Site icon Inspirasi Muslimah

Tiba-tiba Sedih Tanpa Sebab: Antara Jawaban Mitos dan Ilmiah

sedih tanpa sebab

Disclaimer, tulisan ini tidak ditulis untuk ‘curhat’ masalah hidup penulis atau orang lain. Tapi, hanya ingin berbagai wawasan mengenai pandangan Sigmund Freud (w.1939) tentang struktur kejiwaan manusia yang ada kaitannya dengan masalah yang diangkat dan akan mencoba memberikan tawaran solusi.

Tiba-tiba sedih tanpa tahu penyebabnya sering kali anak muda kisaran umur 20 sampai 30-an alami. Termasuk penulis sedang berada di fase itu dan penulis yakin  pembaca juga pernah mengalaminya. Tanpa ada masalah hidup, tiba-tiba muncul rasa sedih yang datangnya tidak tahu dari mana.

Ada beberapa asumsi yang penulis dapat ketika mencari jawaban dari kebingungan itu. Salah satunya, jawaban dari teman, yakni karena rasa rindu orang lain (keluarga atau someone) terhadap diri kita. Kemudian, jawaban yang lain, orang tersayang sedang ada dalam masalah katanya. Jawaban itu rasa-rasanya hanya mitos belaka jika menggunakan paradigma mitologi Roland Barthes dan tentunya belum bisa menjawab kebingungan tadi.

Setelah membaca pemikiran Freud (w.1939) tentang struktur kejiwaan manusia, barulah dahaga kebingungan itu bisa terjawab. Ternyata, rasa sedih yang datang tiba-tiba itu merupakan endapan dari berbagai kegelisahan hidup yang ada di alam bawah sadar kita. Yang menurut Freud (w.1939) unconscius (tak sadar) yang muncul tiba-tiba tanpa terkendali.

Freud (w.1939) yang kita kenal sebagai pendiri aliran psikoanalisis ini memperkenalkan struktur kejiwaan manusia menjadi tiga:

Pertama, conscious (alam sadar) dalam hal ini, keadaan yang tampak dan kita rasakan saat ini; kuliah, kerja dan yang lainnya.

Kedua, preconscious (alam pra sadar) yakni jembatan antara alam sadar dan tak sadar yang muncul dalam bentuk mimpi, lamunan dan salah ucap.

Ketiga, unconscious (tak sadar) yang merupakan bagian paling dalam dan terpenting dari struktur kejiwaan manusia yang berisi endapan pengalaman hidup, seperti ditolak cinta, dipermalukan, tidak lulus ujian, bahagia, sedih dan yang lainnya.

Dari tiga klasifikasi tersebut dapat kita pahami bahwa, sebetulnya sebahagian besar hidup kita ada di alam bawah sadar (tak sadar/unconscious) yang mengendap dan sering kali keluar melalui alam pra sadar (preconscious) tanpa kita sadari, baik itu dengan melamun ataupun lewat mimpi. Nah, di sinilah jawaban dari kebingungan tadi, tiba-tiba sedih tanpa tahu penyebabnya.

Jadi, sedih yang muncul tiba-tiba tadi bukan karena tanpa sebab. Melainkan karena endapan berbagai masalah hidup yang terkumpul di unconscious dan  muncul tiba-tiba di preconscious.  

Endapan masalah hidup ini ada kaitannya dengan krisis eksistensial, dalam hal ini fase ketika seseorang menggelisahi diri. Seperti halnya Mahasiswa yang khawatir ke depannya akan menjadi apa? Apa cukup dengan belajar saja bisa mengantarkan pada kesuksesan?Dan kekhawatiran-kekhawatiran yang lainnya. Fase selanjutnya, selesai kuliah, muncul rasa khawatir apa pilihanku selama ini sudah tepat atau tidak? Kenapa dulu aku tidak begini dan begitu? Dan yang lainnya. Problem-problem seperti ini dengan merujuk ke pandangan Freud (w.1939) karena berusaha untuk terus ditepis itu, akhirnya ia mengendap di unconscious dan keluar di preconscious  tanpa sadar dalam bentuk sedih tanpa diundang.

Lantas apa solusi ketika berada di fase itu? Jawabnya—mungkin terkesan nyeleneh—“sedari awal jangan suka memperumit sesuatu”. Ini relevan dengan teori ‘gunting’ salah seorang filsuf yang namanya Ockham bahwa “jika ada dua konsep tentang suatu hal, yang satu sederhana dan yang satunya ruwet maka yang paling benar pasti yang sederhana”. Prinsip ini bisa menjadi solusi karena problem-problem hidup yang selama ini manusia alami tidak lain bersumber dari cara pandang yang keliru terhadap suatu hal dalam hal ini suka memperumit sesuatu yang sebetulnya sederhana.

Tidak heran jika Confucius mengatakan “manusia itu sukanya membuat rumit hal-hal yang sederhana”. Sulit mengakui kekalahan, sulit minta maaf atas kesalahan, menggantungkan bahagia pada tolak ukur yang sangat tinggi dan yang lainnya. Agaknya tidak berlebihan untuk mengistilahkan manusia suka ‘mendramatisasi’ segala hal. Dari kecenderungan ini, Nabi Muhammad pun sedari awal mengajarkan dengan sikapnya sebagaimana yang diriwayatkan oleh Aisyah bahwa, Nabi ketika diperhadapkan dengan dua hal, yang sulit dan mudah, pasti Nabi memilih yang mudah. Kata Gusdur “gitu aja kok repot”. Cukup sekian, Wallahu a’lam bi al-Shawab

Bagikan
Exit mobile version