Site icon Inspirasi Muslimah

Menggendong adalah Hak dan Kebebasan Setiap Ibu

menggendong adalah hak

Isnatul-Chasana

Menjadi ibu baru di Indonesia adalah hal yang sangat tidak mudah. Selain budaya patriarki yang masih kuat, budaya “biasanya”, “pokoknya”, dan “katanya” juga mengakar kuat, hingga mengalahkan ilmu pengetahuan yang lebih modern.

Kita bisa merunut berbagai kritik yang kerap dilayangkan pada ibu baru.  Misalnya kritik tentang ASI dan menyusui, menggendong, merawat bayi sehari-hari, dan memberi makanan pendamping ASI. Juga sederet kritik lain mulai ujung kepala hingga kaki bayi yang sangat potensial oleh dikritik mereka yang mengaku ‘lebih lama’ menjadi ibu.

Intervensi dari orang-orang sekitar yang tidak mau up to date dengan kehidupan sekarang, membuat posisi ibu baru menjadi lebih berat. Alhasil, ilmu pengetahuan mutakhir membuat ibu baru tampak durhaka karena melawan hal-hal yang lebih dulu ada. Apalagi, yang dilawan adalah kebiasaan orang-orang tua kita dulu.

Coretan ini bermula dari kegelisahan pribadi penulis yang harus menghadapi situasi tidak menyenangkan sebagai ibu baru. Salah satunya, kritik yang datang atas pilihannya menggendong bayi bentuk M atau lazim dikenal sebagai gendong M-shape.

Menggendong adalah aktivitas yang otomatis dilakukan orang tua ketika punya bayi. Selain karena bayi belum bisa berjalan, menggendong juga sebagai sarana orang tua untuk menciptakan kelekatan dengan buah hati. Sekilas, menggendong tampak mudah. Asalkan anak berada dalam dekapan orang tua, maka itu sudah bisa disebut menggendong.

Namun, menggendong ternyata harus diperhatikan dengan betul. Sebab, salah posisi menggendong bisa berisiko buruk untuk anak juga penggendong. Bidan Ony, Certified Babywearing Consultant yang sering memberikan edukasi melalui akun Instagramnya @bidankriwil menyebutkan posisi menggendong yang kurang benar dalam menggendong bisa menyebabkan hyp dysplasia. Yaitu sambungan pinggul dan paha yang bergeser. Hal itu bisa terjadi karena tulang bayi yang masih sangat lentur.

Ciri-ciri hyp dysplasia di antaranya ada perbedaan panjang kaki, kaki atau panggul kurang fleksibel, baik di satu sisi maupun kedua sisi, jalan tidak tegap atau pincang, dan lipatan pada paha atau pantat yang berlebih.

Melansir dari Tirto.id, posisi menggendong yang paling baik untuk bayi adalah gendong bentuk J (J-shape) dan bentuk M (M-shape). Posisi J-shape barangkali adalah yang paling kerap dilakukan orang tua kita dulu. Posisi ini biasa diterapkan saat bayi baru lahir dan belum mampu menopang kepala. Sementara posisi menggendong M-shape lebih asing, apalagi diterapkan pada bayi baru lahir.

Padahal, mengutip artikel “Posisi Menggendong Menentukan Kesehatan Anak” di Tirto.id, posisi menggendong M-shape terbukti dapat menjaga kesehatan sendi pinggul bayi. Sebab, bayi baru lahir memiliki posisi tubuh melengkung membentuk C-shape. Dengan posisi M-shape, tulang belakang akan tumbuh secara optimal dan terjaga.

Itu karena menggendong M-shape tidak membuat berat kaki menarik sendi pinggul ke bawah. Posisi ini memungkinkan cakram tulang belakang yang berfungsi sebagai peredam, melindungi tulang belakang, otak, dan struktur tulang lain dengan sempurna.

Pengalaman Tidak Menyenangkan Menggendong M-shape

Keasingan yang dibarengi kurangnya pengetahuan menjadikan ibu baru yang menerapkan gendong M-shape tampak aneh, salah, bahkan dianggap membahayakan bayi. Survei sederhana yang dilakukan penulis pada beberapa ibu yang melahirkan bayi pada rentang 2020-2022 menguatkan hal tersebut.

Nunik Ristu, ibu satu anak di kota Batu yang melahirkan bayi pada Februari 2022 mengaku mengetahui manfaat menggendong M-shape. Namun, ia belum berani terang-terangan mempraktikkan di ruang publik. Aku awalnya pengen (gendong M-shape), tapi tertahan orang-orang sekitar. Maklum, di rumah sama ibu dan area ibu-ibu yang mngkin kurang mengerti dan dianggap tabu. Jadi sekarang curi-curi (gendong) posisi M-shape tapi pake tangan tanpa gendongan,” ungkapnya.

Berbeda dengan Nunik, Vebrina, ibu satu anak di Malang pernah mengalami hal tidak mengenakkan saat menggendong M-shape di ruang publik. Saat itu, ia menggendong bayinya yang berusia enam bulan untuk membeli bakso di sekitar rumah. Melihat cara Vebrina menggendong, ibu penjual bakso tersebut justru merasa iba. Bahkan, atas dasar rasa iba sepihak itu, penjual bakso tersebut turun tangan ‘membetulkan’ posisi gendong bayi Vebrina.

“Bayangkan, lagi ngejualin bakso bisa-bisanya si ibu keluar dari gerobak baksonya menuju aku buat benerin bayiku duduk,” cerita Vebrina.

Sementara itu Icha, ibu tiga anak di Bangkalan memilih mengambil sikap “bodoh amat” terhadap komentar orang lain atas pilihannya menggendong M-shape. “Aku dulu menyikapi dengan bodoh amat. Memang kenyataan zaman dulu beda dengan sekarang. Apa-apa sudah berkembang,” ujar Icha yang mulai menerapkan gendong M-shape pada putra keduanya.

Cerita-cerita serupa tentang penolakan, kritikan, dan pengalaman kurang menyenangkan terhadap gendong M-shape dialami setidaknya oleh 15 ibu muda lain dalam survei ini. Rosyada, ibu satu anak di Surabaya membagikan sarannya untuk lebih menguatkan mental.

“Sabar, kuatkan iman, hati, mental, dan kuping karena komentar-komentar begini bakal terusan muncul sampek anak besar. Yang pasti, kalau tidak kuat dengan komentar orang-orang di luar, mending gendong M-shapenya di rumah aja. Waktu di luar rumah gendong posisi tiduran kayak bayi dahulu kala,” sarannya.

Cuplikan pengalaman di atas dapat menjadi gambaran bagaimana kondisi ibu baru di Indonesia saat mengaplikasikan ilmu baru yang belum diterapkan di masa sebelumnya. Penuh kritik dan harus memiliki mental tahan banting.

Prinsip Menggendong yang Benar

Menurut dr Astri Pramarini, konsultan menggendong bayi dari Trainee School of Babywearing UK, ada lima prinsip yang harus diterapkan agar bayi aman dan nyaman saat digendong. Lima prinsip ini dikenal dengan singkatan TICKS. Tight atau ketat artinya gendongan dipasang dengan erat (tidak longgar), sehingga bayi merasa seperti dipeluk. In view all times, artinya wajah bayi harus terlihat oleh penggendong.

Close enough to kiss, artinya bayi cukup terjangkau untuk dicium. Keep chin off the chest, pastikan dagu bayi tidak menempel dengan dada supaya bayi mudah bernapas. Supported back, punggung bayi tertopang dengan baik oleh gendongan. Kain tidak kendor di bagian punggung, supaya mendukung perkembangan tulang bayi dengan baik.

Jika cara dan posisi menggendong yang diterapkan ibu sudah memenuhi prinsip TICKS, rasa-rasanya khawatir yang berlebihan tidak diperlukan. Latihan menggendong intens juga penting agar ibu lebih mahir dalam memosisikan bayi sesuai prinsip tersebut. Alhasil, ibu nyaman menggendong, si bayi pun nyaman digendong. Di sinilah peran menggendong untuk meningkatkan kelekatan antara ibu dan anak akan tercipta. Lain halnya bila ibu sibuk merasakan pegal dan tidak nyaman karena posisi menggendong yang tidak pas, bayi pun merasakan tidak nyaman berada dalam pelukan penggendong.

Pada dasarnya, menggendong dengan posisi apapun adalah hak dan kebebasan setiap ibu atas anaknya. Tentu tidak ada ibu yang main-main dengan anaknya dan mengupayakan yang terbaik. Di zaman yang memudahkan akses mencari wawasan, bijaknya kita tak boleh ketinggalan zaman. Ketinggalan zaman menyebabkan tak tahu perkembangan, ujung-ujungnya bukan tak mungkin terjadi penghakiman atas keputusan yang dilakukan orang lain.

Pun demikian dengan para ibu. Jumlah anak tidak menentukan kualitas pengasuhan dan perawatan. Alangkah bijaknya sesama ibu tidak menghakimi ibu yang lain. Tanyakan latar belakangnya sebelum memberi komentar, kritik, terlebih penghakiman yang tak berdasar. Sebab semua ibu adalah mulia, maka mari bersama-sama saling dukung dan memuliakan.

Bagikan
Exit mobile version