Site icon Inspirasi Muslimah

Tradisi Tujuh Bulanan dalam Pandangan Islam

Tujuh bulanan

Budaya merupakan sebuah hasil dari proses berpikir manusia. Ada budaya yang berasal dari masyarakat, budaya pendatang yang beradaptasi, dan budaya sebagai media syiar agama. Semua ini akhirnya menjadi warisan budaya.

Masuknya agama Islam menjadi era baru dalam perkembangan kepercayaan di Indonesia. Kepercayaan yang pada awalnya dominan Hindu-Budha atau Animisme-Dinamisme mulai bergeser setelah Islam berkembang atas peran serta Wali Songo dan para ulama khususnya di tanah Jawa yang gigih mengislamkan Indonesia dengan ajaran-ajaran Allah Swt. dan Rasulullah saw. Salah satu syiar yang mereka bawa adalah budaya atau tradisi Islam.

Tetapi, kehadiran ajaran Islam tidak serta merta diterima oleh masyarakat yang awalnya sangat kental dengan ajaran Hindu-Budha. Tentu saja hal itu tidak menjadi hambatan para agen dakwah kala itu untuk menyerah. Banyak cara yang mereka lakukan agar masyarakat paham bagaimana ajaran dan aturan dalam Islam. Salah satu yang mereka lakukan adalah akulturasi budaya di Indonesia dengan ajaran Islam.

Bentuk-bentuk akulturasi budaya tersebut beragam, misalnya banyak digunakannya nama-nama Islam dan istilah-istilah Islam atau Arab dalam kehidupan masyarakat, terciptanya adat istiadat yang bernuansa Islam (pengucapan salam, basmalah, tahlilan, kenduri, peringatan hari-hari besar Islam, dll.), lahirnya kesenian-kesenian yang bercorak Islam (kasidah, rebana, gambus, hadrah, dll.), terciptanya bangunan-bangunan  yang arsitekturnya bercorak Islam (masjid, rumah, istana atau keraton, gapura, batu nisan, dll.), berkembangnya busana muslim dan muslimah, serta makanan.

Masyarakat Jawa yang sangat terkenal dengan tradisi selamatan atau kenduri untuk memperingati hari besar dalam penanggalan Jawa dan Sunda atau peristiwa-peristiwa tertentu. Tradisi tersebut tidak lepas dari ajaran-ajaran Hindu yang biasanya terdapat dupa dan sesajen yang memang tidak ada dalam ajaran Islam.

Agen dakwah tidak berputus asa. Mereka akulturasi budaya dengan nilai-nilai Islam. Inovasi ini berpengaruh pada budaya. Contohnya, slametan mungkin dianggap berasal dari Islam.

 “…The slametan is the Javaness version of what is perhaps the world’s most common religius ritual, the communal feast, and as almost everywhere, it symbolizes the mistic and social untity of those participating in it. Friends, neighbors, fellow workers, relatives, local spirits, dead ancentors, and mear forgotten gods all get bourd, by virtue of their commensality, into a defiined social group pledged to mutual support and operatin.” 

(Geertz, 1960).

Kutipan di atas mengungkapkan bahwa menurut Cliford Geertz, berbagai tradisi Islam di Jawa yang memiliki makna bermacam-macam, semuanya diisi dengan slametan. Slametan ini berkaitan dengan siklus kehidupan, mulai dari kehamilan, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Setiap siklus ini lewat slametan  dibuat memiliki makna sosial, terikat dengan komunitasnya. Namun demikian, polanya pada dasarnya juga terdapat dalam komunitas tradisional lainnya di Indonesia.

Geertz mengedepankan sebuah konsepsi mengenai dinamika hubungan antara Islam dan masyarakat Jawa yang sinkretis yaitu bersifat mencari penyesuaian dan keseimbangan antara dua aliran misalnya agama dsb. Sinkretisme terjadi pencampuran antara Islam, Hindu, Budha, dan Animisme.

Tradisi selamatan awalnya adalah permohonan doa. Dalam perkembangan Islam, doa diganti dengan pembacaan Alquran dan selawat nabi, misalnya pada tujuh bulanan. Ini mencampurkan nilai budaya dan Islam.

Begitu indah dan menariknya karya al-Barzanji tersebut yang berkaitan dengan kepribadian Rasulullah sehingga banyak masyarakat Islam yang meyakini bahwa untuk menyambut kelahiran bayi disunahkan membaca teks yang menyebutkan malam kelahiran beliau. Bahkan jauh sebelum kelahiran bayi, pembacaan karya al-Barzanji ini pun sudah mulai diperhatikan tepatnya pada saat bayi berusia tujuh bulan dalam kandungan yang disebut dalam tradisi Jawa dengan nujuh bulanan. Tradisi ini tidak lepas dari pengaruh produk budaya lain, seperti Hindu-Budha yang telah lama berkembang di bumi pertiwi ini, terutama masyarakat agraris.

Tujuh bulanan, meskipun tidak dibahas dalam Alquran atau hadis, merujuk pada kehamilan tujuh bulan. Islam mendorong ibu hamil untuk berdoa dan berzikir. Ini adalah cara mendekatkan diri pada Allah, meminta perlindungan, dan keberkahan. Kelahiran anak dianggap anugerah, orang tua diharapkan bersyukur.

Oleh karenanya, tradisi tujuh bulanan menjadi sebuah persiapan proses kelahiran dianggap sebagai pengalaman spiritual yang mendalam. Lebih jauh, hal tersebut menjadi sebuah rasa syukur dan doa yang dipanjatkan oleh seorang ibu, ayah, dan keluarganya. Namun, kepercayaan tujuh bulanan merupakan sebuah tradisi yang kembali lagi kepada kepercayaan individu masing-masing. Wallahualam Bissawab.

Bagikan
Exit mobile version