Site icon Inspirasi Muslimah

Menanti Peran IMMawati di Tengah Krisis Identitas

immawati

Fenomena remaja saat ini khususnya muslimah di tengah arus globalisasi yang deras merupakan pemandangan yang nampaknya patut menjadi perhatian. Sorotan terhadap gaya hidup yang mencakup etika, pola tingkah laku, pemikiran, pergaulan, hingga pakaian, selalu saja bisa menjadi bahan kajian yang menarik untuk dibahas. Posisinya yang sedang berada di fase terkuat di antara dua fase lemah; tentu itu menjadi hal yang lumrah ketika anak muda selalu menjadi sorotan.

Apa yang sudah ia lakukan dan rasakan di masa lalu tentu akan terlihat dengan bagaimana ia saat ini; begitupun dengan apa yang ia lakukan saat ini tentu akan menjadi tanda tanya besar, akan jadi apa ia di masa yang akan datang. Hal tersebutlah yang menjadi alasan mengapa kaum muda selalu menjadi andalan dan juga sorotan. Bahkan bapak proklamasi kita, Ir. Soekarno pun tidak menafikkan hal tersebut, ia mengatakan, “Seribu orang tua bisa bermimpi, namun satu orang pemuda bisa mengubah dunia.”

***

Fenomena-fenomena yang kemudian terjadi seperti halnya wanita muslimah di era modern ini yang penuh dengan ketimpangan dan melampaui batas. Misalnya kita dapat melihat seorang muslimah yang bertaqwa dan shalehah, menjalankan ajaran agamanya dengan baik; namun dia lalai dan tidak perhatian kepada hubungan sosialnya. Ia lebih suka mementingkan kepentingannya sendiri tanpa memperhatikan kaum muslimin dan muslimat di sekitarnya. Dan masih banyak lagi ketimpangan-ketimpangan yang akan panjang jika dijabarkan di sini.

Pada intinya dari berbagai problematika wanita terutama muslimah yang terjadi saat ini faktor utamanya ialah lupa/krisis akan identitas (Demikian yang disampaikan oleh Ibu Nurul Ummatun dalam sebuah kajian keperempuanan di Auditorium Djazman, UMS). Krisis identitas inilah yang dimanfaatkan betul oleh kaum orientalis barat dalam mengekploitasi perempuan. Seorang muslimah yang kian lupa mengenai hakikat dirinya itulah yang menjadi faktor dasar permasalahan hingga saat ini yang mengakar.

Maka sudah sejatinya kehadiran IMM ditengah-tengah masyarakat saat ini seharusnya bisa menjadi sebuah solusi. Khususnya seorang IMMawati, minimal bisa membuktikan ditengah krisis identitas yang terjadi bahwa identitas seorang muslimah sejati itu masih ada. Bisa membantah tudingan-tudingan yang menyebut kalau hadirnya IMMawati dalam tubuh IMM hanya sebagai pelengkap saja.

Menjunjung Emansipasi dengan Berkontribusi

Jika mendengar kata “emansipasi” apalagi ditambahkan kata “wanita” setelahnya, maka nama yang akan muncul dalam benat kita ialah sosok RA Kartini. Perjuangannya dalam membela hak-hak kaum wanita yang terbelakang saat itu bisa dibilang luar biasa; di tengah kondisi masyarakat yang masih terjajah dan jauh dari kata bebas. Maksud dari emansipasi yang beliau bawa saat itu ialah agar wanita diakui kecerdasannya dan diberikan kesempatan yang sama untuk mengaplikasikan keilmuan yang dimilikinya; sehingga wanita tidak selalu direndahkan derajatnya.

Berbeda dengan zaman sekarang, di mana seorang muslimah telah memiliki kesempatan yang sama untuk bersaing dalam ruang publik; dalam hal keilmuan, memiliki hak yang sama dalam hal memperoleh pendidikan. Maka seharusnya hal tersebutlah yang bisa seorang muslimah manfaatkan di manapun saat ini. Namun realitanya tak sedikit muslimah yang malah lebih memilih menghabiskan waktunya dengan bersenang-senang hingga membuatnya lalai dan lupa menggunakan waktunya untuk belajar, mengasah akalnya, meningkatkan keterampilannya, dan juga menjaga dirinya.

***

Lantas kemudian aneh jika ada seorang muslimah yang masih dengan lantangnya menyerukan perihal emansipasi wanita akan tetapi dirinya sendiri tak bisa berbuat apa-apa dengan kebebasan yang dimilikinya saat ini. Tidak berpikir secara rasional membuat seorang muslimah berani menuntut perihal kesetaraan gender, merasa dibatasi geraknya, dan lain sebagainya; di samping itu ia tidak menunjukkan bahwa dirinya layak berkontribusi.

Selanjutnya menjadi sebuah pekerjaan rumah juga bagi seorang IMMawati, bagaimana ia seharusnya bisa berkontribusi banyak bagi banyak orang sehingga kehadirannya tidaklah dianggap sebelah mata. Dengan bekal intelektualitas, humanitas, dan religiusitas, IMMawati akan diperhitungkan di manapun ia berada (Ahmad Sholeh, 2017). Lanjutnya, Ahmad Sholeh juga menjelaskan bahwa jika seorang IMMawati berpikir kerdil, maka ia akan berkutat dengan masalah keperempuanan saja.

Maka dengan kebebasan yang sudah didapat, seorang IMMawati haruslah bisa memanfaatkan potensi yang dimilikinya dan kemudian berkontribusi dalam setiap sendi-sendi aspek kehidupan saat ini, yang tentunya tetap pada koridor Al-Qur’an dan Sunnah. Sehingga nantinya bisa menepis stigma-stigma masyarakat tradisional yang menyebut kalau seorang wanita hanya bisa mengurusi perihal dapur, sumur, dan kasur.

Respon IMMawati Terhadap Persoalan Zaman

Jika ditanya perihal kontribusi, setiap orang yang produktif dan inovatif pastilah memiliki kontribusi yang berbeda akan bidangnya masing-masing. Hadirnya IMMawati tentu tak kan lepas dari apa yang akan ia lakukan dan kontribusi apa yang kemudian akan ia berikan. Begitupun terkait kontribusinya dalam menjawab persoalan zaman yang menggauni para muslimah era sekarang.

Masih dalam buku Ahmad Sholeh, ia mengungkapkan perihal tiga hal yang sebaiknya dilakukan dan dikembangkan oleh IMMawati dalam menjawab persoalan-persoalan zaman yang menghinggapi muslimah saat ini. Yang pertama ialah melakukan pelurusan terhaap tren yang berkembang atau membuat tren baru untuk mengimbangi tren tersebut. Kedua bersifat inklusif dalam bergaul. Dan yang ketiga memperkuat pola kaderisasi, sebagai ujung tombak perkaderan perempuan.

Ketiga hal tersebut rasanya penting untuk menjadi bahan perhatian IMMawati dalam upaya meretas krisis identitas remaja saat ini terlebih seorang muslimah. Dalam hal ini peran seorang IMMawati tentunya diperlukan untuk menjawab persoalan-persoalan tersebut dengan berani melek akan realitas serta membaca konteks yang ada.

***

Tren kekinian yang meliputi segala aspek kehidupan tentunya memiliki dampak-dampak dan efek tertentu, terlebih efek negatif yang menghantuinya. Seperti halnya tren hijab yang tak pelak menjadi sebuah persoalan dengan menyeretnya  fashion di dalamnya sehingga menghilangkan esensi hijab itu sendiri. Begitupun dengan pergaulan zaman sekarang yang kian mengkhawatirkan. Jika seorang IMMawati tidak bisa bersifat inklusif dalam hal pergaulan tersebut tentunya dakwah akan terbatas pada ruang kelas dan lingkungan saja.

Maka selanjutnya ialah dengan melangsungkan kaderisasi sebagai penyambung pergerakan. Kaderisasi sangat diperlukan demi masa depan suatu organisasi yang lebih baik, begitupun dalam tubuh IMM. Dengan adanya kaderisasi, berarti suatu organisasi telah mempersiapkan penerus organisasi tersebut di masa yang akan datang. Setelah seorang IMMawati minimal bisa dalam menjawab persoalan zaman dengan dua hal yang sudah disebutkan di atas; maka tentu hal tersebut haruslah bisa diteruskan oleh generasi-generasi berikutnya dengan gagasan-gagasan dan aksi yang lebih progresif tentunya.

Bagikan
Exit mobile version