Site icon Inspirasi Muslimah

Sebelum Sosok Mulia itu Pergi

pergi

Hampir tiap hari saya menjumpai pemandangan ini di media sosial dan semoga bukan hanya sekadar konten. Pemandangan seorang anak yang tengah menggendong, memandikan, mengganti baju, menyisiri rambut lalu menyuapi makan ibunya yang sudah sepuh. Mungkin sebagian pemirsa menganggap hal ini sesuatu yang biasa dan tak penting untuk dibahas. Namun, percaya atau tidak, bagi sebagian yang lain merupakan sesuatu yang mahal dan sulit untuk dipraktikkan.

Tidak setiap anak bisa mendampingi orang tua dalam kesehariannya karena berbagai alasan. Terutama orang tua yang sudah memasuki usia senja; bapak atau ibu atau kedua-duanya. Dari yang waktunya tersita untuk bekerja mencari nafkah demi keluarga sampai yang terpaksa merantau juga untuk keluarga.

Meskipun tidak semua orang tua, ibu atau bapak, mendapat kesempatan didampingi anak setiap saat, tetapi paling tidak perhatian kepada mereka berdua tetap ada. Jika kebetulan orang tua tidak serumah dengan anak, minimal selalu terpantau. Entah berapa hari sekali ditengok dan jika jarak tempat tinggal dekat mungkin bisa setiap hari setiap saat. Jika terpaksa berjauhan, tentu banyak solusi yang bisa dipilih.

“Sebenarnya aku ingin bapak ibu di rumahku, Mbak, agar aku bisa lebih tenang lebih mudah merawatnya kalau lagi tak enak badan sekaligus aku tidak perlu mondar-mandir,” kata salah satu teman yang memiliki orang tua lansia. Jarak rumahnya dengan rumah orang tua tidaklah jauh, tapi cukup melelahkan jika setiap hari harus mengirim makanan dan kebutuhan yang lain. Mereka kekeh tidak mau diboyong ke rumah sang anak.

Ya, boleh saja mengajak orang tua ke rumah. Ketahuilah teman, sebagai orang tua yang memiliki rumah sesederhana apa pun rumah itu, mereka berdua tak serta merta mau diajak pindah. Sebuah atau beberapa kenangan ada di rumah itu. Tidak mudah bagi mereka membunuh kenangan yang pernah ada walau tak selalu manis. Kenangan bagi mereka ibarat harta pusaka yang akan selalu dirawat dan disimpan di tempat terbaik.

Jika kita jumpai ada orang tua sepuh yang dititipkan di panti jompo, itu pun tidak sepenuhnya salah. Tentu ada alasan pokok mengapa sampai harus dititipkan. Masih juga kisah temanku yang terpaksa menitipkan ibunya di sebuah panti jompo di Ibukota. Sebagai anak tunggal dan single parent, alasan pekerjaan yang membuatnya tak mampu mendampingi ibunya setiap saat dan dia mampu membayar berapa pun demi sang ibu.

Temanku ingin sang ibu terjaga kesehatannya, terjamin asupan makanannya, kenyamanan tidurnya, bahkan hiburan untuk sang ibu juga ia perhatikan. Tak usah menunggu seminggu atau sebulan, dia selalu meluangkan waktu menengok. Nyaris setiap dia melepaskan pelukan untuk melangkahkan kaki kembali bekerja, selalu ada air mata yang tumpah. Di hati kecilnya merasa berdosa dan ingin membawa ibunya pulang ke rumah suatu hari nanti.

Seperti yang terlihat di media sosial, seorang ibu yang (maaf) sudah tidak bisa berjalan dengan normal karena satu dan lain hal, akhirnya mau diajak serumah dengan anak. Menyadari kemampuan diri yang terbatas sehingga perlu pendamping dalam kesehariannya membuat dia tidak mungkin sendirian di rumah. Siapa lagi yang mengajak kalau bukan anaknya? Walaupun aktivitas harian sang ibu di kursi roda dan di saat tertentu harus digendong, selalu tampak senyuman di wajah sang anak. Lagi-lagi, semoga tidak karena konten belaka.

Merawat orang tua adalah kewajiban anak. Apalagi yang sudah sepuh dan sudah berkurang kemampuan gerak fisiknya. Ini tidak bisa dibantah karena perintah agama. Bukan maksud menggurui, tetapi berbuat baik kepada orang tua adalah perintah langsung dari Allah Swt. setelah kita menyembah hanya kepada-Nya.

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.” (QS. An-Nissa’ [4]:36)

Pertanyaan untuk diri sendiri, sudahkah kita berbuat baik pada orang tua? Sejauh mana yang telah kita perjuangkan untuk mereka? Apakah kita mampu membuatnya bahagia? Atau minimal sudahkah kita membuatnya tersenyum?

Pertanyaan-pertanyaan ini ternyata tak berarti lagi ketika orang tua, orang yang harus kita muliakan, sudah tiada. Insan keramat yang memiliki surga di telapak kaki telah pergi untuk selamanya. Kita kehilangan salah satu pintu menuju surga. Sejumlah sesal belum bisa membalas budi selalu hadir di saat-saat seperti ini, wajar. Sebab segala pengorbanan dan cinta kasih orang tua terhadap anaknya tak mungkin terbalaskan.

Meskipun tidak semua orang tua bertabiat seperti yang kita inginkan, tetapi mereka adalah orang tua kita. Sekalipun tidak seiman, berbuat baik kepada mereka adalah wajib. Darah daging kita dari air susu ibu, kita makan dan tumbuh besar dari hasil cucuran keringat bapak. Tidak ada alasan apa pun bagi anak untuk menyia-nyiakan orang tua.

Setiap yang hidup pasti mengalami mati. Manusia mati tidak harus menunggu usia lanjut, tidak harus menderita sakit lebih dulu, juga tidak bisa diminta maupun ditolak. Manusia mati, meninggal, atau dipanggil kembali menghadap Sang Pencipta adalah murni hak Allah. Sebelum hal itu terjadi pada orang yang kita muliakan, apa saja yang telah kita baktikan kepadanya?

Selagi kita masih diberi kesempatan menghirup udara segar tanpa membayar, kita isi waktu yang tersisa ini dengan hal-hal yang bernilai amal saleh. Keberadaaan (hidup) orang tua merupakan ladang subur tempat menyemai bibit-bibit amalan kecil yang kelak dipanen di yaumil akhir. Merawat orang tua yang lemah dan sakit, membersamai mereka yang sudah renta, mendampingi mereka dalam mengisi hari-hari senja, dan menemani mereka agar tidak kesepian adalah salah satunya.

Bagikan
Exit mobile version