f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
kontestasi politik

Perempuan Tangguh, Srikandi Keluarga

Sejarah panjang bangsa Indonesia tidak bisa terlepas dari bencana yang terjadi. Catatan manuskrip lama menceritakan bahwa beberapa kerajaan hilang akibat adanya letusan gunung seperti Tambora dan Krakatau Purba. Letak geografis Indonesia yang dilewati lempeng aktif, deretan pegunungan dan kontur tanah yang berbukit menyebabkan beberapa daerah rawan akan bencana.

Berdasarkan proyeksi BPS jumlah penduduk di Indonesia mengalami peningkatan, bahkan mencapai 271 juta jiwa ditahun ini. Pertambahan penduduk akan berbanding lurus dengan permintaan akan lahan, sehingga akan muncul permasalahan ketika permintaan lahan ini berada pada daerah-daerah yang rawan bencana.

Lanskap Bencana di Indonesia

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 1.924 bencana yang terjadi di Indonesia sepanjang awal tahun 2020. Data tersebut belum termasuk wabah covid-19 yang melanda Indonesia sejak awal bulan Maret lalu, dimana sampai hari ini per tanggal 1 September 2020 masyarakat yang positif terpapar covid-19 sudah mencapai 177.571 orang.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah bersama masyarakat untuk meminimalisir terjadinya bencana. Paradigma penanggulangan bencana saat ini menitikberatkan pada upaya pengurangan resiko bencana dan tidak lagi bersifat responsif. Pendekatan Penta Helix dilakukan pemerintah dengan melibatkan masyarakat, pakar, akademisi, media dan dunia usaha dalam rangka mengurangi risiko bencana.

Sekali lagi, semangat gotong royong melandasi usaha pemerintah bersama seluruh masyarakat untuk mewujudkan keadilan dan kemakmuran yang ada di Indonesia.

Perempuan Sebagai Kelompok Rentan

Banyak akademisi dan praktisi kebencanaan yang telah mengetahui, bahwa selain anak-anak, dan manula, perempuan merupakan salah satu bagian dari kelompok yang rentan terhadap bencana. Mengapa demikian ?

Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP) menyatakan bahwa perempuan memiliki risiko 14 kali lebih tinggi menjadi korban bencana dibanding pria dewasa. Hal ini disebabkan karena naluri perempuan yang ingin melindungi keluarga dan anak-anaknya, sehingga seringkali membuat mereka mengabaikan keselamatan diri sendiri.

Baca Juga  Hiduplah Sesuai Kemampuan: Nasihat Berarti yang Disalahpahami

Sosiolog Elaine Enarson menyatakan dalam tulisannya bahwa korban terbanyak dalam bencana alam adalah perempuan. Perempuan menjadi korban terbanyak karena mendahulukan keselamatan anggota keluarganya. Data yang ada menunjukkan kecenderungan yang serupa.

Pada bencana tsunami di Aceh 2004, data menunjukkan sebanyak 55-70% korban meninggal adalah perempuan. Kerentanan perempuan dalam bencana juga terjadi pada skala global. Perempuan pun menjadi korban terbanyak dalam bencana gelombang panas di Prancis pada 2003, yaitu 70% dari 15.000 korban meninggal. Korban Badai Katrina di Amerika Serikat adalah mayoritas perempuan miskin Amerika keturunan Afrika.

Mengapa Perempuan Menjadi Kelompok Rentan ?

Pada dasarnya baik perempuan maupun laki-laki memiliki potensi yang sama sebagai agen pengurangan risiko bencana. Namun perempuan bisa terjebak menjadi kelompok yang rentan. Berikut beberapa alasan mengapa perempuan menjadi kelompok rentan

Pertama, adanya konstruksi nilai dan tatanan di dalam masyarakat yang mengharapkan perempuan terlebih dahulu menyelamatkan anggota keluarganya.

Kedua, apabila perempuan tidak memiliki akses pada kebijakan pengurangan resiko bencana (PRB). Perempuan sebagai kelompok dengan akses yang minim terhadap penyebaran pengetahuan menjadi rentan.

Ketiga, perempuan tidak diikutsertakan dalam kajian risiko dan penyusunan rencana aksi  pengurangan resiko bencana.

Keempat, ketika perempuan tidak terwakili serta tidak diikutsertakan dalam pelatihan dan simulasi sistem penanganan darurat bencana. Ketidakikutsertaan inilah membuat pengetahuan yang terbatas mengenai teknik penyelamatan diri. Sehingga membawa konsekuensi perempuan lebih rentan menjadi korban bencana alam.

Kelima, perempuan seringkali menjadi kelompok rentan karena tugas melindungi keluarga hanya dibebankan kepada perempuan. Dalam beberapa kejadian bencana, perempuan yang sekaligus seorang ibu akan mendahulukan keselamatan anaknya. Sedangkan saat misi penyelamatan, laki-laki yang sekaligus suami dan ayah akan cenderung berusaha menyelamatkan dirinya sendiri.

Baca Juga  Nawal el-Saadawi: Seorang Pejuang Hak-Hak Perempuan Arab
Perempuan Srikandi Bencana

Dari berbagai fakta diatas, lantas apakah perempuan perlu keluar dari kelompok rentan? Menurut hemat penulis, perempuan tetap berada di dalam kelompok rentan. Kelompok rentan yang dimaksud adalah perempuan dengan kondisi khusus misalnya  hamil, ibu dengan anak balita dan lansia.

Kita ketahui bahwa perhari ini, perempuan sudah ikut andil dan terlibat aktif dalam pengurangan risiko bencana. Bahkan BNPB memiliki program yang bernama srikandi bencana. Hal ini karena keaktifan perempuan dalam pengurangan resiko bencana dan pelatihan-pelatihan kebencanaan.  Salah satu upaya untuk melakukan mitigasi/ pencegahan dan dalam rangka meminimalisir risiko terjadinya bencana dan banyaknya korban saat terjadi bencana.

Membangun Indonesia Tangguh

Spirit penanggulangan bencana di Indonesia dapat menjadikan Indonesia sebagai negara tangguh bencana. Sebagaimana penulis sampaikan diawal, bahwasanya Indonesia merupakan laboratorium bencana. Maka dari itu untuk menjadikan Indonesia tangguh bencana maka masyarakat baik perempuan maupun laki-laki harus mampu mengerti dan memahami konsep dan praksis manajemen bencana.

Mulai dari pra bencana, ketika bencana, dan pasca bencana. Ketangguhan masyarakat diawali dari keluarga yang paham dan mampu membiasakan diri untuk meminimalisir dan mengatasi risiko yang mungkin timbul ketika berhadapan dengan bencana.

Dalam penguatan kapasitas dan kapabilitas keluarga, peran ayah dan ibu sangat penting dalam mengedukasi keluarga tentang pengetahuan tentang kesiapsiagaan terhadap bencana. Baik, ibu, ayah, anak maupun komponen keluarga yang lain mampu menjadi leading sector didalam keluarga.

Mulai dari sinilah wacana “Indonesia Tangguh Bencana” mampu diwujudkan dengan baik. Kita tidak hanya berbicara tentang birokrasi dan segala aturan yang dibuat tanpa memperhatikan satuan terkecil didalam negara. Maka keluarga tangguh adalah keniscayaan apabila Indonesia ingin mewujudkan wacana yang kami sampaikan diatas. (Editor : vk)

Baca Juga  Perbincangan Childfree dan Keterkaitannya dengan Isu Gender

Bagikan
Post a Comment