Site icon Inspirasi Muslimah

Nusaibah, Bukan Ibu Rumah Tangga Biasa

nusaibah ibumu

“Ibumu, ibumu, ibumu, ayahmu.”

Rasanya sudah sering kita mendengar nasehat untuk menghormati ibu. Ibu adalah pintu kita, pintu menuju dunia sekaligus pintu menuju surga. Maka, jika ada pekerjaan yang paling mulia di muka bumi ini, itulah pekerjaan menjadi ibu. Namun, pekerjaan menjadi ibu erat dengan jobdesk untuk mengurus dapur, sumur, dan kasur. Meskipun telah banyak yang menyangkalnya, tetapi stereotip itu masih banyak berlaku, apalagi jika status objek yang dibicarakan adalah ibu rumah tangga. Maka, di antara momen “hari pahlawan” dan “hari ibu” tahun ini, marilah kita sedikit membahas mengenai seorang ibu yang bukan hanya ibu rumah tangga biasa, melainkan juga seorang pahlawan wanita yang tanpa ragu menjadi tameng bagi Rasulullah Saw.

Namanya Nusaibah binti Ka’ab bin Amr bin An-Najjar. Seorang wanita pemberani dari Kaum Anshor yang lahir di Madinah. Ia merupakan seorang ibu dari kedua putranya, Hubaib dan Abdullah, dan istri dari Zaid bin Ashim. Nusaibah merupakan salah satu shabiyah yang telah merasakan nikmat iman dan islam dari awal mula penyebaran islam. Ia juga termasuk satu dari dua wanita yang bergabung dengan 70 orang laki-laki Anshar pada Baiat Aqabah Kedua atau sumpah setia kaum muslimin untuk membela Rasulullah SAW dan islam.

Kecintaan Nusaibah kepada Rasulullah Saw yang paling tampak sekaligus paling dikenang adalah dalam kisah perlindungannya kepada Rasulullah Saw.di Perang Uhud. Dalam perang ini, tidak hanya Nusaibah, tetapi seluruh keluarganya turut mengambil peran. Tugasnya sendiri dalam perang tersebut mulanya berada di bidang logistik dan medis. Ia bersama dengan perempuan lainnya menyediakan pasokan air dan merawat para prajurit yang terluka.

Ketika terjadi kekacauan pada perang ini akibat para pemanah di atas bukit yang melanggar perintah dan membahayakan Rasulullah Saw, Nusaibah tidak tinggal diam. Ia segara mempersenjatai dirinya dan bergabung dengan prajurit lain untuk membentuk pertahanan guna melindungi Rasulullah Saw. Ia berperang dengan berani meskipun akhirnya menuai tidak kurang dari 12 luka di sekujur tubuhnya. Ummu Said bin Saad bin Rabi’ pernah bertanya langsung kepada Nusaibah mengenai peristiwa yang dialaminya saat Perang Uhud.

Ummu said berkata, “Aku melihat cekungan bekas luka di ketiaknya,” lalu ia bertanya siapa yang telah menorehkan luka tersebut?

Nusaibah menjawab, “Aqbil bin Qamiah.”

Ia juga bercerita bahwa Aqbil mengatakan kepada orang-orang untuk memberitahunya di mana Rasulullah SAW berada. Seorang sahabat, Mush’ab bin Umari kemudian menghadapinya, tetapi Aqbil membawa sejumlah pasukan. Hingga akhirnya terjadi pertarungan dan Aqbil berhadapan dengan Nusaibah yang selanjutnya menuai sebuah hunjaman di ketiaknya tersebut. Meskipun demikian, Nusaibah tidak pernah mengeluh, mengadu, maupun meratapi luka yang ia dapat

Rasulullah Saw. yang melihat betapa gigih Nusaibah dalam perangnya kemudian bersabda kepada anak Nusaibah, “Wahai  Abdullah, balutlah luka ibumu. Ya Allah, jadikanlah Nusaibah dan anaknya sebagai sahabatku di dalam surga.” Nusaibah begitu terharu mendengar doa Rasulullah SAW. Doa tersebut memompa semangat Nusaibah menjadi semakin tinggi lagi.

Sementara Abdullah bin Zaid, putra Nusaibah mengisahkan bahwa dirinya mengalami luka di lengan kirinya pada Perang Uhud. Seseorang telah berhasil menyerangnya dengan sangat cepat meskipun tidak sampai membuatnya terguling dari kudanya. Dari luka itu, keluar darah yang tidak berhenti. Rasulullah SAW menyuruhnya untuk segera menyumbat luka itu. Sebagai seorang ibu sekaligus orang yang bertugas di bagian medis, Nusaibah lantas membawakan penyumbat luka untuk putranya.

“Berdirilah, Nak. Serang mereka,” kata Sang Ibu.

Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak ada yang mampu melakukan seperti yang kau lakukan, Ummu Umarah,” kemudian kala orang yang melukai Abdullah datang, beliau meneruskan, “Inilah orang yang telah melukai putramu.” Nalurinya sebagai ibu sekaligus sebagai pengikut setia Rasulullah Saw. pun segera bertindak. Ia mencegat orang tersebut dan mengayunkan pedang ke betis orang itu hingga ia tersungkur. Orang yang telah mencelakai Abdullah akhirnya berhasil terbunuh dengan senjatanya sendiri oleh Nusaibah.

Nusaibah tidak hanya mengambil peran dalam Perang Uhud, ia juga turut serta dalam beberapa perang lainnya. Dikisahkan, setelah Rasulullah SAW wafat, banyak umat islam yang ingkar dan enggan membayar zakat. Tak hanya itu, bahkan ada yang mengaku sebagai nabi, tentu saja ia adalah nabi palsu. Namanya Musailamah al-Kadzab. Sebagai seorang khalifah, Abu Bakar Ash-Shidiq memutuskan untuk memerangi mereka. Nusaibah dan putranya, Hubaib bin Zaid pun turut dalam peperangan tersebut. Sayang, Hubaib tertangkap dan ditawan. Ia dipaksa untuk mengakui Musailamah sebagai nabi. Dengan keimanan yang kokoh, Hubaib menolak hal tersebut. Maka Musailamah dengan geram dan kejamnya memotong-motong tubuh Hubaib hingga ia syahid.

Mendengar bahwa Hubaib telah syahid di tangan Musailamah, Nusaibah bertekad untuk membunuh Musailamah dengan tangannya sendiri. Maka, ia dan putranya, Abdullah, bergabung dengan pasukan pada Perang Yamamah. Perang berkecamuk dan ia turut memanggul senjata menghadapi para musuh. Dalam jihadnya di Perang Yamamah ini, Nusaibah mendapat serangan yang menyebabkannya kehilangan salah satu lengannya. Kemudian, tekad untuk membunuh Musailamah dilanjutkan oleh Sang Putra, Abdullah. Bersama dengan Wahsyi, ia berhasil membunuh nabi palsu tersebut.

Beberapa tahun setelah Perang Yamamah, tepatnya pada tahun 13 Masehi, Nusaibah kembali ke Rahmatullah. “Ummu Umarah adalah salah satu perempuan Anshar terbaik,” begitulah pendapat Adz-Dzahabi dan siapa pula yang bisa menyangkalnya setelah mengetahui cerita perjuangan Nusaibah binti Ka’ab nan luar biasa ini? Nusaibah merupakan sosok ibu yang bissa menjadi panutan para wanita di masa ini. Di mana stereotip kolot bahwa urusan seorang ibu hanyalah berkutat pada dapur, sumur, dan kasur masih banyak yang mengamininya. Ia mengemban semua perannya dengan sangat apik.

Sebagai seorang istri, Nusaibah adalah sosok yang menghormati dan senantiasa mendukung suaminya hingga akhir usia. Sebagai seorang ibu, ia adalah ibu yang berhasil mendidik anaknya untuk mencintai islam dan tetap memberikan kasih sayang kepada Sang Putra sekalipun di dalam medan perang. Dan sebagai seorang sahabiyah, ia tidak pernah ragu untuk melakukan apapun demi berjuang di jalan Allah Swt. Bahkan, sekalipun ia harus banyak kehilangan dalam perjalanan jihadnya demi islam. Ya, Nusaibah binti Ka’ab bukanlah ibu rumah tangga biasa.

Bagikan
Exit mobile version