Site icon Inspirasi Muslimah

Menyoal Poligami dalam Perspektif Islam

poligami

Berbicara tentang poligami, terlebih dahulu kita harus mengetahui bahwa Islam memang mengatur persoalan tersebut. Tidak bisa kita pungkiri bahwa Rasulullah Saw. berpoligami. Namun ada beberapa hal dan fakta yang mungkin sering kita lupakan, yakni dalam konteks apa dan bagaimana Rasulullah Saw. berpoligami.

Perlu kita sadari bersama bahwa poligami dilakukan oleh banyak manusia, bahkan para Nabi sebelum Rasulullah Saw. Dari beberapa literatur menyebutkan bahwa Nabi Daud As. memiliki seratus istri. Kemudian Nabi Sulaiman memiliki seribu wanita yang mengindikasikan bahwa poligami bukan hal yang baru lagi dalam panggung sejarah kenabian.

Dalam Al Qur’an sendiri Allah berfirman dalam Q.S An Nisa Ayat 3 ”…maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat….”  yang penggalan ayat tersebut seringkali dijadikan “senjata” oleh sebagian umat Islam. Senjata ini mereka gunakan untuk memudahkan melakukan poligami tanpa disertai pengkajian mendalam tentang makna dan dalam apa konteks ayat tersebut.

Dalam Tafsirnya, Ibnu Katsir menguraiakan bahwa Q.S An Nisa ayat 3 ini pada konteksnya tentang menikahi perempuan yatim. Perempuan yatim yang Ibnu Katsir maksud adalah perempuan yang berada pada pemeliharaan walinya yang bergabung dengan hartanya sedangkan walinya menyukai harta dan kecantikannya. Lalu walinya ingin mengawininya tanpa berbuat adil dalam maharnya. Maka mereka dilarang untuk menikahinya kecuali mereka dapat berbuat adil kepada perempuan-perempuan tersebut dan memberikan mahar terbaik untuk mereka. Jika tidak mampu berbuat adil dalam perlakuan harta perempuan yatim yang ingin mereka nikahi, maka dipersilahkan menikahi perempuan lain yang mereka senangi dua, tiga, atau empat.

Lalu lanjutan ayat, “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja” artinya jika kamu takut memiliki banyak istri dan tidak mampu berbuat adil kepada mereka dan tidak akan pernah mampu berlaku adil walaupun kamu sangat menginginkannya (Q.S An Nisa :129) maka cukup nikahi satu saja.

Kembali kepada bagaimana cara Rasulullah berpoligami. Patut kita sadari bahwa perkawinan beliau dengan beberapa wanita, itu terjadi setelah Nabi Saw. bermonogami selama 35 tahun. Hal ini Ia lakukan semenjak wafatnya istri pertama beliau Khadijah Ra. Baru kemudian Nabi menikah dengan Saudah binti Zam’ah yang merupakan wanita tua berusia sekitar 66 tahun. Sayyidah Saudah merupakan janda yang suaminya meninggal dalam perjalanan setelah kembali berhijrah dari Habasyah.

Lalu setelah itu nabi menikah lagi dengan Aisyah, Hafsah, Zainab bint Khuzaimah, Ummu Salamah, Zainab bint Jahsy, Juwairiyah bint al- Harist, Ummu Habibah Ramlah, Shafiyah bint Huyay, Mariyah al-Qibhtiyyah, dan Maimunah bint al-Haris. Itulah istri-istri Nabi Saw. yang pada dasarnya beliau nikahi demi menyukseskan dakwah dan menyelamatkan mereka yang telah kehilangan suami dan bukan atas dasar dorongan seksual.

Quraish Shihab menganalogikan poligami seperti pintu darurat dalam pesawat yang tidak boleh dikunci mati karena dalam keadaan darurat ia harus dibuka. Dan seseorang yang duduk di samping pintu darurat haruslah orang dewasa lagi mampu membuka pintu jika diperlukan. Namun, kendati dewasa dan mampu ia tidak boleh seenaknya membuka pintu, ia harus memperoleh izin yaitu dari pilot. Sama halnya poligami. Pintunya harus ada dalam kehidupan berkeluarga. Tetapi tidak semua orang dapat membukanya dan yang mampu membukanya pun harus mendapat izin terlebih dahulu dari yang berwenang.

Lebih lanjut beliau menguraikan bahwa poligami atau “pintu darurat” hanya dapat dibuka ketika kemungkinan seseorang mengalami situasi kritis dalam rumah tangga. Seperti penyakit kemandulan yang khawatir menimbulkan stres dan hubungan gelap dengan wanita lain sebab terdapat keinginan kuat untuk segera memiliki keturunan. Poligami dalam keadaan seperti ini adalah jalan keluar yang tepat.

Perlu diperjelas bahwa poligami bukanlah anjuran dalam Islam. Islam tidak menganjurkan poligami, Islam hanya membolehkan dan itupun dengan syarat-syarat dan situasi tertentu seperti yang penulis uraikan sebelumnya. Lagi pula jika melihat dari data riset, ternyata populasi laki-laki lebih banyak dari pada perempuan. Hal ini sekaligus menunjukkan tidak mungkin Allah mengajurkan sesuatu yang tidak tersedia. Melansir dari data PBB pada tahun 2021 menguraikan jika jumlah populasi laki-laki di dunia mencapai 50,42 % atau sekitar 3,97 miliar jiwa. Sedangkan jumlah populasi perempuan 49,58% dari populasi dunia atau sekira 3,90 miliar jiwa..

Dalam hubungan keluarga tentu sangat mendambakan hubungan yang harmonis dan bahagia. Bukankah tujuan pernikahan adalah menciptakan sakinah, mawaddah, dan warohmah? Yang tentu hanya dapat diraih salah satunya dengan kesetiaan terhadap pasangan.

Ada ungkapan dalam literatur agama yang penulis kutip dari salah satu buku Quraish shihab yang mengatakan, “Tidak ada dua cinta di dalam satu hati sebagaimana tidak ada dua Tuhan dalam wujud ini”. Lebih lanjut Quraish Shihab mengatakan bahwa  tidaklah tepat dalih yang hendak berpoligami dengan menyatakan ingin meneladani Rasulullah Saw. Apakah mereka ingin meneladani Rasulullah yang menghimpun lebih dari empat istri sekaligus? dan menikahi janda-janda (kecuali Aisyah) yang sebagian telah lanjut usia? Dapat diduga keras, mereka tidak akan mengiyakan.

Sebelum menutup tulisan ini, penulis dapat menyimpulkan dua hal.

Pertama bahwa dalam beberapa situasi dan syariat tertentu umat Islam tidak wajib dan mungkin tidak akan pernah mampu mengikuti langkah Rasulullah Saw. karena hal itu merupakan ranah keistimewaan beliau yang merupakan seorang Rasul. Yang jika dibandingkan dengan kita yang hanya manusia biasa dengan segala keterbatasan.

Kedua bahwa tujuan pernikahan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan harmonis yang hanya dapat sempurna dengan kesetiaan dan saling menjaga perasaan antar pasangan. Oleh karena itu relevanlah ungkapan yang menyatakan bahwa “orang yang hebat bukanlah mereka yang memiliki banyak cinta. Namun orang yang hebat adalah mereka yang berani menolak cinta lain demi untuk satu cinta”. Demikian. Wallohu A’lam.

Bagikan
Exit mobile version