNya. Begitulah caranya, begitulah tanda cintanya. Cinta dariNya pada hambanya. Dan cinta hambanya kepada diriNya.

Memang benar ucap salah seorang gadis kala itu, bahwa:

“Hal yang paling menyakitkan dari merindukan seseorang bukanlah karena jarak.

Tetapi ketika kau dekat dan berada di sampingnya.

Namun tak dapat kembali kau tatap raut wajahnya dan mendengarkan kembali cerita dari lisannya.

Selamanya…”

Dan waktu itu adalah waktu penyesalan pertama seumur hidup karena suatu keterlambatan dan waktu yang disia-siakan. Harapnya, semoga takkan terulang kembali.

Pamekasan, 10 Juni 2020

+) Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Muhammadiyah Malang

Bagikan
Exit mobile version